BAB 40

8.8K 676 24
                                    

'Hubungan itu bukan akhir kesempurnaan tetapi menyempurnakan kekurangan.'

***

Di sinilah Kezia, bukan di apartemen yang biasa ditinggali. Melainkan rumahnya, iya rumahnya sendiri. Hal itu membuat Kezia kebingungan dia melihat ke arah Denzel yang hanya tersenyum simpul saja, banyak sekali pertanyaan yang ada di otaknya kepada Denzel.

"Kenapa kamu bawa Kezia ke sini?" tanya Kezia kepada Denzel.

"Iya, ini sebagian sesuatu untuk lo dari Nean. Cowok lu itu banyak kejutan, sebaiknya lo masuk ke dalam dan nanti lo bakalan tahu kejutan apa yang menanti lo di dalam sana," kata Denzel tersenyum lalu dia menarik Kezia ke dalam pelukannya tanpa meminta izin ataupun memperdulikan Kezia itu adalah milik Nean.

Denzel sudah melapangkan dadanya demi merelakan Kezia, jika meminta satu pelukan terakhir bukankah tidak ada salahnya?

"Makasih atas segalanya," lirih Denzel menenggelamkan kepalanya di bahu mungil milik Kezia.

"Gue nggak bisa jagain lo lagi dan ada setiap lo sedih lagi Kez, bahkan gue lancang ingin memiliki diri lo semau gue. Tanpa gue sadari gue pernah egois untuk merebut lo dari Nean, dan gue nggak akan pernah mau melakukan hal gila itu yang ada di dalam otak gue. Melakukannya sama aja gue jadi orang jahat, memisahkan lo dengan orang yang lo sayang sangat tidak pernah gue bayangkan. Dipisahkan takdir secara tidak langsung sudah terbayang sakitnya, apalagi harus memisahkan dengan manusia yang menjadi pelatara nya."

Denzel sangat berkata lirih, inilah sisi rapuh yang Kezia pernah lihat dari Denzel. Manusia yang selalu bersikap bodo amat dan sangat tidak peduli apa yang dia lakukan selagi itu membuatnya senang. Tapi hari ini, seorang cowok yang kelihatan tangguh mendekapnya dalam keadaan rapuh. Kezia membalas pelukan orang yang sudah dia anggap sebagai adiknya sendiri.

"Kezia ngerti, aku juga sangat sayang sam Denzel. Nggak akan pernah lupa bagaimana baiknya seorang kamu yang menghibur aku saat sedih itu mendatang. Aku ngerasa orang jahat saat sedih sudah usai lalu melupakanmu."

Keduanya melepas semua rasa sedih dan kebahagiaan bersama, dalam satu dekapan terekam beberapa kilas memori yang pernah mereka lalui. Perih rasanya berpisah dengan satu sosok manusia yang bersedia menampung air mata dikala beban sudah tidak bisa ditopang sendiri, memberikan sebuah pelukan hanya sekedar butuh sandaran.

Dan rasa sedihnya akan semakin terasa jika keduanya sudah tidak dipertemukan lagi oleh semesta.

"Terimakasih waktu yang sekejap nya, Kez," kata Denzel tersenyum di kala hatinya ditumbuk ribuan pisau.

Jika dia tidak memiliki gadis di depannya setidaknya Denzel pernah merasakan momen bahagia walau hanya dijadikan tempat berkeluh kesah sementara.

Selamat tinggal.

***

Kezia berjalan ke dalam rumah yang sudah tidak pernah dia tinggali beberapa waktu cukup lama. Air matanya hampir menetes saking rindunya dengan suasana rumah, tempat dia tumbuh dan menjadi sosok kuat, dia menatap sekelilingnya, merasakan kilasan memori indah pada masanya.

Seolah dia melihat dirinya yang masih kecil berlarian ke sana-sini dengan Kenzo, melihat ibunya mengejar untuk menyuapi sekedar satu sendok tapi terus menerus.

Kezia jangan lari-lari nanti jatoh, sini makan dulu yaampun kamu belum makan!

Gamau mah, Kezia nggak suka udah kenyang dadah mama! Kezia ke kamar dulu.

Percakapan itu masih terngiang di kepala Kezia, rasanya baru saja dia bersama keluarganya tetapi kenapa semua begitu mudah berlalu dan sangat cepat terenggut begitu saja. Menjadi dewasa bukanlah keinganannya, dia terduduk di kursi ruangan tengahnya.

The Cruel BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang