Jakie membuka pintu rumahnya setelah memarkirkan mobil di garasi, setelah Anindira 'mengusir' nya, ia langsung mengarahkan mobilnya untuk pulang. Hari yang sudah ia bayangkan akhirnya terjadi hari ini. Berjalan dengan lesu menuju ruang keluarga, di sana ada Nicolaas yang sibuk bermain game duduk lesehan di atas karpet berbulu.
Sedang Jakie akhirnya memilih duduk di atas sofa, laki-laki itu membuka jaket jeans nya, menyisakan kaos hitam. Ia juga membuka sepatu conversenya, menaruh sembarangan di samping sofa. Kalau tahu, Bunda pasti akan marah tapi biarlah, Jakie sedang malas sekali menaruhnya di rak sepatu.
Jakie menyenderkan tubuhnya pada sofa hitam itu, memijat pelipisnya yang kini diserang rasa pening. Nicolaas menoleh ke arah belakang, memperhatikan Jakie yang kini terlihat lemas.
"Is everything good, Jakie?"
"Nope."
"Why?"
"Waktu lo pindah ke sini, reaksi pacar lo gimana, Nic?"
Nicolaas menukik alisnya, mencoba mengingat memori reaksi pacarnya saat ia tinggal pergi.
"Sedih?" Jawab Nicolaas dengan ragu.
"Kok ragu jawabnya?"
"Tidak terlalu ingat, sepertinya dia tidak terlalu keberatan."
Jakie mengacak rambutnya, jawaban Nicolaas membuatnya tambah pusing.
"Bunda di mana?"
"Di kamar."
Jakie bangkit dari duduknya, berjalan menaiki tangga menuju kamar utama di mana Bunda berada. Jakie mengetuk pintu, namun tidak ada balasan dari dalam sana. Ia pun membuka pintu berwarna cooklat itu, mengintip dari sela pintu yang terbuka. Terlihat Bunda sedang duduk di meja kerja dengan Macbook yang terbuka.
"Bunda?"
Mendengar ucapan lirih dari Sang Putra, Bunda akhirnya mengalihkan pandangan dari laptop. Tersenyum saat Jakie kini berjalan masuk ke kamarnya. Jakie duduk di atas kasur, menunduk dengan lesu.
"Bunda lagi sibuk, ya?"
"Kenapa, Nak?"
Bunda menghampiri Jakie, kini juga ikut duduk di sebelah Jakie. Jakie kemudian merebahkan kepalanya di atas paha Bunda, memejamkan mata karena rasanya hari ini ia lelah sekali. Bunda mengelus surai hitam putra kesayangannya, merasakan ada sesuatu yang tidak beres menghampiri Jakie.
"Bunda, Bunda tahu kan kalau Jakie sayang sama Anin?"
Bunda menjawabnya dengan sebuah anggukan, tangan lembutnya masih tetap mengelus surai hitam milik Jakie, membuat Jakie sedikit terbawa kantuk akibat sentuhan lembut itu.
"Anin bisa ngerasain perasaan Jakie, nggak Bun?"
Bunda menghembuskan napas, "Seharusnya sih, kalau dilihat dari sikap dia ke kamu selama ini, dia bisa rasain perasaan kamu."
"Berarti seharusnya Anindira paham kan kalau Jakie ke Jerman bukan berniat ninggalin dia?"
"Bun, Anindira kayaknya kecewa atas keputusan yang Jakie buat. Enggak, dia enggak marah, she said 'congratulations too', she hugs me. Tapi Jakie tahu dia sedih, Jakie harus apa, Bunda?"
"Mungkin Anindira masih butuh waktu, Jek? Coba besok kamu ke rumahnya lagi, bicara baik-baik. Bunda tahu Anindira anak baik."
Jakie bangun dari posisi tidurannya, kini menyandarkan kepalanya pada bahu Bunda.
"Hari ini pengumuman SBMPTN, Anindira berhasil lolos Universitas Indonesia. She is so happy. Tapi setelah dia tahu Jakie harus ke Jerman, dia langsung diam."
"Besok coba datangi lagi, ya, rumahnya Anindira?"
Jakie menganggu lesu. Dalam hati merasa, apa yang ia lakukan hari ini telah membuat hari Anindira runtuh. Itu benar. Benar seperti itu yang Anindira rasakan. Hari nya runtuh saat mendengar apa yang Jakie ucapkan. setelah Jakie pulang, Anindira langsung berlari masuk ke dalam kamar. Menangis sekencang yang ia bisa, melupakan pizza yang dijanjikan Mama, perempuan itu menumpahkan tangis yang ia tidak bisa luapkan di depan Jakie.
Ucapan Jakie adalah kenyataan yang benar-benar nyata, ditampar realita. Air mata yang kini meresap pada sarung bantal adalah air mata yang tidak pernah berani ia keluarkan di depan Jakie. Ia tidak mungkin menangis atas apa yang membuat Jakie senang.
Ribuan pertanyaan kini bercabang dalam pikiran Anindira, kata 'bagaimana' terus bermunculan di kepalanya. 'Bagaimana kalau mereka harus jauh?' 'Bagaimana kalau Jakie menemukan seseorang yang lebih dari Anindira?' 'Bagaimana kalau rindu tiba-tiba menyerang?' 'Bagaimana kalau Jakie melupakan Anindira?' 'Bagaimana kalau semua ini harus berakhir di Jerman?'
Kata 'bagaimana' dan 'kalau' bekerja sama menyerang Anindira. Membuat tangisnya mengeras. Yang Anindira lupa adalah semua itu hanyalah kata 'kalau' tapi bisa saja semua 'bagaimana' itu terjadi menghancurkan keduanya.
Tapi seharusnya Anindira tenang, karena ia bersama Jakie.
***
Pagi hari itu 3 laki-laki keluarga Koen sedang duduk bersantai di halaman belakang, menghadap langsung pada kolam renang dengan suara percikan air yang menemani. Papa bersama koran dan secangkir kopi, Nicolaas dengan ponselnya sedang tiduran di atas bean bag, Bunda sedang di dapur membuat camilan untuk 3 lelakinya.
Esok adalah hari keberangkatannya ke Jerman, barang keperluannya sudah masuk ke dalam koper besar, barang lainnya sudah dikemas ke dalam kotak untuk dikirim ke Jerman besok. Kamar Jakie bahkan sudah rapih dari barang-barang.
Kepergian kali ini jelas terasa berbeda, karena ia pergi untuk waktu yang cukup lama. Bukan untuk berlibur, bukan untuk menjaga Oma yang sedang sakit, tetapi untuk menuntut ilmu. Nantinya, di Jerman sana pasti akan ada banyak kesibukan.
Sudah 6 hari juga sejak ia pergi dari rumah Anindira, perempuan itu masih tetapi tidak mau membalas pesannya atau mengangkat teleponnya. Pizza yang Anindira janjikan benar dikirim oleh perempuan itu melalui ojek online, namun ucapan terimakasih yang Jakie kirim melewati pesan tidak Anindira balas.
Beberapa hari lalu juga ia sudah bertemu dengan Surya, menitip Anindira kalau-kalau suatu hari Anindira mengalami sesuatu karena Surya sepertinya adalah orang yang lebih sering bersama Anindira. Ia juga sudah bertemu dengan Jayden dan Sagha, sekedar pertemuan perpisahan sebelum ia benar-benar pergi. Menemui Maheesa ke Bandung untuk sekadar bertemu sapa dan menemui Mama untuk meminta maaf dan izin untuk pamit pergi yang tentu saja dibalas pelukan hangat. Hanya Anindira satu-satunya orang yang belum ia temui. Karena setiap Jakie ke rumahnya, Anindira selalu tidak mau keluar.
Jakie menghembuskan napas, beranjak dari kursinya lalu masuk ke dalam kamar. Menidurkan tubuhnya sambil menatap langit-langit. Mengambil ponsel dari saku celana pendeknya, lalu mengetikkan beberapa kata.
Jakiekoen:
Besok aku boarding jam 11.20
Barangkali kamu mau datang
KAMU SEDANG MEMBACA
HOODIE BOY || JAKE SIM [END]
FanfictionDua remaja ini disatukan saat keduanya memiliki rasa takut pada hati mereka. Saat mereka ingin melangkah lebih jauh, namun takut tergelincir pada pijakan pertama. Lalu bagaimana keduanya berjalan beriringan, bagaimana mereka memulai langkah bersamaa...