A - END

4.4K 325 343
                                    

Special thanks untuk kalian yang selalu baca Before Dawn sampai sejauh ini. Apalagi melihat antuasisme yang selalu muncul di Instagram. Sekali lagi terima kasih banyak!

Ini sudah berkali-kali saya sampaikan walaupun Before Dawn punya ending tertutup, saya nggak bisa bilang happy, sad atau mungkin keduanya. Semua tergantung pendapat kalian masing-masing.

Lalu sangat disarankan saat ada intruksi untuk memutar lagu, jangan lupa play lagu di atas agar bisa lebih mendalami sewaktu bacanya.

Bab ini ditulis lebih dari 14ribu kata. Untuk menghindari error cerita yang tiba-tiba terpotong, saya mau bilang kalau Before Dawn belum berakhir sebelum ada tanda "—————". Terakhir, jangan lupa ikut giveawaynya ya, dan ayo ramaikan chapter terakhir ini beserta epilog dengan berbagai komentar atau kesan pesan perasaan kalian selama membaca.

Psst, Selina dan Alex masih akan terus muncul di Instagram. Jadi kalian nggak akan betul-betul pisah sama mereka hehehe.

Selamat menikmati bab terakhir dari Before Dawn.

.

.

.

.

Levi Ackerman, pria hampir matang 27 tahun, kaya, menduduki kelas teratas sebagai penakluk wanita.

Setelah putus dari sang pacar semasa kuliah, Levi kembali menjadi remaja rebel. Bukan sifatnya, tetapi hasrat gairah seorang lelaki. Hidup bebas, tanpa ikatan apa pun. Tidur dengan banyak wanita bukan masalah bagi orang di kota-kota besar. Asal sehat dan bersih, syarat utama pria itu untuk mereka yang akan menjadi teman malamnya.

Banyak wanita—bahkan pria—yang secara terang-terangan membuka kaki, menawarkan diri untuknya.

Levi menolak dengan kalem terutama untuk kalangan sesama jenis. Membalas lubang pantat bukanlah seleranya.

Matahari bersinar terik di Ibukota Mitras. Panas dapat membuat kulitmu terbakar bila berjalan di bawahnya. Orang-orang memilih untuk menyingkir karena tak mau hasil perawatan mahal terbuang percuma. Bersembunyi di bayang-bayang gedung pencakar langit merupakan pilihan terbaik, atau sekadar mampir menumpang internet gratis di café setempat. Berbeda dengan mereka yang berpendapat jika kulit gelap adalah keseksian paling eksotis. Memilih untuk terus berjalan menyusuri gedung-gedung tinggi.

Levi merupakan salah satu yang ikut berjalan di sana. Tidak peduli jika panas bisa membuat badan gatal oleh keringat. Entah beruntung atau sial, matahari barangkali mustahil untuk menghitamkan kulit. Sebab ia lahir dengan kulit putih—bahkan terlalu putih—yang malah membuat kulitnya memerah bila terbakar mentari.

Ketika itu waktu menunjukkan pukul tengah hari dan Levi sedang diburu waktu. Langkahnya cepat sambil memegang ponsel di telinga, terhubung dengan Kenny yang memarahi perihal keterlambatan. Padahal ini jam makan siang, tetapi ia malah harus merelakan waktunya untuk menggantikan si Tua Bangka menghadiri rapat mendadak. Pria itu bahkan hanya bisa mampir ke minimarket untuk membeli teh hitam dingin, dua bungkus rokok, dan—

Langkahnya terhenti.

Mengernyit. Apa aku lupa memasukkannya?

Padahal ia sudah berencana untuk memakainya malam ini. Sial. Levi tidak punya waktu untuk kembali ke sana atau membeli baru.

"Permisi."

Levi berbalik, masih dengan ponsel di telinga. Walau sebenarnya setiap ocehan Kenny sudah tak lagi fokus didengar. Biarlah. Ia matikan panggilan itu segera. Tidak peduli jika Pamannya akan lebih marah dari ini.

Before DawnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang