11. Ruang Jurnalistik

203 46 6
                                    

"Nak, Bunda minggu depan mau nyusul papa ke Jerman, is it okay?"

Pagi itu di ruang makan, Jakie dan Bunda sedang menyantap sarapan pagi, waktu masih menunjukan pukul 6.30 itu memang rutinitas Jakie dan Bunda setiap pagi. Apapun keadaannya Bunda pasti akan selalu menyuruh Jakie untuk sarapan minimal satu lembar roti harus masuk ke dalam perut Jakie. Jika tidak sempat, Bunda pasti akan menyiapkan 2 kotak bekal yang harus Jakie makan nanti disekolah.

Mendengar ucapan Bunda, Jakie yang sedang menunduk fokus pada lontong sayur nya pun mengangkat kepalanya, lontong yang tersisa di dalam mulutnya ia paksa masuk ke dalam kerongkongan.

"It's totally okay. Tapi kenapa Jerman?" Jakie merasa heran, pasalnya sang Papa itu tinggal di Den Haag, mengapa harus bertemu di Jerman?

"Papa sedang ada pekerjaan disana." Bunda nya masih sibuk memasuk kan ayam tepung ke dalam kotak bekal berwarna biru, bahkan Bunda nya pun tidak menatap Jakie saat sedang bicara. Jakie yang menangkap gelagat aneh Bundanya pun menghela napas dan menyenderkan punggungnya pada sandaran kursi.

"Bunda, coba Bunda tatap Jakie, kan, Bunda selalu bilang harus perhatiin lawan bicara, tapi bunda malah sibuk sendiri padahal Jakie lagi bicara sama Bunda." Setelah selesai memasukkan kotak bekal ke dalam tas, Bunda menarik kursi yang langsung berhadapan dengan Jakie dan mendudukinya.

"Bunda, ayo coba jujur sama Jakie, kenapa harus ketemu di Jerman? Papa ada kerjaan atau memang takut ketahuan istri muda nya?"

Bunda menghela napas, saat – saat seperti ini wanita bernama Mira itu selalu bangga karena membesarkan anaknya dengan baik, karena bisa di lihat dari cara memperlakukan seseorang, Jakie selalu menjadi anak yang sopan dan lembut.

"Jakie, kamu gak seharusnya bicara seperti itu, lho, tentang Papa." Jakie bangun dari kursi nya, ia berjalan ke arah belakang bunda, kemudian melingkarkan lengannya dileher bunda, bahkan ia sudah menempatkan dagu nya di atas bahu Bunda.

"Bunda, kenapa ya, mereka memperlakukan kita seolah – olah kita orang jahat, padahal kan Bunda istri pertama Papa, padahal kan mereka yang rebut Papa dari kita, tapi kenapa malah kita yang takut."

"Bunda, Jakie gakpapa kalau Bunda mau ketemu Papa di Jerman, tapi, Jakie mohon sama Bunda, jangan ajak Papa pulang ke rumah ini."

Mendengar ucapan polos dari anak nya, Mira tak kuasa lagi untuk menahan air mata nya. Sudah terhitung 3 tahun sejak suami nya itu menikah lagi, Jakie yang saat itu masih duduk di kelas 8 SMP jelas terpukul mengetahui kenyataan bahwa rasa cinta Papa nya telah terbagi kepada perempuan lain dan anak lain yang sial nya seumuran dengan Jakie.

Mira tahu anaknya masih tidak menerima persoalan itu, anaknya hanya memakai 'topeng' bahagia di depannya. Bahkan terkadang terang – terangan anaknya akan mengatakan bahwa ia masih tidak menerima kehadiran Ben di rumah ini, tetapi semua nya tidak bisa terus menerus seperti ini kan?

Jakie pun melepaskan pelukan pada leher Bunda nya, ia mengambil tas biru dongker disamping meja makan dan menyampirkan pada bahu nya, lalu mencium punggung tangan Bunda.

"Bunda, Jakie berangkat ya, Jakie pulang malam karena harus rapat, Bunda jangan tungguin Jakie pulang."

Setelahnya laki – laki itu benar – benar hilang dibalik pintu besar berwarna putih itu.

***

Jakie kini sedang duduk di ruang jurnalistik, tepatnya di ruang meeting yang merangkap menjadi ruang ketua ekstrakulikuler jurnalistik, cowok berwajah blasteran Bandung + Belanda itu kini sedang memeriksa beberapa dokumen jurnalistik. Mendekati acara perlombaan Basket, kepala nya menjadi semakin pening ia juga harus mengatur kembali jadwal 'Bincang Ceria' salah satu segmen baru di ekskul jurnalistik ini yang merupakan segmen podcast.

HOODIE BOY || JAKE SIM [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang