I

1.3K 298 48
                                    

Levi, oh, Levi.

Malang sekali nasibmu ini. Sudah pendek, gagal move on pula.

Dunia sangat jarang memihak kepadanya walau hanya sekecil titik embun di pucuk daun. Tuhan barangkali lebih senang mempermainkan; memberi ujian penguji iman hingga segala hal keresahan hati. Pun selain Tuhan, terdapat sesosok lain yang belakangan mulai gemar menjelma menjadi setan penguji.

Dia, yang menjadi pribadi lain, dengan wajah replika pria itu sendiri.

Dia yang sedang duduk menghadapkan wajah ke arah kaca mobil, menahan senyum sendirian.

"Kenapa kau berkata seperti itu?" tanya lelaki di sampingnya.

Selina, Si Setan Penguji mendesah lega, menjawab singkat, "Iseng."

Mamanya berpacaran dengan lelaki di sampingnya? Omong kosong. Selina tahu mereka hanya teman kerja—teman yang cukup dekat. Tetapi tidak sedekat itu hingga mereka menghabiskan malam dewasa bersama sebelum menelepon bocah ini di tengah malam. Menggelikan! Mamanya sudah jelas tidur lebih awal karena harus bekerja di esok hari. Pria bernama Levi benar-benar kebakaran karena dikibuli anaknya sendiri.

"Iseng?" Eren menoleh sekilas, lalu kembali fokus kepada jalanan di depannya. "Papamu sepertinya menganggap hal itu dengan cukup serius."

Malas berdebat dengan orang yang tidak satu frekuensi dengan dirinya, Selina kembali berwajah datar. Balasannya terucap lebih dingin ketimbang udara di hari itu. "Memangnya apa pedulimu?"

Eren diam.

Mungkin ada rasa yang terpendam dari lelaki ini kepada sang rekan kerja. Tetapi Selina tahu, lewat tatapan mata atau dari setiap kali mereka berbicara, wanita itu masih enggan untuk membuka hati. Tetapi entah mengapa, ia masih terlihat berambisi untuk mendekati Mamanya, bahkan sekarang dengan modus menggunakan jalur pendekatan terhadap anak! Eren yang malang. Ditolak bahkan sebelum benar-benar berjuang.

Eren dan Papa. Apakah nasib seluruh laki-laki di dunia memang semenyedihkan ini?

Kecuali ... mereka memang benar memiliki hubungan spesial, secara diam-diam.

Entahlah. Itu bukan urusannya.

Ah, omong-omong, apa jadinya jika tadi Selina mengiyakan kalau lelaki yang sedang menyetir ini adalah kekasihnya? Eren pasti habis! Belum saling kenal sudah mendapat ancaman akan dibunuh oleh Papa.

Bertahun-tahun lalu, Kakek bilang jika definisi jatuh cinta bagi orang dewasa itu rumit. Maka pria tua itu lebih memilih untuk hidup bebas tanpa ikatan apapun, dengan siapa pun. Lalu seiring berjalannya waktu Selina mulai mengerti; orangtuanya yang terpisah secara paksa, diam-diam mengikhlaskan padahal tidak bisa saling melupakan, adalah hal paling terakhir yang dia ingin terjadi di dalam hidup. Diam-diam, kini anak itu memiliki pandangan sendiri terhadap cinta: Hal bodoh, menggelikan, hingga buang-buang waktu juga terkesan melelahkan.

Tidak perlu mengenal lelaki untuk mengenal cinta. Selina sudah tahu. Dia belajar dari kedua orangtuanya.

Maka, jalan hidup seperti Kakeknyalah yang akan Selina pilih.

Tentu, hal ini hanya akan Selina simpan rapat-rapat untuk dirinya. Tanpa ada seorang pun yang tahu.

Ketika pikiran sedang menjelajah begitu jauh, ponsel di saku bergetar sekali. Getaran singkat tetapi membuat firasatnya tahu siapa dalang pengirim pesan.

From: Kakek

"Jangan macam-macam."

Ancaman penuh. Mata kelabu sontak membola terkejut.

Selina membalasnya dengan cepat.

To: Kakek

Before DawnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang