Menuruni tangga dengan perlahan, Katie memastikan tiap langkahnya yang pelan tak akan membuat dirinya terguling dan jatuh mengenaskan ke aspal landasan. Justin yang sudah turun lebih dulu memperhatikan Katie dengan senyum di wajahnya dari bawah sana. Jangan salahkan Justin. Pria itu sudah berbaik hati menawarkan bantuan berupa gendongan tetapi ditolak mentah-mentah oleh Katie. Jangan salah paham. Mereka belum melakukan itu—hampir. Salahkan saja ketukan asistennya di pintu yang menganggu—ingatkan Justin untuk memberikan surat peringatan pada si asisten dan goncangan pendaratan yang cukup lama.
Kejadiannya cepat, Katie yang kaget karena suara ketukan keras pada pintu mendorong Justin menjauh dan berhasil memisahkan pangutan nikmat keduanya. Saat itu Katie berhasil berdiri tegak, tapi tiba-tiba pengumuman yang pilot sampaikan membuat dirinya terpaku sebelum akhirnya terlalu tergesa ke arah kursi dan menyebabkan dirinya tergelincir dan jatuh secara epic dengan paha dalam yang membentur pengangan kursi.
Remuk tubuhnya karena menghantam kursi hingga hancur belum hilang sepenuhnya, ditambah dengan benturan keras secara spontan. Nyeri itu kembali hadir walaupun tak separah kemarin.
Justin masih mempertahankan senyumnya walaupun Katie sudah berhasil berdiri di depannya. "Sudah lebih baik?" Pertanyaan ledekan itu dibalas dengusan sinis dari Katie.
Melewati Justin, Katie masuk ke dalam mobil mercedes glc-class milik Justin yang sudah terparkir rapi di samping tangga jet. Tak menunggu waktu lama, Justin ikut memutari mobil dan masuk ke kursi kemudinya.
"Kau lapar?" Suara halus mobil terdengar samar, Justin mengatur persenelingnya dan menginjak pedal gas dengan yakin. Lalu dua mobil lainnya mengikuti di belakang mobil Justin menelusuri runway di bandar udara McCarran.
"Haruskah anda bertanya, Sir?" Balas Katie sinis. Jarum jam pendek sudah menunjuk pada angka 7 dengan jarum panjang pada angka 11. Dan di Jet tadi mereka tak disajikan makan malam—rencana Justin untuk membawa Katie makan malam sesampainya nanti di Las Vegas, dan kini si pria malah melempar pertanyaan tentang rasa lapar.
"27 tahun." Katie menggerakkan kepalanya ke arah Justin tanpa ragu. "Cantik, seksi, pintar, tidak miskin dan menggairahkan." Lanjut Justin. "Kenapa kau memilih menjadi agen FBI?" Justin mengetahui latar belakang Katie. Ayahnya yang seorang mantan anggota pengadilan dan menjabat sebagai Jaksa telah meninggal saat perempuan itu menginjak umur 18 tahun. Dua tahun setelah dirinya bergabung di Intelijen milik Negara. Jadi sudah dipastikan bukan karena dendam kematian Ayahnya ia memilih bergabung dalam akademi Federal—menurut Justin. Dan sampai detik ini pun Ibunya masih hidup, sudah kembali berkeluarga setelah 4 tahun kematian suaminya dan hidup bahagia. Jika dilempar lebih jauh, dalam silsilah keluarga Katiepun tak ada yang pernah menjadi agen Federal. Tidak FBI, tidak CIA, tidak NSA. Hanya ada 2 orang kerabatnya yang bekerja di kepolisian dan bukan pada divisi kriminal. Sisanya bekerja dengan bidang yang berbeda.
"Keren saja." Balas Katie singkat. Keinginan sebenarnya mengapa Katie memilih menjadi agen Federal adalah karena ia ingin terlihat keren saat bertugas. Ayahnya, Mr. Olzen amat terlihat berwibawa jika mengenakan jas kebanggaannya saat berdiri di balik meja pengadilan. Katie yang merasa tak memiliki keinginan untuk banyak berkutat dengan kertas dan dokumen memilih alternatif cita-cita lain.
"Alasan yang lebih jelas." Tekan Justin.
Mendecak jengkel, Katie memandang sinis si pria. "Itu alasan paling jelas, sampai saya bisa duduk disini, Sir."
"Supaya terlihat keren ya." Gumam Justin. "Kau bisa menjadi wanita karir yang sukses."
"Tak tertarik dengan berkas." Katie menambahkan gelengan kepalanya untuk semakin menunjukkan ketidaksukaannya. "Dan anda malah memberi saya pekerjaan yang mengharuskan saya lebih banyak membaca."
KAMU SEDANG MEMBACA
end | G E N I U S
FanfictionSeries I | end Series II | end Series III | end Series IV | end