Epilog

2.3K 307 120
                                    

Before Dawn.

Rasa cinta tulus nan suci. Sesuatu yang lebih dalam dari palung lautan, lebih melekat dari lem, lebih tinggi dari kaki langit lazuardi dengan gumpalan awan putih halus. Membekas siapa pun yang merasakannya. Tak lekang oleh waktu.

Before Dawn.

Janji dan sumpah setia untuk selalu mencinta. Mengekal hingga mati.

Before Dawn.

Yang hanya bisa ditemukan oleh sepasang mata kelabu. Dari pengelihatannya, ia melihat seorang wanita dengan senyuman lembut. Yang beberapa kali pernah dibuat menangis, retak, hingga hancur menjadi berbagai kepingan kecil.

Before Dawn.

Surga bagi [Name] berwujud tahu jika prianya selalu memegang teguh janji cinta, bisa kembali hidup berdampingan, menua bersama melihat anak-anaknya tumbuh dewasa. Bagi Levi, surga itu sungguh absurd ... atau mungkin lebih sederhana. Tampak gelap ketika membuka mata, berada di padang bunga luas, pada tengahnya ia berdiri, membawa seonggok jiwa yang selama ini dijaga.

Dia terbangun setelah berpuas diri mencecap pahit manisnya kehidupan. Melepaskan jiwa dari stress hingga birahi. Hanya satu wajah yang dapat ia ingat. Hanya satu nama. Sosok itu muncul dalam pikiran, serupa kilasan balik dari masa sangat lampau. Satu-satunya yang Levi yakini selalu menjaga agar tetap waras, terus melangkah tanpa sesal, mengajari arti mencinta.

"[Name]," rintihnya, sembari menatap sekeliling dengan bingung. Takut. Ada luka aneh yang mendera dada saat itu. Luka merindu.

Dalam hati, Levi bertanya-tanya.

Kemana perginya [Name] saat ini? Padahal mereka sudah berjanji untuk terus bersama. Atau lebih parahnya, Levilah yang telah meninggalkan wanita itu.

Ah.

Sudah selesaikah perjalanan hidupnya selama ini?

Terhuyung, tersengal berat. Levi oleng lalu berlari. Berusaha kabur dari kekekalan abadi. Terus pergi, hingga tanpa sadar menubruk seseorang. Mata membola, tampak buram di tengah gelapnya sekitar, menatap dengan selapis bening pada mata.

Seorang wanita. Berparas menawan, senyum tipis, wajah serupa dirinya. Ia meraih tangan Levi, lalu berkata lebih lembut dari apa pun. "Putraku ...."

Di sampingnya, pria bertopi fedora tersenyum angkuh. "Akhirnya kau mati juga."

Ia bertanya kenapa. Tidak ada satu pun dari mereka yang menjawab. Biarlah. Mungkin memang sudah waktunya.

Kemudian Kuchel dan Kenny memberikan senyum terbaik. Mengulurkan tangan, seolah menyambut kedatangan bocah kecil tak tahu arah. Tidak ada yang mempertanyakan bagaimana Levi bisa berada di sini. Tidak ada yang mengungkit kenangan pahit apa saja yang pria itu telah alami. Sebab mereka sudah tahu, orang-orang ini selalu mengawasinya.

Before Dawn.

Cahaya fajar mulai muncul. Di pengujung malam, ia temukan arti Before Dawn yang sebenarnya. Ada beberapa, tanpa filosofi khusus menggelikan. Janji untuk selalu mencinta. Kata-kata lembut yang terucap setelah membuka mata. Lalu ia yang mati di kala sebelum fajar menyambut. Fakta itu tak pernah lekang selamanya.

Levi masih berdiri di sana. Memilih untuk mendekati dua orang itu. Berlapang dada menerima kenyataan bahwa menjemput surga memanglah tidak buruk. Hanya tinggal menunggu waktu hingga bisa menjemput wanitanya ketika tiba di sana.

Persoalan menerima, memilih dan melepaskan ternyata tidak semenakutkan itu.

Saat menyambut ketenangan abadinya, Levi Ackerman tersenyum.

T  A  M  A  T

Jangan lupa untuk komentar kesan dan pesannya setelah membaca.

Terima kasih dan sampai jumpa di cerita lainnya!

Before DawnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang