BAB 5

33.3K 2K 35
                                    

Paginya Kezia bersiap-siap ke kampus, tidak diantar Nean. Mungkin malam itu Nean dan teman-temannya pergi meninggalkan apartemen, sampai tidak ada kabar sama sekali dari cowok itu. Tidak seperti biasanya, Nean selalu mengabarinya dan akan selalu berada di apartemen jika dia membuka mata walau cowok itu selalu pulang larut malam.

Kezia menggelengkan kepalanya mengingat keberadaan Nean, karena belum tentu dia sama memikirkannya juga.

Pagi ini dia mempunyai kelas, Kezia sudah memberitahu Nean lewat pesan singkat tentang hal ini. Kezia memutuskan untuk mencari angkutan umum di halte tidak jauh dari apartemen, namun jadwal bus yang akan datang masih lama, tiga puluh menit lagi.

Dia mendesah resah, baru kali ini pergi tanpa diantar membuat Kezia lupa jadwal angkutan umum di Jakarta.

Sampai ada sebuah motor berhenti di depannya, membuka helm dan menghampiri Kezia di halte yang memang hanya ada dia seorang.

"Kezia," panggil orang tersebut membuat Kezia menoleh ke arahnya dan sontak memekik kaget, tidak menyangka dengan apa yang dia lihat.

"Ray? Kamu kemana aja, aku pikir kamu lupa sama Kezia," katanya memegang tangan kokoh cowok berjaket hitam tersebut.

Senyum manis terukir di wajahnya yang tampan membuat Kezia tidak berkedip melihat Ray yang terlalu manis baginya.

"Apa kamu baik-baik saja? Maaf aku tidak bisa membantu, kau tahu adikku lagi sakit kemarin," katanya penuh sesal.

"Bagaimana Nean memperlakukanmu?" tanyanya sampai tubuh Kezia menegang mendengar pertanyaan itu.

"Nean memperlakukan aku baik," cicitnya dengan suara lirih, jika dia berbicara sebenarnya maka Kezia akan dimarahi bahkan disakiti oleh Nean kesekian kali.

Kezia tidak ingin itu terjadi, lebih baik dia simpan sendirian daripada menanggung akibat ucapannya. Bahkan dengan posisi seperti ini saja Nean akan marah jika dia tahu dirinya bertemu dan sempat mengobrol ringan bersama Ray.

"Aku duluan yah," katanya namun tangan kecilnya digenggam hangat oleh Ray hingga degup jantung Kezia berdebar-debar dengan kencang.

Dia menatap manik mata Ray yang menembus retinanya begitu dalam dan penuh perasaan, buru-buru dia melepaskan tangannya dari Ray.

"Mau dianter? Kayaknya kalau naik angkutan umum macet deh, tahulah Jakarta kayak gimana," celetuk Ray meyakini Kezia.

Namun sebelum Kezia menjawab suara lain menyahut hingga tubuhnya menegang mengetahui siapa orang tersebut.

"Dia berangkat sama gue," kata Nean tiba-tiba muncul dengan pakaian kemarin.

Saat mendekat Kezia dapat mencium bau alkohol begitu pekat hingga refleks memundurkan langkah menjauh dari Nean, dia tidak nyaman dengan menghirup bau-abuan seperti ini. Tangan Nean lantas menarik Kezia menjauh dari halte dan meninggalkan Ray terpaku menatap mereka berdua dengan senyum yang tidak mampu dijelaskan.

Kezia dibawa ke dalam mobil oleh Nean, dengan kasarnya cowok itu membanting pintu keras hingga tubuh Kezia tersentak kaget.

Tangannya mulai mencengkram tas yang dia pegang, jantung berdetak dan keringat dingin mulai menghiasi pelipisnya. Nean menyusul Kezia masuk ke dalam, dan menatap gadisnya dengan tatapan tajam lewat mata sayu itu.

"Seneng ketemu mantan?" celetuk Nean menggenggam tangan Kezia yang lembut,

"Gimana udah puas lo kangen-kangenannya?" tanya Nean mencengkram erat pergelangan tangan Kezia hingga gadis ini meringis kesakitan mencoba melepas tangannya.

Beruntung kaca mobil ini tidak tembus pandang sehingga apa yang dilakukan di dalam sana tidak akan kelihatan.

"Kezia cuma nunggu bus datang, tapi tiba-tiba ada Ray nyamperin ngajak Kezia berangkat bareng," jelas Kezia dengan mata berkaca-kaca, menunduk tanpa ingin menatap lawan bicaranya.

The Cruel BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang