36. Kangen bapak

1.5K 213 1
                                    

Pagi ini Alan telat bangun. Setelah habis shubuh matanya kembali terpejam karena malamnya ia bergadang dengan bermain game online bersama Aldi. Sebenarnya ia sudah ingin tidur cepat, namun Aldi menelponnya dan mengajak mabar dengan merengek. Karena kesal dan malas berdebat akhirnya Alan mengiyakan ajakan sahabatnya itu.

"Nah kalau gue lagi telat pasti si Aldi gak pernah tuh perduliin gue" dumel Alan sembari memakai seragamnya. Pasalnya setiap ia telat pasti Aldi tak pernah ke rumahnya dan tak pernah menampakkan diri.

Jam sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Alika sedari tadi sudah mengomel dilantai bawah membuat Alan mendengus karena bundanya membuatnya jadi terburu-buru. Dengan seragam yang tak di masukkan, dasi yang entah kemana perginya dan rambut yang masih sedikit basah plus tak rapi. Alan berlari menuruni anak tangga dan langsung mencium tangan Alika kemudian berlari menuju motornya.

"ALANN!!!! KOK GAK SARAPAN?" teriak Alika dengan wajah marah.

****

Alan sampai disekolah dan langsung disuguhkan dengan gerbang yang tertutup rapat. Karena malas berdebat dengan satpam, Alan lebih memilih melewati tembok yang ada dibelakang.

Setelah mendarat dengan selamat, Alan membuka kedua kancing seragamnya dan menampakkan kaos putih yang ia pakai. Pagi ini cuaca begitu cerah dan matahari begitu menyengat membuat Alan langsung berkeringat.

"Huh, capek juga" keluhnya lalu berjalan santai di lorong.

"Mampuy, ada Pak Edi!" Alan gelagapan saat Pak Edi yang ada didepannya dengan jarak beberapa meter tengah menatapnya tajam.

Alan menghembuskan nafasnya mencoba untuk tenang dan santai. Dengan cengiran yang ia pasang dibibir sexynya, Alan berlari kecil dengan riang menghampiri Pak Edi.

"Alan kam...."

Alan memeluk erat guru berkepala plontos itu dengan erat. "Bapakkkkkk, Alan kangennnn" rengeknya.

Pak Edi melotot mendengar ucapan dari murid bandelnya itu. Memang ia sudah jarang sekali bertemu Alan, karena pemuda itu sudah jarang membuat masalah akhir-akhir ini.

"Lepasin,Alan! Saya tau kamu mencoba buat saya luluh, kan?" tanya Pak Edi kesal.

Dalam hati Alan membenarkan ucapan Pak Edi. Dengan wajah kesalnya yang berada dibalik punggung Pak Edi, Alan mengubah ekspresinya kesalnya dengan senyuman yang manis.

"Bapak suudzon, padahal Alan beneran kangen" Alan berucap dengan wajah pura-pura ngambek. Jujur jauh didalam lubuk hatinya, ia memang merindukan gurunya ini, tapi ingat, hanya sedikit.

"Ah sudahlah. Kamu mau jadi apa? Ini sudah jam setengah 9!"

"Pak, ini masih jam 8 lewat 25 menit!"

"Sama saja! Baju kamu juga kenapa gini modelannya! Dasi kemana? Sepatu kenapa warna putih?"

"Pak, ini tuh sepatunya bukan cuma warna putih. Lihat, ini ada warna hitamnya" elak Alan dengan wajah sebal.

"Sama saja! Kamu saya hukum sekarang" tegas Pak Edi dan menarik tangan Alan menuju lapangan basket.

Alan melihat tangannya yang digenggam Pak Edi senyum-senyum tak jelas. Dalam hayalannya tangan itu adalah tangan Ayana. Astaghfirullah, Alannnnnn...

"Kamu lari 10 putaran dimulai dari sekarang!"

"Pak, Alan tadi belum sarapan. Kalau pingsan gimana? Emang bapak mau gendong Alan? Gak kan! Yauda pak jangan dihukum begini. Alan kasih saran deh. Ah, iya, bapak hukum Alan dikantin aja" tawar Alan dengan nada memohon.

"Terus?" tanya Pak Edi.

"Kok terus sih, Pak? Bapak mah gak mendengarkan ucapan Alan dengan baik. Alan bete, Alan ngambek!" Alan melangkahkan kakinya meninggalkan Pak Edi seolah dia beneran ngambek dan kesal.

"Alaannn! Jangan kabur kamu!" teriak Pak Edi lalu mengejar Alan.

"Kabur" teriak Alan lalu berlari kencang tak tentu arah.

Setiap kelas yang ia lewati melihatnya dengan tatapan bingung dan bertanya-tanya. Pasalnya Alan berlari tak tentu arah sambil berteriak mengucapkan kata'kabur'.

"Alann"teriak Pak Edi.

"Ck, Alan, Alan. Masalah terus yang dibuat" gumam Bu Jess yang baru saja melihat Alan dan Pak Edi saling kejar.

****
Alan tiba di toilet dan langsung berjongkok dengan kedua tangan yang menutupi mulutnya. Alan heran, kenapa Pak Edi sangat niat sekali mengejarnya.

"Gue capek"

"Eh ini kok kayak toilet cewek?" Alan heran karena didalam toilet ini terdalam kaca  besar. Seingatnya toilet pria memiliki kaca juga namun tak sebesar ini.

"Mampus, beneran gue di toilet cewek" pekik Alan panik. Bahaya kalau ketahuan guru, dikira dia mesum pula.

"Gue harus keluar" Alan berjalan pelan-pelan seperti maling dan melihat kanan kiri supaya tak ketahuan. Beruntung tadi toiletnya kosong, kalau tidak bisa bahaya.

Setelah keluar dia bernafas lega dan kembali panik saat melihat Pak Edi yang tengah celingak celinguk, mungkin masih dalam misi mencari Alan. Dengan gerakan cepat Alan kembali berlari dan tiba ditaman belakang.

Samar-samar Alan mendengar percakapan antara pria dan wanita. Otaknya berpikir keras, karena suara itu sangat tak asing bagi telinganya. Karena penasaran Alan mendekat dengan langkah pelan dan santai, agar tak ketahuan. Dan benar saja, dibawah pohon besar ada Jeni dan juga Yando yang tengah berbincang serius.

"Bukannya gue nguping. Gue cuma mau dengerin aja kok" ucap Alan pelan.

"Gimana? Lo setuju gak sama ide gue?" tanya Jeni serius dengan tangan menyilang didada.

"Mereka kencan? Si Jeni nembak Yando?" tanya Alan pelan.

"Gak! Gue gak setuju! Apa-apan lo ngajak gue kerja sama begituan" tolak Yando tegas.

"Yah ditolak, hahah, eh tapi kok kerja sama?" Alan bingung sendiri jadinya.

"Kita sama-sama untung, lo dapat Ayana si cewek udik itu. Dan gue, dapat Alan" kata Jeni tegas.

"Lo berani-beraninya ngejek Ayana udik, lo itu yang udik!" Yando marah karena gadis yang ia suka di hina.

"Kok dia bawa-bawa nama gue yang kece ini, dan apa itu tadi, Ayana dibilang udik!?" Alan kesal.

"Kalau mau cinta lo dibalas sama Alan, ya, lo lakuin hal terbaik biar di kepincut. Bukan cara kotor begini!" setelah mengucapkan hal itu Yando langsung cabut.

"Bangke!" teriak Jeni kesal.

Alan keluar dari persembunyiannya dan langsung menghadap Jeni. Gadis itu melotot kaget dengan jantung berdebar kencang. Dia takut kalau Alan mendengar semuanya.

"A-Alan" Jeni berucap gugup.

"Yando hebat, ternyata musuh gue masih mau bersaing sehat. Dan buat lo Jeni, licik!" Alan berkata tegas dengan wajah garangnya.

Jeni mati kutu dibuatnya.

"Oh ternyata disini? Lagi mojok, ya? "

****

Alan mendengus sebal saat harus berdiri berdampingan dengan nenek lampir yang licik seperti Jeni. Andai tadi ia tak menghampiri Jeni dan Yando, mungkin ia tak berakhir ditengah lapangan begini. Tapi ini juga salah Pak Edi, kenapa coba guru itu harus menghampiri mereka.

"Hormat yang benar, Alan" tegas Pak Edi yang berada di bawah pohon rindang.

"Gara-gara lo"

"Kok malah aku sih, sayang" Jeni berucap dengan manja.

"Sayang-sayang, lo pikir gue makanan jatuh belum lima menit!" teriak Alan tak terima.

"Alan jangan teriak-teriak" tegur Pak Edi kesal.

"Bapak diem deh. Kan Alan lagi kesel sama nenek lampir ini"

"Kok jadi saya yang dimarahi?"

Badboy AlimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang