Chapter 11 : Morning sex

347K 16.9K 2.2K
                                    

Malam itu, lagi-lagi Abraham berada di mansion The Patlers. Bukan untuk mengunjungi ayahnya yang sakit seperti sebelumnya, melainkan kali ini ia di panggil langsung oleh Reagan.

Abraham berdiri dengan pakaian formalnya di dalam ruangan Reagan sementara pria tua itu tengah berdiri membelakanginya. Kedua tangannya di masukkan ke dalam celananya. Dari belakang, tubuh yang begitu tegap milik Reagan tampak masih begitu gagah walau sedikit ringkih. Rambutnya pun sudah menutih di banyak bagian.

Tapi seperti yang Sheena katakan, pria itu masih saja terlihat begitu tampan.

"Apa kau serius dengan memimpin perusahaan?" Tanya Reagan kemudian.

"What kind of question is that?" Abraham tertawa rendah. Memang siapa yang selama ini menjalankan perusahaan dengan begitu baik.

Ah Reagan pun tau itu. Ia tak pernah meragukan kemampuan putranya itu. Abraham dan dirinya punya minat besar terhadap bisnis. Karena itu pula Reagan hanya mempercayai Abraham untuk menjalankan perusahaan.

Tapi...

Kata-kata istrinya berhasil mempengaruhi Reagan.

"Aku mendengar dari ibumu bahwa kau tak akan menikah." Reagan berbalik kini untuk menatap putranya.

Abraham masih pada ekspresi tenang meskipun ia tau kemana arah pembicaraan ini.

"Aku tidak pernah meragukan kemampuanmu. Aku menginginkanmu yang menjadi penerus Patlers Group."

Reagan kini berjalan ke mejanya lalu duduk di kursi kebesarannya sambil menghela napas.

"Tapi tanpa keturunan, aku mulai ragu memberikannya padamu, Abraham. Aku tidak akan membiarkan perusahaan yang kubangun dengan kerja keras luar biasa itu harus dipimpin oleh orang lain saat kau meninggal dunia nanti."

Bibir Abraham tampak berkedut. Tangannya terasa menegang dan terkepal dengan sendirinya.

"I have three sons." Lanjut Reagan."Dan ketiganya belum menikah. I have one daughter. Dan aku memiliki dua cucu berdarah Xander. William sudah pasti akan memimpin perusahaan ayahnya kelak, mungkinkah aku harus menjadikan Lucas sebagai penerus Patlers Group setelah kau tiada, Abraham?"

"Dad..."

"Tidak akan pernah, Abraham." Potong Reagan sambil menggelengkan kepalanya.

Ia kemudian menghidupkan rokoknya, menghisapnya. Oh meskipun punya penyakit jantung, pria itu tak dapat menghentikan kecanduannya terhadap rokok.

"Aku tidak akan pernah menyerahkan Patlers Group pada yang bukan keturunanku secara langsung."

Lagi-lagi tangan Abraham terkepal. Entah kenapa kepalanya terasa terbakar.

"Jadi bagaimana, Abraham?"

"Jadi ini alasan kenapa dad terus mengundur pelantikanku?"

Reagan menghela napasnya."Minggu depan adikmu akan pulang. Dia pun sudah setuju untuk menikah. Memiliki keturunan dan istri yang sah adalah syarat untuk menjadi penerus perusahaanku."

Bibir Abraham berkedut kini. Ia tersenyum tipis, tapi tak tau harus mengatakan apa.

"Aku sudah tidak sehat, Abraham." Reagan menatap putranya lekat-lekat."Aku tidak bisa menunggu sampai kau siap dengan pernikahan. Karena aku tidak melihat keinginanmu untuk itu sama sekali. Aku juga tidak punya hak untuk memaksamu menikah. Akhir-akhir ini pun kau dikabarkan gay. Sedangkan pelantikan ini harus segera dilakukan."

"You believe that?"

"I dont believe it, son. Tapi kau pun tak pernah memiliki kekasih. Apa yang bisa aku lakukan selain memaksa diriku untuk mempercayai sampah itu?"

DANGEROUS DESIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang