Satu bulan yang lalu....
Demi cucu tersayang, Kenny Ackerman rela melepas sepatu juga blazer mahalnya dan bermain di lapangan kumuh.
Selina masih dalam gendongannya. Tangan-tangan kecil mencoba untuk menyimpan burung pada ranting pohon terendah, yang sebelumnya terjatuh karena belum cukup besar untuk terbang. Sang Kakek ikut memberikan bantuan, mengangkatnya tinggi-tinggi agar cucunya berhasil menjangkau tempat sarang burung berada.
Setelah makhluk kecil itu berhasil kembali ke sarangnya, Selina menepuk kedua tangannya antusias. "Yeyyy!"
"Selina, cucuku," panggil Kenny. "Kau tahu kan kita bisa bermain apa saja, dan dimana saja selain di sini?"
Bocah itu menoleh. "Kenapa? Selina senang main di sini."
"Aduh, tempat ini begitu kumuh!" Ia berbisik kecil. "Apa kau tidak malu jika seseorang melihatmu bermain di sini? Reputasi kita sebagai orang kaya bisa hancur."
Ia tertawa, memperlihatkan deretan gigi mungil. "Malu itu kalau kita tidak pakai baju, atau berbuat salah tapi tidak segera meminta maaf."
"Kau semakin pintar saja."
Lalu Kenny mengusap keningnya. Ternyata mengizinkan cucunya tinggal di pedesaan adalah pilihan yang buruk. Kalau saja keponakannya yang cebol itu mendengarkan semua perkataannya, bocah malang ini tidak akan merasakan sulitnya hidup di desa. Hampir tiga tahun tinggal di sana Selina sudah bisa beradaptasi menjadi orang miskin. Gawat! Selina bisa jadi rakyat jelata jika tidak aku selamatkan!
"Selina, kau sayang Kakekmu yang tampan dan dermawan ini, tidak?"
"Sayang!"
"Kalau begitu kau mau tidak pindah dan tinggal kembali di kota? Supaya kita bisa tinggal berdekatan."
"Hm? Lalu Mama bagaimana?"
"Tentu saja Mamamu ikut!" jawabnya cepat. "Selina bisa membujuknya agar kalian bisa pindah ke kota. Bagaimana?"
Selina membuat ekspresi seolah sedang berpikir keras sambil mengetuk-ngetukkan telunjuk ke dagunya. Bocah yang baru saja merayakan ulang tahun keenam sebulan lalu memang memiliki kepintaran juga tingkat kedewasaan di atas rata-rata anak seumurannya. Bayangkan saja, saat Kenny baru turun dari mobil Selina langsung memarahi sekaligus menceramahi karena ia sedang menghisap cerutu. Nanti bisa cepat mati, katanya. Atau ketika pria tua itu sedang menyembunyikan sesuatu, Selina akan langsung memberinya tatapan menyelidik.
Cocok sekali untuk mengganti Si Cebol. Semoga nanti Selina bisa menjadi pemimpin berdarah dingin!
Tak kunjung mendapat jawaban, pada akhirnya Kenny pun memancing, "Kau juga bisa lebih sering bertemu dengan Papamu, lho."
Selina otomatis menatap Kenny dengan pupil membesar. "Lebih sering bertemu Papa?"
"Iya!"
Dikiranya akan mendapat balasan positif dengan wajah riang penuh antusias. Kenny sudah membayangkan bagaimana menjalani hari-hari bersama cucu-cucunya. Sekadar untuk acara menginap hingga menyewa Mall atau seisi kebun binatang dan bermain di sana seharian, sepuasnya. Tetapi kala itu, Selina malah terdiam.
Mau bagaimana pun, bocah itu masih terlihat sama. Tetap lugu, polos, dan penuh dengan segala hal kelucuan yang menggemaskan. Namun, kerlingan di matanya yang tampak memudar.
Baru ketika Kenny hendak kembali membujuknya, Selina kembali memberikan senyuman lebar. "Tidak apa-apa. Selina senang tinggal di sini, berdua dengan Mama," katanya pelan. "Papa kan sibuk. Selalu saja sibuk. Jadi walaupun Selina tinggal di sana, Selina belum tentu bisa lebih sering bertemu dengan Papa. Hehehe."

KAMU SEDANG MEMBACA
Before Dawn
FanfictionHanya sepenggal kisah kasih berhati dewasa yang tahu kapan harus berhenti mencinta. Bumi yang dipijaknya tak membiarkan kedua insan mempertahankan yang seharusnya dipertahankan. Sebab saat itu dunia memberi mereka tiga pelajaran hidup; ketika harus...