33. Rainy Day

149 43 2
                                    

Anindira bergelung dengan beberapa lembar kertas di atas meja. Membaca tulisan-tulisan itu berulang kali memastikan tidak ada yang keliru. Bibir kecil nya sesekali mengucap kata tanpa suara, diiringi oleh gerakan menggaruk pelipis.

Anindira pusing. Minggu ini adalah jadwal ujian praktik. Ia menghapalkan dialog-dialog drama yang sudah ia latih sejak 2 minggu lalu. Juga menghapal pidato Bahasa inggris yang akan di praktikan besok. Di lain sisi, Jakie juga sama pusing. Laki-laki itu sibuk mempersiapkan ujian praktik dengan pelajaran yang tentu saja Anindira tidak mengerti karena mereka berbeda jurusan.

Jujur saja, selama 6 bulan terakhir intensitas kedekatan mereka menurun. Mereka tidak punya waktu untuk sekedar keluar bersama. Jadwal yang semakin memadat seakan tidak memberi mereka jeda untuk sekedar duduk berdua.

Saat awal-awal kelas 12 mereka masih bertemu untuk sekedar pulang bimbel berdua, makan soto Bu Titin, atau mampir ke CGV untuk menonton film. Tetapi sejak semester 2, hal itu sudah tidak ada lagi. Namun tetap, yang tidak hilang adalah Jakie masih sering mengirim makanan secara tiba-tiba melalu aplikasi ojek online. Pernah sekali, laki-laki itu mengirimkan makanan saat rumah Anindira tidak berpenghuni, membuat abang ojek menelepon Anindira.

Hari itu sedang hujan, Jakie bilang akan mengantar Anindira ke rumah Titan untuk mengambil kostum persiapan praktik drama. Jakie memaksa untuk mengantar setelah laki-laki itu tahu mobil yang biasa Anindira gunakan sedang dibawa ke Bandung oleh Maheesa.

Handphone Anindira bergetar, menampilkan contact bernama Jakie Koen sebagai penelepon. Tanpa perlu lama, Anindira mengangkat telepon itu.

"Nin, udah siap? Aku udah dibawah, ya, tapi hujan deras. Kamu ada payung, enggak?"

"Sebentar ya!"

Anindira berjalan menuju luar rumahnya tanpa mematikan sambungan teleponnya dengan Jakie. Membuat Jakie diseberang sana bisa mendengar sayup-sayup suara Anindira yang sedang bersenandung. Benar kata Jakie, hujannya sangat deras, ia kira hanya rintik kecil saja. Anindira memasuki garasi mobil, mengecek sudut ruangan untuk mencari payung yang biasanya diletakan di ujung ruangan, namun nihil.

"Jakie, enggak ada payung. Kamu buka pintu mobilnya aja, aku lari." Ucap Anindira seraya melepas sepatu converse nya dan mengganti dengan sandal jepit.

"Aku samperin aja, aku ada payung."

Tidak lama, Jakie muncul dari pintu gerbang rumah Anindira dengan payung berwarna merah maroon .

"Kok dilepas sepatunya, Nin?" Ucap Jakie saat melihat Anindira mengganti sepatu nya.

"Hujan, pasti sepatu nya basah nanti."

"Dibawa aja sepatu nya."

"Enggak usah, ribet."

Jakie mengangguk, setelahnya mereka berjalan berdua dalam satu payung. Jakie merengkuh Anindira, memastikan tubuh perempuan itu tidak basah terkena percikan hujan.

Setelah menaruh payung dikursi belakang, Jakie membuka ponselnya untuk memasang google maps.

"Rumah Titan di mana, Nin?"

"Perumahan puri." Ucap Anindira acuh karena perhatiaannya telah terenggut oleh naskah drama yang sedari tadi ia genggam.

Jakie lalu melajukan mobilnya dengan kecepatan pelan, karena hari sedang hujan jadi ia mengendarai mobilnya dengan hati-hati demi keselamatan bersama. Jakie berinisiatif mengecilkan volume audi tape pada mobilnya karena ia tahu Anindira sedang menghapalkan naskah drama.

"Naskah nya udah hapal?"

Anindira mendengus, "Udah, sih, tapi takut detail nya ada yang lupa."

Jakie mengangguk.

HOODIE BOY || JAKE SIM [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang