Jakie baru saja keluar dari ruang rapat, panitia acara lomba baru saja menyelesaikan evaluasi setelah pertandingan selesai. Hari sudah sore, peserta lomba dan juga siswa Tunas Harapan sudah kembali kerumah mereka masing-masing.
Jakie sedang sibuk mengecek hasil dokumentasi melalui kamera di tangannya, Jayden menyenggol lengan Jakie dengan tidak sabaran. "Nungguin lo kali tuh cewek."
Jakie yang merasa terinterupsi, menolehkan kepalanya mencari objek yang dimaksud Jayden. Perempuan dengan tas punggung berwarna kuning pastel sedang berdiri di dekat pilar besar samping gerbang sekolah dengan celingak-celinguk seperti mencari sesuatu.
Tepat setelah mata bulat besar itu menangkap sosok yang ditunggu, perempuan itu melambaikan tangannya ke arah Jakie.
"Tuh kan benar nungguin lho, udah ah gue duluan males jadi nyamuk."
Jakie hanya berdecak malas mendengar guyonan Jayden, lalu Jakie menghampiri seseorang yang akhir ini selalu muncul dihadapannya.
"Nungguin siapa kamu?"
Perempuan itu tersenyum, menyodorkan sesuatu yang membuat alis Jakie mengkerut juga bibirnya menarik simpul. "Nungguin lo, nih."
Jakie menerima iced matcha itu, menyeruputnya pelan. "Katanya matcha bisa nenangin pikiran, enggak tau sih benar atau enggak." Ucap perempuan itu.
Jakie tertawa mendengar ucapan Anindira. Gemas. "Makasih ya, kamu kok belum pulang? Pulang sama siapa?"
"Belum pulang nungguin lo, itu sebenarnya pengganti dimsum sih, ini gue baru aja mau pesan ojek."
Anindira kemudian fokus pada ponselnya, menggeser-geser layarnya.
"Nin."
Anindira mendehem, menolehkan kepalanya ke arah Jakie.
"Pulang bareng saya aja."
Anindira mengatupkan bola matanya berkali-kali sebelum akhirnya menganggukan kepala.
"Gue enggak pernah tau lo bisa bawa mobil, is this legal?"
Pertanyaan itu keluar dari bibir kecil Anindira setelah ia dan Jakie memasuki mobil sedan hitam milik laki-laki itu.
"Legal lah, baru dapet SIM 1 bulan lalu." Ucap Jakie sambil menarik seatbeltnya dan juga memberi kode kepada Anindira untuk segera memasang seatbelt.
"Kaget aja, tumben bawa mobil."
"Tadi pagi anak jurnalis pada nebeng."
Setelahnya hening melanda, hanya suara musik dari tape mobil yang sedang memutarkan lagu The Scientist milik Coldplay.
Anindira bergumam, menikmati nada-nada itu.
"Suka coldplay juga, Nin?"
Anindira menolehkan wajah ke arah Jakie yang sedang fokus menyetir, kepalanya mengangguk-angguk tanda bahwa ia juga menikmati lagunya. "I am not sure sih, cuma dengerin beberapa lagunya aja."
Tidak berapa lama, mobil sedan itu berhenti di depan pagar rumah yang terbuka lebar, menampilkan seorang wanita paruh baya yang kini sedang menyirami tanaman di depan halaman rumah.
Anindira membuka seatbeltnya, tapi saat tubuhnya ingin membuka pintu mobil, Jakie menahan pergelangan tangan Anindira.
"Itu ibu kamu, Nin?" Anindira mengangguk. Tidak sampai situ, ternyata Jakie ikut membuka seatbeltnya kemudian turun dari mobil, diikuti Anindira yang merasa kebingungan.
"Sore, Tante." Mama Dira menolehkan kepala, melihat sosok laki-laki muda yang kini berada di sampingnya.
"Ah, ya, sore."
"Saya Jakie, Tante, maaf Anindira harus pulang telat karena tadi harus nunggu saya selesai rapat."
"Iya, gakpapa, Nak."
"Kalau begitu saya pamit ya, Tante." Ucap Jakie sambil menyalami tangan Mama Anindira yang sedikit basah karena menyirami tanaman. Sedangkan Mama Anindira hanya kebingungan melihat ini.
Dibenaknya, anak laki-laki siapa ini, kok sopan sekali.
Sebelum kakinya sempat keluar dari pekarangan rumah itu, Jakie membalikan badannya lagi. "Nin, makasih ya, tadi matcha nya beneran bisa nenangin."
Anindira tersenyum, lalu setelahnya laki-laki menghilang bersama mobil sedan hitam itu.
"Siapa itu, Dir. Kok sopan sekali? Mama suka lihatnya."
Anindira menghembuskan napas. "Ma, udah deh."
"Kelihatan baik anaknya, mama suka. Enggak seperti yang kemarin."
Anindira yang malas mendengar celotehan mama yang bisa saja memanjang akhirnya memilih untuk masuk ke dalam rumah. Meninggalkan Mama yang mendengus kesal karena diabaikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOODIE BOY || JAKE SIM [END]
FanficDua remaja ini disatukan saat keduanya memiliki rasa takut pada hati mereka. Saat mereka ingin melangkah lebih jauh, namun takut tergelincir pada pijakan pertama. Lalu bagaimana keduanya berjalan beriringan, bagaimana mereka memulai langkah bersamaa...