Close isn't close enough

2.7K 307 35
                                    

Justin terus mempercepat gerakan pinggulnya, wajahnya memerah sampai ketelinga. Tangannya menahan beban tubuhnya agar tak menimpa tubuh yang lebih kecil—dan pendek di bawahnya.

"Kau berhasil membuatku kesal." Ujar Justih diantara hentakan dan deru nafasnya yang beradu cepat dengan milik Katie. "Kau harus jauh-jauh dari Christian." Lanjutnya dengan hentakan lebih kuat tetapi dalam tempo yang di lambatkan, dan itu sukses membuat Katie mendesis dan menatapnya tak suka.

"Begging me." Tatapan Justin yang meledek membuat Katie mendengus kesal di nafasnya yang menderu semakin cepat. Si pria malah semakin melambatkan temponya dan sesekali menghentak dengan kencang—mengundang tatapan membunuh milik Katie.

"It's ok, aku bisa mencari kepuasan di tempat lain." Jawab Katie santai, bersiap mendorong si pria di atasnya walaupun harus menahan amarah dan rasa menggelora di dalam dadanya.

"Tak akan kubiarkan." Desis Justin tak suka, kepalanya direndahkan dan merapat pada leher Katie, menghisap dan menggigit leher kiri si perempuan dengan kuat sampai membuat Katie kebingungan harus mengeluarkan erangan atau teriakan kesakitan karena Justin kembali mempercepat tempo gerakannya.

"Sial. Kau—" kalimat Justin terputus, tak bisa lagi menahan dirinya yang terasa meledak-ledak. Katie hanya mampu mendesah dengan tangan yang mendekap erat punggung si pria, dirinya hampir sampai—begitupun Justin yang semakin keras menubruknya.

"Uh!" Tak langsung merubuhkan tubuhnya, Justin bertahan pada posisi terakhirnya. Memberikan jeda waktu pada juniornya untuk merasakan hangat yang mengelilinginya.

"Aku lapar." Keluh Katie tiba-tiba. Ini memang sudah waktu makan siang—bahkan sudah terlewat 56 menit. Beberapa puluh menit lalu Justin berhasil membawa Katie keluar dari ruang penelitian dan berakhirlah mereka bertelanjang dengan tubuh yang saling menindih di sofa ruangan Justin.

"Nanti, setelah aku selesai. Kau harus di beri banyak pelajaran untuk tidak selalu mengabaikan perintahku." Justin mengangkat kepalanya yang sejak tadi ia istirahatkan di ceruk leher Katie. Menatap si perempuan yang memandanginya dengan manik abstrak—tak bisa digambarkan, tetapi Justin yakin melihat tatapan mendamba disana. Sama seperti Justin, jelas Katie tak ingin semua ini berakhir—walaupun ia lebih waras karena perutnya sudah berbunyi.

"Karena apa yang kau sampaikan tak pernah masuk akal." Balas Katie santai, nafasnya mulai terdengar beraturan.

"Salahkan saja pada dirimu sendiri."

"Jelas kau yang salah karena tak becus menahan akal sehatmu. Kau selalu mendahului pikiran kotormu dari pada a—" Justin membungkam bibir Katie dengan cepat, melihat mulut si perempuan bergerak lincah membalas kalimatnya berhasil membuat hasratnya kembali bangkit—dengan amat cepat. Tak ada niat menolak, Katie kembali menerima Justin yang merasa di bawa surga karena penerimaan itu.

Waktu bergulir amat cepat, 36 menit terlewati setelah ronde dua mereka dimulai. Dan kini Katie sibuk menyamankan tubuhnya berbaring menghadap sandaran sofa. Ia sudah kembali berpakaian setelah sempat mandi kilat di toilet ruangan Justin, dan kini ia merasa lelah lebih mendominasi dari rasa laparnya.

"Jangan tidur." Justin mengguncang bahunya perlahan, "Makananmu sebentar lagi sampai." Lanjutnya yang diabaikan Katie, perempuan itu tetap memejamkan matanya erat. Tetapi masih bisa mendengar dengan jelas suara Justin.

Bunyi ketukan pintu membatalkan niat Justin yang ingin menggoda Katie, dengan langkah yang kebar si pria dapat mencapai pintu hanya dengan 7 langkah.

"Sir, makan siang anda." Menerima kantung kertas yang disodorkan bawahannya, Justin mengangguk dan memberikan izin si pegawai untuk kembali.

end | G E N I U STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang