Setelah mengantar Anindira pulang dari taman, Jakie tidak langsung mengarahkan kendaraannya untuk pulang melainkan mengarahkannya untuk ke rumah Jayden. Iya, bisa dikatakan Jakie menghindar, entah mengapa rasanya masih sulit untuk menerima. Bayang-bayang masa lalu masih menghantuinya, bagaimana dahulu orang-orang itu menyayat perasaannya dengan perlahan namun berhasil membuat bekas luka yang mendalam.
Jakie tidak dendam, ia bahkan terlalu malas untuk membalaskan amarahnya. Ia hanya ingin semuanya berhenti, ia kira saat ia dan Bunda memilih untuk meninggalkan Belanda, semua cerita ditempat itu telah usai. Ia tidak menyangka bahwa rasa sakitnya kembali muncul saat mereka datang kemari.
Jakie memarkirkan mobilnya digarasi, menghembuskan napasnya sebelum ia turun dari mobilnya. Sekarang pukul 8 malam, terlalu larut untuk ukuran siswa yang baru pulang padahal tidak ada kegiatan apapun disekolah.
Menghembuskan napas lagi sambil memegang dadanya yang berdetak cukup kencang, Jakie membuka pintu rumahnya, bergegas masuk rumah agar tak perlu basa-basi, tapi mungkin memang sudah takdir bahwa ia harus menyelesaikan masalah ini, Bunda, Nicolaas, Oma, dan Papa ternyata sedang berkumpul di ruang keluarga. Seharusnya pemandangan itu membuat ia tersenyum, tapi tidak saat Jakie sadar akan fakta yang ada.
"Jakie kok baru pulang, Nak?"
Jakie akhirnya memutar tubuhnya untuk keruang tamu, mengecup punggung tangan Bunda, Papa, dan Oma lalu menghempaskan tubuhnya pada sofa single.
"Gimana kemarin pertandingannya Sagha?" Ucap Bunda antusias.
"Seperti biasa."
Bunda mengerutkan alisnya, "Seperti biasa itu seperti apa?"
"Ya seperti biasa, Bun." Ucap Jakie singkat, terlihat tidak tertarik dengan topik pembicaraan.
"Kamu dari mana kok jam segini baru pulang?" Ucap Bunda dingin, sepertinya Bunda mulai lelah menghadapi sikap Jakie yang acuh seperti itu.
"Sekolah, main sama Anin, terus ke rumah Jayden numpang makan. Bun, udah ya Jakie capek banget." Belum sempat Jakie melangkahkan kakinya menuju kamar, suara Bunda kembali menginterupsi, kali ini nadanya sukses membuat Jakie merinding juga sedikit takut.
"Jakie duduk, Bunda belum selesai." Jakie mengepalkan tangannya, akhirnya mengalah untuk duduk kembali ditempatnya, lalu membuka toples makanan yang ada di meja ruang keluarga, ia sebenarnya tidak berselera untuk makan, ia hanya ingin menetralkan rasa gugupnya.
"Mulai hari ini, kamu berbagi kamar sama Nicolaas karena Papa dan Nicolaas akan tinggal disini."
Jakie tersedak, ia kemudian menatap Bundanya meminta penjelasan.
"Oma akan pulang lusa, Papa akan mengantar Oma lalu nanti kembali kesini. Semua urusan sekolah Nicolaas sudah selesai diurus."
"Kan di Belanda punya rumah, kenapa disini?"
"Jakie jaga bicara kam-"
"Papa dan ibunya Nicolaas bercerai, Nak." Papa menyerobot pembicaraan, ini yang ingin Jakie dengar. Penjelasan dari Papa bukan dari Bunda.
"Lalu?" Ucap Jakie sambil menaikan sebelah alisnya.
"Papa harap kamu bisa menerima Nicolaas dan memperlakukan dia seperti adikmu sendiri."
Jakie meletakan toples yang sedari tadi ada didekapannya, membenarkan posisi tubuh lalu menghembuskan napas dan memejamkan mata sebentar.
"Agaknya sulit untuk saya memperlakukan seseorang dengan baik sedangkan saya sendiri tidak pernah diperlakukan baik." Ucapan Jakie sukses membuat seisi ruangan itu menolehkan matanya kepada Jakie. Mereka terkejut kata-kata itu bisa keluar dari mulut anak manis seperti Jakie.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOODIE BOY || JAKE SIM [END]
FanfictionDua remaja ini disatukan saat keduanya memiliki rasa takut pada hati mereka. Saat mereka ingin melangkah lebih jauh, namun takut tergelincir pada pijakan pertama. Lalu bagaimana keduanya berjalan beriringan, bagaimana mereka memulai langkah bersamaa...