Justin telah bangun lebih dulu, sibuk mengelusi punggung Katie yang matanya masih terpejam erat. Jam digital di atas televisi masih menunjukkan pukul 07.12, matahari memang belum terbit. Keduanya baru tidur setelah angka tercetak di 01.22, tepatnya setelah Justin memastikan Katie benar-benar tertidur. Ia memang hanya diam, saat Katie bergerak-gerak mencari posisi nyaman. Atau saat si perempuan terus mendengus jengkel karena tak juga bisa memejamkan matanya. Justin mengetahuinya, tetapi ia hanya diam agar Katie tak merasa terganggu.
Posisi keduanya tak berubah. Justin masih mendekap erat Katie yang kepalanya menunduk sehingga kening miliknya menempel pada dada bidang si pria. Sedangkan si pria selain memandangi Katie, bibirnya sibuk mengecupi kepala si perempuan. Sungguh pagi yang luar biasa bagi seorang Justin Seagull. Ia rela menukar segalanya agar dapat tetap bertahan pada posisi ini.
Puas memandangi si perempuan, Justin bangun dengan perlahan. Memindahkan kepala Katie ke atas bantal miliknya. Merasa terganggu, si perempuan menggeram pelan dan berhasil menghadirkan senyum menawan Justin.
"So cute." Gumamnya pelan setelah berhasil bangkit secara penuh. Dengan wajah yang sudah segar—padahal si pria belum mandi, Justin melangkah ke sofa di sudut kiri kamarnya.
Membuka pintu balkon miliknya, Justin butuh nikotin. Belakangan ini kepalanya terus diajak bekerja keras—lagi-lagi karena Katie, jadi ia memberikan penghargaan pada dirinya sendiri. Mengambil lintingan tembakau dan korek yang selalu tersedia di sama, Justin menyulutnya dengan api.
Matahari masih nampak kejinggaan, belum muncul sepenuhnya tetapi warna yang diciptakan sangat menenangkan. Menarik nikotinnya dengan keras, Justin menghembuskan nafasnya secara teratur. Membuat kepulan asap itu mengaburi pandangannya.
Justin bukan perokok yang sangat aktif, tetapi ia sering kali mengalihkan alcohol ke gulungan nikotinnya. Bukan pula rokok khusus, Justin memilih rokok jenis umum. Yang dapat ia temukan dimanapun dengan mudah dan cepat. Pengalihannya pada lintingan nikotinpun saat dirasa dirinya sudah amat membutuhkan penghargaan atas segala yang ia kerjakan dengan baik. Remeh memang, tetapi Justin sudah melakukannya hampir separuh hidupnya. Setidaknya ia memegang teguh ajaran keluarganya, jangan alihkan segala kesenanganmu pada alcohol atau ganja dan sejenisnya, mereka lebih berbahaya dari pada nikotin—padahal sama saja tak sehatnya.
Satu batang habis—tak ingin berlebihan hanya secukupnya, Justin kembali masuk ke dalam dan masih menemukan Katie yang memejam erat pulas dalam tidurnya. Beralih melakukan kegiatan rutinnya, yaitu mandi serta bersiap Justin melangkah ke arah kamar mandi dan menyelesaikan mandinya dengan khidmat. Setelah ini ia harus terbang ke Roma, Italy untuk keperluan bisnisnya. Rencananya ia akan terbang setelah jam makan siang alias setelah ia menghadiri beberapa rapat.
Baru saja berniat keluar dari bilik showernya, Justin menghentikan langkah karena melihat tubuh Katie yang masuk dengan terburu-buru ke dalam kamar mandi. Tak mengucapkan apapun atau memperdulikan Justin yang memperhatikannya dengan seksama, si perempuan duduk diatas kloset dengan helaan nafas lega. Perut lebih penting menurutnya.
"Kopi sialan." Desisnya sambil menunduk. Perutnya tiba-tiba terasa melilit. Bagai boom atom, tepat saat ia mendudukan bokongnya pada bulatan kloset, kotorannya berlomba-lomba berdesakan keluar.
Si pria yang sibuk memperhagikan beranjal dari bilik shower mengambil handuk dan melingkarkannya di sekitar pinggang, lalu menyandarkan punggungnya pada setengah bilik di depan. Tampilannya terlalu uh untuk Katie yang baru membuka matanya.
"Berhenti memandangiku! Kau ingin kotoran ini berpindah ke wajahmu?" Jengkel Katie menutupi kegugupannya, masih dengan suara seraknya yang terdengar amat seksi di telinga Justin.
KAMU SEDANG MEMBACA
end | G E N I U S
FanfictionSeries I | end Series II | end Series III | end Series IV | end