Anindira baru saja merebahkan dirinya setelah mandi, hari ini sangat panjang dan melelahkan. Terlebih ia sempat bertengkar kecil dengan Marvel tadi membuat Anindira menghembuskan napas berat. Anindira menatap kearah langit-langit kamarnya, terasa kosong sama seperti pikirannya. Perempuan itu berkali-kali menghembuskan napas beratnya.
Sedang sibuk dengan pemikirannya ponsel yang berada di samping kepalanya bergetar, memunculkan notifikasi dari salah satu aplikasi chat. Anindira meraih ponselnya, membuka pesan dari pengirim pesan tersebut. Anindira terjengkit, ia bangun dari posisi tidurnya, lalu buru-buru mendial kontak yang tadi mengirim pesan kepadanya.
Anindira berjalan mondar-mandir dikamarnya, ponsel berawarna hitman berada di telinga kanannya. Ia berjalan dengan gelisah menunggu seseorang dari seberang sana mengangkat panggilannya, barulah setelah seseorang itu mengangkat panggilannya, Anindira duduk di pinggiran Kasur.
"Lo dapet darimana deh itu?"
"Sumpah, gakpapa, makasih banget ya."
"Gue Cuma takut ngomong ke Marvel nya."
"Yaudah, makasih ya, Tan, gue tutup."
Anindira menghembuskan napas beratnya, kini ia menggaruk dahinya bingung. Ia masih sibuk dengan ponselnya, berkali-kali mengetik lalu menghapus text yang ingin ia kirimkan kepada seseorang. Memikirkan kata-kata yang pantas agar si penerima tidak merasa tersinggung dan tidak ada lagi pertengkaran yang tidak penting, karena jujur, ia lelah.
AnindiraR: Vel, besok jemput aku nya bisa pagian enggak?
Marvel: Kamu udah enggak marah?
Marvel: Iya besok aku jemput kamu pagian ya, mau jam berapa sayang?
AnindiraR: Jam 6 gakpapa?
Marvel: Pagi banget?
Marvel: Tapi gakpapa, besok aku jemput ya jam 6
Marvel: Besok aku bawain sarapan juga ya?
AnindiraR: Oke makasih yaaa
Marvel ini, sebenarnya adalah laki-laki yang manis. Walaupun ia bukanlah laki-laki baik yang bertutur kata sopan, ia terkadang bisa memperlakukan seseorang dengan sangat manis. That's why Anindira fall in love with Marvel.
***
Pagi ini masih sedikit gelap, matahari belum bersinar sepenuhnya. Cuacanya masih sedikit dingin sisa semalam, juga embun pagi yang menetes dari dedaunan. Mobil HRV putih sudah berhenti di depan pagar rumah Anindira sejak tadi. Dengan seragam rapihnya Anindira masuk mobil itu, disambut senyum ramah Marvel.
Anindira baru duduk sebentar, memasang seatbelt pada kursi penumpangnya. Lalu Marvel menyodorkan satu kotak roti selai di hadapan Anindira.
"Eh? Makasih ya."
Marvel mengangguk, menjalankan mobil putihnya menuju sekolah mereka. Ditengah kunyahannya, Anindira menoleh ke arah Marvel.
"Vel, nanti belok kanan aja biar agak jauhan, soalnya aku mau ngobrol sama kamu."
Marvel menoleh, mengacungkan jempolnya pada Anindira. Di mobil itu hening, hanya ada suara musik dari tape mobil Marvel, juga Anindira yang kini mengunyah rotinya sambil memperhatikan jalan yang masih sedikit sepi, mungkin setengah jam lagi akan macet.
Setelah selesai dengan urusan roti selai, Anindira menutup kotak belak lalu menaruhnya di atas dashboard. Ia menghembuskan napas sambil melirik Marvel yang sedari tadi tidak berbicara karena sibuk menyetir mobil. Okay, apapun yang terjadi, ia cuma ingin memastikan saja, semoga tidak ada drama lagi.
"Vel, aku mau nanya sekali lagi ya sama kamu, tapi kamu jangan marah."
"Apasih sayang kok ngomongnya begitu."
"Janji dulu sama aku."
"Iya deh, aku janji."
"Jujur sama aku, kemarin kamu bolos kemana dan sama siapa."
Marvel menoleh ke arah Anindira, "Masih bahas ini juga?"
"Vel..."
"Iya, Anindira, iya aku bolos ke umi, aku juga enggak sendiri banyak sama anak lain, aku ngerokok juga, iya, aku juga ketemu cewek lain disana, tukeran username Instagram."
"Terus?"
"Terus apalagi? Enggak ada lagi yang aku sembunyiin dari kamu?"
"Vel, mau sampai kapan kamu sembunyi-sembunyi di belakang aku?"
"Dira! Kamu ini apaan sih? Aku enggak ada sembunyiin apa-apa lagi dari kamu?" Tanpa sadar nada suara Marvel meninggi, hal itu membuat tubuh Anindira sedikit tersentak.
"Vel... kan aku udah bilang, enggak ada marah-marah lagi, tapi kamu bentak aku."
"Lagian kamu tuh selalu begitu, Dir, curiga terus sama aku, enggak pernah percaya."
"Kamu yakin udah jujur sama aku? Yakin udah ceritain semuanya tanpa ada yang disembunyiin? Terus ini apa?"
Anindira menyodorkan ponselnya kearah Marvel, pada ponsel itu terpampang jelas foto yang sukses membuat Marvel terdiam. Marvel tanpa sadar mencengkeram pergelangan tangan Anindira yang sedang memegang ponsel, membuat perempuan manis itu meringis kesakitan.
"Vel, sakit..."
"Kamu dapet darimana foto itu?"
"Enggak perlu tahu. Berarti kamu bohong, ya, sama aku?"
"Dir, enggak sopan banget sih kamu, kamu nguntit aku, posesif banget tau enggak, sih?! Childish. Cuma karena satu foto aja udah segininya kamu."
"Kamu aneh, Vel, giliran aku sama Surya aja kamu curiga, marah-marah."
"Itu beda. Gue tau temen lo itu ada rasa ke lo."
"Vel... kamu mulai marah-marah lagi. Aku turun disini aja, aku takut."
Tanpa abcd Marvel menghentikan mobilnya agak kepinggir jalan, membiarkan Anindira turun dari mobilnya lalu dengan biasa ia melajukan mobilnya lagi membelah jalan kota.
Anindira mendengus, ia menyalakan ponselnya, membuka aplikasi ojek online dan memesan untuk mengantarkan dirinya ke sekolah.
Ditengah perjalanan ia melamun, angin pagi yang segar membuat Anindira tambah terhanyut ke dalam lamunannya. Selalu seperti ini, bertengkar, main tangan, lalu Anindira menghindar, dan Marvel meminta maaf. Siklusnya selalu seperti itu, sedikitnya Anindira lelah. Ia selalu mendistraksi dirinya sendiri bahwa sebenarnya Marvel adalah laki-laki yang baik.
Mungkin Marvel hanya sedang lelah, sehingga laki-laki itu selalu melampiaskan amarahnya pada Anindira. Atau mungkin laki-laki itu memang sangat menyayanginya, sehingga ia sangat takut saat Anindira berteman dengan laki-laki lain. Anindira tidak pernah berpikir buruk tentang Marvel, karena ia percaya Marvel adalah laki-laki yang baik.
Padahal sebenarnya, hati kecil Anindira pun tahu bahwa hubungannya dengan Marvel kini sudah tidak membawa kebahagiaan lagi bagi keduanya. Tapi prasangka itu selalu ia tampik saat merasakan perlakuan Marvel yang manis kepadanya.
Katakan saja Anindira buta, lalu salahkan Marvel yang membuat ia kehilangan arah ditengah lorong gelap padahal laki-laki itu yang membawa Anindira pada lorong yang gelap itu. Marvel yang mebawa Anindira ketempat yang asing, yang Anindira tidak ketahui. Tempat yang membuat Anindira tidak mengenali dirinya sendiri lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOODIE BOY || JAKE SIM [END]
FanfictionDua remaja ini disatukan saat keduanya memiliki rasa takut pada hati mereka. Saat mereka ingin melangkah lebih jauh, namun takut tergelincir pada pijakan pertama. Lalu bagaimana keduanya berjalan beriringan, bagaimana mereka memulai langkah bersamaa...