Chapter ini lebih panjang dari biasanya. Lebih dari 2000 kata! Selamat membaca....
.
.
.
.
.
Selina berlari keluar kamar dengan dua buah kertas di tangan.
Akhir-akhir ini sudah menjadi kebiasaan jika Selina lebih sering menghabiskan waktu untuk menggambar. Terlebih setelah Kenny membelikannya peralatan gambar dengan begitu banyak pensil, krayon hingga spidol warna juga bertumpuk-tumpuk kertas putih. Bocah itu begitu senang menyalin berbagai bentuk hal di luar angkasa yang berasal dari buku astronomi hadiah dari papanya.
Ketika Kenny datang berkunjung, Selina selalu berkata: "Saat sudah besar nanti, Selina ingin menjadi seorang astronot!"
Lalu Kenny menjawabnya: "Tidak, tidak, tidak. Kau akan menjadi pengusaha sukses yang akan menguasai perdagangan dunia."
Walau Selina masih tidak begitu paham apa maksudnya, tetapi bocah itu menurut. Mengangguk pelan dengan harapan Sang Kakek akan senang karena ia bersikap selayaknya anak yang baik. Lalu pria tua itu akan lebih sering datang berkunjung untuk bermain bersamanya.
Sebab dulu, beberapa minggu saat mereka baru pindah kemari bocah itu pernah menangis hebat. Sang Mama berucap jika Selina sering menangis dan menjadi anak yang tidak penurut, tidak ada yang mau datang atau berteman dengannya. Lalu tak lama setelahnya bocah itu berubah menjadi anak baik idaman semua orangtua, dengan harapan kecil jika Kakek—terutama Papanya—akan lebih sering datang berkunjung, hingga saat ini.
Selina membawa kertas hasil gambarannya dengan penuh antusias. Tepat saat ia baru saja berlari beberapa meter keluar kamar, langkahnya terhenti. Mata tertuju ke arah televisi, membaca judul yang tertera di sana.
SIARAN LANGSUNG! KEMERIAHAN PESTA ULANG TAHUN PUTRA KONGLOMERAT
Lagi, ia melihat wajah Sang Papa muncul di layar televisi.
Selina memandang televisi dalam diam. Baru seminggu mereka bertemu dan menghabiskan waktu dengan menelepon setiap malam sebelum jatuh tertidur. Tetapi hati kecilnya masih merasa kurang puas. Sungguh, ia merindukan Papanya.
Namun, keinginan itu ia buang jauh-jauh setiap kali mengingat wajah Sang Mama.
Selina ingat malam ketika ia tidak berhenti menangis karena rindu Papa, Mama menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca. Wanita itu terus mengelus lembut puncak kepalanya sambil berkata: "Lalu Selina ingin Mama bagaimana? Kita tinggal berjauhan dan Papa sangat sibuk. Jadi sudah sewajarnya Papa jarang pulang. Selina dengan Mama saja, ya? Tidak apa-apa kan?"
Saat mata masih memandang Papanya di layar sana bersama bocah lelaki yang tidak ia kenal, televisi mati seketika.
Dari belakang, Selina mendengar suara seseorang memanggil, "Selina."
Bocah itu menoleh, menatap Mamanya yang sedang menyimpan remote di atas meja.
"Kau ingat apa Mama bilang tentang acara televisi?"
"Jangan menonton siaran lain selain acara anak-anak."
"Betul," ucap Mama. "Dan kau ... tadi menonton selain acara anak-anak?"
Ia mengangguk pelan. "Maaf, Mama."
Padahal Selina menontonnya secara tidak sengaja. Dan hanya dari saluran berita atau acara seperti tadi pula ia bisa lebih sering melihat wajah Papanya. Walau selalu saja berakhir dengan membaca judul-judul berita yang dia sulit pahami.

KAMU SEDANG MEMBACA
Before Dawn
FanfictionHanya sepenggal kisah kasih berhati dewasa yang tahu kapan harus berhenti mencinta. Bumi yang dipijaknya tak membiarkan kedua insan mempertahankan yang seharusnya dipertahankan. Sebab saat itu dunia memberi mereka tiga pelajaran hidup; ketika harus...