Hehe, kaget nggak update hari ini? Spoilernya pun di posting hari Minggu di IG. Jadi emang sengaja update awal karena ingin cerita ini tamat lebih cepat.
Ada dua chapter yang ngebuat saya ikut mellow sewaktu ngetik. Pertama saat adegan di hotel, dan kedua ada di chapter ini. Entah bakal sedih juga bagi kalian atau nggak, hahahaaa.
Selamat membaca!
.
.
.
.
Selina ingat kapan terakhir kali ia masuk rumah sakit. Tepatnya tiga tahun lalu, ketika bocah itu menderita demam hingga muntah-muntah sepulang berlibur dari Pantai Shiganshina.
Saat itu hanya ada ia dan Sang Mama. Berdua saja hingga Papa datang sehari setelahnya. Selina tidak tahu apa yang membuat pria itu datang terlambat. Tetapi dia cukup ingat bagaimana Mama menangis diam-diam di kamar mandi lalu keluar dengan mata sembab. Mungkin tangis wanita satu ini terjadi sebab mengkhawatirkan keadaan anak semata wayang, mungkin pula karena alasan lain. Entahlah, Selina tidak tahu.
Namun, kini ia cukup mengerti. Sebab kini Selina berada di rumah sakit untuk menemui Papa setelah Mama merelakannya pergi.
Beberapa menit lalu, Kenny memperkenalkannya dengan bocah lain sambil berkata, "Selina, ini adikmu, Alexander."
Selina sempat terdiam cukup lama. Otaknya merenungkan sesuatu sepanjang perjalanan ke rumah sakit. Memang, sekitar dua tahun lalu sebelum menyadari jika orangtuanya sudah berpisah, ia pernah berkata ingin memiliki seorang adik. Tetapi bagaimana hal itu bisa terwujud sedangkan Mama tidak pernah terlihat hamil?
Terlebih Kakek tidak menjelaskan lebih jauh. Ia terlalu sibuk dengan banyak panggilan yang masuk ke teleponnya. Membiarkan Selina dengan berbagai pemikiran abstrak.
Lalu sesampainya di rumah sakit, mereka bertemu dengan wanita berambut karamel. Selina tahu siapa itu. Dulu dia seringkali datang ke rumah untuk memberikan kue atau sekadar menyapa ketika bocah satu ini sedang berkunjung ke kantor Papa. Sekarang ia sedang membawa Alex ke dalam pelukan, sambil sesekali mengusap mata dengan tisu kering.
Saat wanita itu sedang berbicara dengan Kakek, Selina mundur beberapa langkah. Mendekati Caven lalu berbisik, "Caven, kenapa Bibi Petra ada di sini?"
"Dia—" Caven tampak terdiam sebentar. Tampak seolah sedang sibuk merangkai kata. "... Dia ingin bertemu dengan Tuan Muda Alex."
"Oh...." Selina mengangguk-ngangguk.
Tak lama, Bibi Petra datang menghampirinya setelah Kakek izin untuk mengecek keadaan Papa di dalam. Ia tersenyum ramah dengan mata yang masih sedikit berkaca-kaca. "Selina? Lama tidak bertemu. Ternyata kau sudah sebesar ini."
Selina tersenyum lebar hingga giginya terlihat dan mata menyipit.
"Kakekmu bilang jika kalian akan tinggal bersama. Lalu sepertinya kau sudah bertemu dengan Alex." Ia melirik bocah laki-laki yang masih tertidur dalam gendongannya. "Dia ini keluargamu juga. Jadi mulai sekarang kalian harus saling menjaga satu sama lain. Bisa kan?"
Walau sempat memikirkan alasan mengapa wanita itu sangat peduli kepada mereka, Selina tetap mengangguk pelan.
Ia kembali tersenyum. "Kau kemari untuk melihat Papamu, ya? Sayang, anak-anak tidak boleh masuk ke dalam."
Sontak Selina langsung teringat tujuannya datang ke rumah sakit. Ia pun bertanya cemas, "Sekarang Papa bagaimana? Kakek bilang tadi malam Papa kecelakaan makanya tidak bisa mengantar Selina sekolah."

KAMU SEDANG MEMBACA
Before Dawn
FanfictionHanya sepenggal kisah kasih berhati dewasa yang tahu kapan harus berhenti mencinta. Bumi yang dipijaknya tak membiarkan kedua insan mempertahankan yang seharusnya dipertahankan. Sebab saat itu dunia memberi mereka tiga pelajaran hidup; ketika harus...