37. Prom Night

124 37 0
                                    

Seluruh siswa SMA Tunas Harapan pagi itu riuh di tengah lapangan indoor, ramai-ramai menunggu pengumuman kelulusan yang sebentar lagi akan diumumkan oleh kepala sekolah. Beberapa siswa memilih berdiri di tengah lapangan, beberapa lainnya memilih untuk duduk di tribun atas.

Yang mereka lakukan saat itu hanyalah mengobrol dengan teman seperjuangannya, bercerita tentang hal-hal khas anak remaja yang beranjak dewasa. Obrolannya macam-macam, ada yang sibuk menceritakan kampus impiannya, hobby baru, teman yang sedikit menyebalkan, pacar yang baru memberi kejutan atau membicarakan café hits di dekat tempat tinggal mereka. Obrolan-obrolan itu sukses membuat lapangan indoor penuh bisik-bisik semut. Ada juga yang sibuk memakan bekal sarapan, mengeluarkan lelucon kepada teman-teman yang sukses membuat teman yang lain tertawa, bercandaan-bercandaan khas anak SMA.

Ada juga yang memilih untuk membicarakan masa lalu, masa disaat mereka masih junior disertai iming-iming 'nanti kita kalau udah lulus, harus tetep temenan, ya?'. Hal itu berlaku juga untuk Anindira, Titan, Surya, dan Judan. Mereka sibuk membicarakan ini-itu, tertawa saat Surya diledek habis oleh Judan, atau menyimak dengan serius saat Judan cerita hantu.

Surya bersandar pada bahu titan, "Sedih enggak sih mau pisah gini, apalagi Titan mau kuliah di Semarang."

"Kok jadi sedih sih, tadi perasaan masih ketawa-ketawa ..." Balas Titan sambil melirik ke arah Surya.

Mereka berempat serentak terdiam, menyadari ucapan Surya benar bahwa mereka sebentar lagi akan berpisah untuk mengejar masa depan masing-masing. Tiga tahun bersama tentu bukan waktu yang sebentar, karena dengan mereka Anindira bisa berbagi tawa dan sedih tanpa harus merasa takut, Judan bisa dengan terang-terangan atas apa yang ia punya tanpa takut dimanfaatkan, Surya tak perlu takut menjadi diri sendiri agar bisa ditemani, Titan bisa berkembang seperti yang ia mau berkat dukungan mereka.

Tanpa sadar, mereka mengisi satu sama lain, memberi hal-hal positif yang sebelumnya tidak pernah mereka dapati dari siapapun dan di tempat manapun. Ke depannya pasti akan sangat sulit bagi mereka untuk bertemu karena mereka pasti akan sibuk dengan urusan kuliah masing-masing. Mereka perlahan mendekatkan tubuh mereka, berpelukan menjadi satu, mereka bukan hanya sekedar sahabat untuk Anindira, tetapi lebih dari itu.

Dari atas tribun seseorang memerhatikan Anindira dengan mata penuh perhatian, itu Jakie, dengan Sagha dan Jayden yang memilih menduduki tribun paling atas, paling jauh dari lapangan. Tidak seperti biasanya, kali ini tiga orang laki-laki itu hanya diam, tidak ada canda tawa, mereka sibuk masing-masing. Jayden sibuk bermain-main dengan tali sepatunya, Sagha sibuk dengan ponsel di genggaman, sedangkan Jakie tengah sibuk memperhatikan keindahan tuhan. Anindira. Yang kini juga sedang duduk di tribun lebih bawah bersama 3 teman-temannya.

Di dalam otaknya Jakie berpikir, bagaimana bisa perempuan dengan rambut sebahu itu tampak sangat cantik bahkan saat dilihat dari belakang saja, bagaimana bisa seseorang menyakiti perasaan perempuan itu, Jakie sekarang mengerti mengapa Anindira disayang teman-temannya, disayang Abang dan keluarganya, karena Anindira pantas mendapatkan itu. Perempuan dengan paras ayu dan berkelakuan luhur itu sangat pantas disayang semua orang.

Sedang asyik mengaggumi Anindira, kepala sekolah datang bersama guru-guru dari arah pintu masuk lapangan indoor, membuat seluruh siswa yang berada dilapangan maupun berada ditribun semakin merapatkan barisan. Harap-harap cemas menyelimuti siswa kelas 12 saat itu, menunggu pengumuman kepala sekolah dengan tidak sabar.

Kepala sekolah dan beberapa guru memberi pidato, wejangan-wejangan serupa yang sudah siswa-siswa hapal diluar kepala karena rasanya wejangan tersebut selalu di ulang-ulang selama tiga tahun. Waktu seakan diundur terus menerus dengan sengaja, membuat perasaan siswa kelas 12 saat itu semakin kacau.

HOODIE BOY || JAKE SIM [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang