BAB 42

19K 705 157
                                    

'Ini adalah mimpi terburuk sepanjang hidupku, aku berharap semuanya selesai walau mata sudah terbuka lebar.'

***

Paginya, Kezia terbangun berada disebuah apartemen milik Nean. Dia mengerjapkan matanya beberapa kali, lalu kemudian tersenyum mengingat apa yang terjadi semalam. Lamaran Nean kepada Kezia dihadapan dua keluarganya, Kezia sangat bahagia melebihi apapun. Akhirnya perjuangan Kezia untuk tetap sabar berbuah manis. Kezia melihat pantulannya di cermin saat dia sudah beranjak dari ranjang tempat tidur milik Nean, orangtua Kezia sudah mengetahui jika Kezia sering menginap di sana.

Orang tuanya yang awalnya melarang keras akhirnya pasrah, nasi sudah menjadi bubur. Kezia memang sering berdiam di sana tidak pernah pulang ke rumah, dan mereka membiarkannya karena Nean pun akan serius dan sudah melamar putrinya. Begitupun Samuel, dia baru tahu bahwa anak lelakinya itu selalu membawa kekasihnya ke tempat tinggal Nean.

Dia hanya memberi amanat dan pesan untuk tidak berbuat 'lebih' karena hubungan mereka masih sebatas kekasih tanpa ikatan lebih.

Nean hanya menurut saja wejengan dari orangtuanya dan Kezia, walau nyatanya dia kadang suka khilaf dengan Kezia walau sekedar 'bermain' saja.

Kezia merasakan sebuah tangan kekar yang melingkar di perutnya yang ramping, lalu mencium aroma lehernya yang wangi buah manga tersebut. Membuat Kezia terkekeh karena geli, dia melihat kearah Nean yang hanya memakai celana jogger pants dan atasan tidak memakai pakaian apapun, telanjang.

Rambut yang masih basah dan wangi itu menetes dan dengan sengaja Nean mengusap rambutnya di pipi Kezia hingga cewek tersebut berusaha menjauh karena wajahnya basah, tetapi Nean tidak memberikan ruang untuk menjauh. Justru dia terus mengunci tubuh Kezia hingga merapat dengan tubuhnya.

"Masih wangi nggak mandi juga," kata Nean menghirup aroma tubuh Kezia dan terkadang mengecup lehernya beberapa kali. "Gih mandi," lanjutnya.

"Gamau ah hujan," kata Kezia melihat jendela yang berembun dan ada tetesan air mengalir di luar sana membahasi bumi.

"Nean, enaknya ngapain hujan kayak gini?" tanya Kezia berpikir dengan pemikiran polosnya.

Senyuman Nean tercipta, dia menyeringai mendengar perkataan Kezia. Lalu dengan cepat dia menggendong Kezia dari depan seperti menggendong bayi dan menjatuhkan di ranjang miliknya, hal tersebut membuat Kezia terpekik kaget melihat perlakuan Nean tiba-tiba.

Tubuhnya menjadi panas dingin saat Nean berubah pikiran dan mengangkat tubuh Kezia lagi, posisinya Kezia sedang duduk dipangkuan Nean yang sedang tertidur menatap Kezia di atasnya.

"Nean," cicit Kezia dengan tidak nyaman, memang Nean selalu menarik dirinya ke dalam pangkuan cowok tersebut, tetapi jika kondisi dan posisi mereka berada di tempat tidur membuat Kezia takut.

"Apa Sayang?" tanya Nean dengan nada yang sangat lembut, kemudian menarik punggung Kezia hingga cewek ini langsung menindih tubuh Nean.

"Kamu mau ngapain? Jangan aneh-aneh."

"Aneh-aneh kayak gimana?" tanya Nean menangkupkan tangannya di wajah Kezia.

"Kan kata om Samuel, Nean nggak boleh nakal. Soalnya belum kawin," ucapnya polos.

"Nikah Sayang, bukan kawin. Emang kamu mau kawin dulu?" tanya Nean terkekeh, walau dalam hati dia menguatkan diri untuk tidak menerjang gadisnya yang tanpa sadar memancingnya.

"Itulah, nggak boleh nakal ya?" Kezia memainkan dagunya dengan dagu milik Nean, sangat menggemaskan sekali.

"Oh udah itu boleh nakal berarti, yaudah nanti sore kita nikahnya malemnya gaspol."

The Cruel BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang