M

1.9K 237 172
                                    

Maaf baru bisa update sekarang. Kemarin-kemarin pernah kasih info di IG kalau saya lagi isoman. Sakitnya cuman seminggu, tapi minggu berikutnya dipakai buat beresin hal-hal yang sempat ketunda.

Buat ngegantiin minggu-minggu sebelumnya, saya buat chapter kali ini super panjang. Kurang lebih 8000 kata! Semoga rasa kangennya sama BD bisa terobati. Lagu di atas juga cocok buat didengerin berulang-ulang sambil baca chapter ini.

Terakhir mau mengingatkan, tolong baca chapter ini pelan-pelan aja. Dibaca dengan pikiran terbuka, nggak perlu terlalu saling menyakahkan tiap-tiap karakter. Karena di sini kebanyakan nyeritain tentang Petra. Jadi selalu ambil sikap dewasa buat nanggapinnya yaa.

Selamat membaca!

.

.

.

.

Beberapa waktu sebelumnya ....

Bagi Levi, hidup haruslah berkaca dari masa lalu. Semakin jelek nasib bertahun-tahun ke belakang, kemungkinan besar akan membuahkan hasil baik di masa yang akan datang. Hal buruk memang seringkali terjadi—malah terlalu sering menghampiri kehidupan pria satu ini. Tidak masalah. Ia hanya tinggal mengambil sikap terbaik, walau Levi sendiri tak tahu apa dampak dari setiap pilihannya.

Asalkan tidak ada penyesalan, kata pria itu.

Namun, diam-diam Levi berharap bisa menyesali perbuatannya di masa lampau. Jikalau diperkenankan.

Kalau pun tidak, ya sudah. Ia sudah terbiasa hidup dengan nasib buruk. Bukan hal baru baginya.

Korelasi antara sebab dan akibat terikat sangat kuat. Keras membelenggu hidup. Hingga tekanan tak kasat perlahan muncul ke permukaan tanpa disadari siapa pun. Layaknya hal mistis. Tahu-tahu muncul perasaan tidak enak. Pening dan mual menyergap. Kaki buru-buru melangkah, tersimpuh di hadapan kloset, lalu mengosongkan isi perut.

Tidak ada yang tahu, pada awalnya.

Semua tampak seperti biasa.

Levi masih Levi ... hanya saja sedikit berbeda.

Seorang wanita hadir dengan wajah bersalah. Membawakan secangkir teh hangat tanpa gula. Tengkuk pria itu dipijat pelan, berharap Levi akan merasa lebih baik setelahnya.

Petra mengatakan sesuatu yang tidak mencapai telinga Levi. Mungkin sebuah permohonan dengan tulus, atau kalimat maaf. Entahlah. Telinga masih berdenging dan malah merasa semakin mual. Maka, ia meminta wanita itu untuk meninggalkannya sendiri dengan susunan kata terhalus yang bisa diucapkan saat itu.

Menurut, Petra pun pergi. Ekspresi kecewa tak bisa hilang dari wajahnya.

Levi duduk di kloset, tertunduk.

Ini bukan pertengkaran pertama yang mereka alami. Setiap pasangan dimana pun pasti merasakannya. Levi dan Petra bertengkar cukup sering—atau malah terlalu sering? Entahlah. Rasanya masalah-masalah kecil selalu muncul setiap hari, yang menyebabkan berbagai perdebatan perbedaan pendapat. Tetapi ini merupakan pertama kalinya kalimat itu terucap di antara mereka.

"Ceraikan aku."

Levi dibuat mati kutu. Barangkali otaknya tak bisa memproses kalimat itu sampai tidak tahu apa yang terjadi berikutnya. Semuanya seolah berhenti, atau berjalan amat sangat lambat. Sesudah Petra berhenti bicara, pandangan terlalu buruk untuk dibuat fokus. Sebab, sesaat setelah perkataan itu terlontarkan, Levi tak lagi melihat Petra.

Sosok di sana berubah menyerupai orang lain. Hingga membuat Levi percaya jika yang sedang bertengkar dengannya saat ini bukanlah Petra, melainkan [Name] seorang.

Before DawnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang