U

2K 341 146
                                    

Update paling cepat. Enjoy~

.
.
.
.

Sekembalinya mereka dari kantin, fokus Levi langsung tertuju pada Selina. Bocah itu nyatanya masih tidur tanpa tahu telah ditinggalkan kedua orangtua untuk beberapa saat.

Tak lama setelah mengucapkan terima kasih kepada suster yang berjaga, [Name] langsung menyingkir ke kamar mandi. Sekadar untuk cuci muka selepas menangis, atau mungkin malah mengeluarkan air mata kembali. Kira-kira sekitar sepuluh menit kemudian, wanita itu keluar dengan titik-titik air segar yang mengalir dari sisi dagu juga ujung rambut. Penampilannya tidak kunjung membaik; mata masih—dan malah semakin bengkak, bibir tertekuk ke bawah, pandangan fokus tak fokus.

Levi yang sedang membalas satu per satu pesan pekerjaan pun menoleh. Menatap [Name] yang berjalan mendekati anaknya. Matahari bahkan belum benar-benar terbenam dan wanita itu malah memutuskan untuk ikut berbaring di atas ranjang. Selina sempat mengerang kecil ketika merasakan seseorang sedang menaiki sisi kasur. Tetapi sang ibu dengan sigap menenangkan dengan mengusap pelan kepalanya.

Pria itu tahu jika perbuatan [Name] saat ini hanyalah sebuah alibi belaka. Dia pasti sudah terlalu lelah hingga tiba pada fase malas untuk kembali bertengkar. Levi pun sama saja. Ia sudah tak mau berdebat lebih jauh, terutama pada saat ini. Kondisi anaknya harus menjadi prioritas.

Levi yang awalnya duduk di sofa panjang pun mulai beranjak. Ia berjalan ringan dan duduk pada kursi di sisi ranjang.

Tangan terulur ke depan, Levi menyentuh puncak kepala putrinya dengan perlahan. Selina terlihat tenang ketika sang ayah menempatkan tangan di kepalanya. Anak satu itu tampak tidur dengan damai seolah melupakan sakit yang sedang ia derita.

Pria itu betul-betul menyayangi keluarga kecilnya melebihi apapun. Ia tidak sanggup jika harus kehilangan mereka. Terlebih, Levi tak bisa meninggalkan kedua permata berharganya sekaligus.

Lalu dalam sebuah keheningan ruangan, pikiran Levi menjelajah luas. Kembali kepada malam dimana semuanya berawal.

"Aku masih sibuk, [Name]. Kau tidur saja lebih dulu tanpa aku."

"Levi, ini sudah terlalu malam. Pulanglah," pinta [Name] dari ujung telepon.

"Pertemuan ini sangat penting untuk perusahaan. Dan kau tahu jika yang sedang kutemui saat ini adalah para petinggi."

"Kenapa harus semalam ini? Kenapa tidak siang hari saja ketika jam kerja masih berlaku?"

"Kalau hal itu berguna untuk mempererat hubungan perusahaan, kenapa tidak? Lagipula, kami terlalu sibuk pada jam kerja. Hanya di waktu malam saja pertemuan ini bisa diadakan."

"Pertemuan di sebuah club? Yang benar saja. Kalian ingin mempererat hubungan antar perusahaan, atau antar pelayan-pelayan cantik di sana?"

"Kalau kau menelepon hanya karena cemburu—"

"Aku tidak cemburu," potongnya.

Pria itu bersandar pada dinding di belakangnya. "Mau cemburu atau tidak, saat ini nada bicaramu sangat tidak mengenakkan. Yang perlu kuluruskan di sini adalah aku tidak tertarik dengan mereka. Aku sudah memilikimu, untuk apa mencari wanita lain di club?"

"Tapi perasaanku benar-benar tidak enak. Aku hanya ingin kau cepat pulang. Apakah tidak bisa?"

"Aku tidak bisa. Maaf kalau itu bukanlah hal yang ingin kau dengar."

"Levi!"

Ia berdecih kecil. "Kenapa kau terdengar sangat memaksa?"

Levi yakin jika di ujung sana [Name] sedang menampilkan ekspresi cemberut. "Kalau aku yang sedang berada di luar, aku pasti langsung menuruti jika kau memintaku untuk pulang."

Before DawnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang