A

1.5K 259 173
                                    

Mereka bilang, jika ingin tersembuh dari luka, kau harus menemukan sumber kebahagiaan terbaru. Tetapi bagi sebagian orang, luka hanya akan sembuh oleh waktu. Memang bisa, lama pula. Walau begitu penderitaan terbaru akan selalu ada. Seperti tetesan air terjun. Selalu ada, terus mengalir, dan tak pernah habis.

Waktu memang dapat menyembuhkan luka yang pernah menggores hati. Tetapi apakah waktu bisa memperbaiki segala kesalahan yang dulu pernah terjadi?

***

Tahun ke enam.

Selina tidak pernah mengungkapkan isi hati. Tetapi Kenny tahu. Pria tua itu selalu berkata jika hal paling efektif untuk melupakan berbagai permasalahan yang ada adalah dengan cara menyibukkan diri. Dia selalu mengatakannya kepada Selina setiap saat mereka memiliki waktu untuk bertemu.

Bocah itu hanya membalas dengan anggukan kepala. Selalu patuh. Tanpa memikirkan lebih jauh setiap perkataan pria tuanya.

Lalu lagi-lagi Kenny tahu setiap pergolakan batin yang mendera cucunya. Maka, ia membuat Selina menghabiskan sisa akhir pekannya dengan les privat.

Secara rutin, ia hanya mengisi hari libur dengan materi yang diajarkan guru pilihan Kenny. Ditambah ketika malam, Selina harus membunuh waktu sambil membaca ulang sekaligus mengerjakan setiap pertanyaan dalam buku-buku tebal hingga akhirnya jatuh tertidur. Bocah itu bahkan harus menolak keras ajakan Petra untuk pergi berlibur setiap akhir pekan. Terdengar kejam, memang. Tetapi setidaknya perhatian Selina bisa teralihkan.

Lagipula, Kenny ingin jika cucunya bisa belajar segala hal yang diperlukan sedini mungkin.

"Bagaimana keadaannya sekarang?"

"Kenapa tidak kau tanyakan sendiri langsung padanya?" tanyanya ketus. Kenny meminum obatnya terlebih dahulu lalu menjawab, "Dia baik. Semakin bisa mengabaikan permasalahan yang seharusnya tidak dipikirkannya."

"Syukurlah kalau begitu."

Sore ini ia sedang menikmati waktu santai. Mengamati pemandangan halaman belakang rumah dengan kursi roda—yang sebenarnya sangat membosankan—sambil mengobrol singkat dengan mantan menantu. Kenny menatap langit. Membatin jika rasanya sudah lama dia tidak bertemu dengan wanita satu itu.

"Ngomong-ngomong, kau datang ke acaraku bulan ini?"

Terdapat jeda cukup lama. "Sepertinya tidak."

"Kau masih takut untuk bertemu dengan anakmu?" tebak Kenny. Padahal sudah satu tahun lamanya tetapi ibu dan anak ini sama-sama belum begitu akur.

"Aku sama sekali tidak takut," elaknya. "Tetapi ... mungkin Selina masih butuh waktu."

"Omong kosong! Anak itu sudah terlalu banyak menghabiskan waktunya untuk memaafkanmu. Kau hanya membuat dia terus menunggu. Jangan salahkan aku jika Selina membencimu."

Suara lembut itu menyambut, "Merasa kesal karena waktu itu aku tidak berada di pihaknya, itu hal yang wajar. Semua anak melakukannya. Tetapi aku tahu bagaimana dia. Selina tak akan membenci seseorang seperti itu."

"Bah! Kau ini percaya diri sekali."

"Sudah pasti aku percaya diri, karena dia anakku." [Name] tertawa kecil. Setelah tawanya berhenti ia bertanya, "Bagaimana keadaanmu?"

"Aku sangat sehat sekarang ini." Walau harus duduk di kursi roda, mengkonsumsi obat-obat yang tidak pernah habis, lalu menahan sakit tiada tara.

"Jangan terlalu memaksakan diri."

Kenny mendecih kesal. "Kenapa kau menceramahiku? Seperti Selina saja."

"Oh, lagi-lagi dia menceramahimu?"

Before DawnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang