26. Jayden Sides

157 43 0
                                    

"Lo kenapa si, Jek? Cabut segala. Biasanya dimarahin Bunda kayak apapun lo enggak sampai segininya."

Jakie bergeming, fokus pada layar televisi yang berada di kamar Jayden. Alasan mengapa ia berakhir dikamar bernuansa hitam ini adalah karena ia malas menyusul Sagha ke Bandung. Tepat sekali setelah selesai mengisi e-toll di supermarket, Jakie melihat temannya ini mengupload status di sosial media bahwa laki-laki itu baru saja mendarat di Jakarta.

Buru-buru ia telepon Jayden, menanyakan posisinya dan Jayden menjawab ia sedang dijalan pulang ke rumah dari bandara. Itulah mengapa ia ada disini, jelas kedatangannya membuat Jayden menggerutu karena waktu istirahatnya harus diganggu oleh Jakie walauppun sebenarnya Jakie tidak mengganggu sama sekali dan hanya diam saja.

"Kalo mami tau lo minggat dari rumah udah diusir lo dari sini." Ucap Jayden sambil mendudukan dirinya di sofa single diujung ruangan.

Jakie menaruh stick PSnya diatas karpet, menyandarkan tubuhnya pada pinggiran kasur Jayden yang menghadap langsung ke arah televisi.

"Bokap ada dirumah."

"Ya terus kenapa?"

"Ada Nicolaas dan Oma juga."

Jayden terdiam, menghampiri Jakie dan duduk disebelahnya.

"Gue benci lihat Bunda baik-baik aja didepan orang yang jelas nyakitin dia, dan juga gue bingung harus gimana didepan mereka."

"Karena being nice gue enggak mau, dan being rude gue enggak bisa. Walaupun gue pengen banget ngeluarin apa yang gue rasain sejak 4 tahun lalu."

"Gue takut, Jay, kata-kata Oma 4 tahun lalu masih bersarang dikepala gue, masih gue inget jelas, gue 4 tahun yang lalu penakut banget, jadi waktu Oma ngomong gitu gue cuma bisa diam. Tapi sekarang, setelah 4 tahun berlalu, saat gue udah tumbuh dan tau cara bersikap, rasa takut gue dan rasa hormat gue ke Oma masih sama kayak 4 tahun lalu."

"Dan itu, bikin gue gak berdaya, bikin gue kaku padahal harusnya gue maju seribu langkah buat lindungin Bunda."

Tidak ada air mata yang keluar dari netra laki-laki itu, juga tidak ada kata-kata menggebu yang menandakan laki-laki itu sedang dibaluti amarah. Jakie mengucapkannya terlalu lemah, jelas membuat Jayden paham bahwa air mata bahkan tidak lagi bisa menjelaskan rasa sakit laki-laki itu.

Jayden hanya terdiam, menyimak ucapan laki-laki itu dengan saksama, ia pernah mendengar kisah gelap Jakie saat mereka memutuskan berteman. Sudah satu tahun lalu, ia kira semua nya telah berubah, tetapi ternyata pilu nya masih sama. Jakie jelas bertumbuh, Jayden percaya akan hal itu, karena setahun lalu Jakie menceritakan ini dengan isak tangis pilu, kali ini tidak, seakan rasa sakit sudah menjadi teman bermain.

"Gue harus gimana, Jay? Gue bingung, gue takut, gue pengen lindungin Bunda tapi rasanya enggak bisa."

"Tapi mau sampai kapan, Jek? Mau sampai kapan lo lari dari semua ini? Gue tahu rasanya enggak mudah, tapi udah 4 tahun, kalau lo belum ikhlas harusnya rasa takut lo berkurang."

Jakie terdiam, menunduk menatap bulu halus pada karpet dengan dalam seakan ada sesuatu disana.

"Lo bahkan enggak tahu alasan mereka kesini kenapa? Jelas bukan untuk bertamu aja, karena kalau cuma bertamu bisa datang dari kemarin-kemarin."

Jakie mengangguk, diam-diam menyetujui tuturan yang keluar dari mulut Jayden.

"Terus gue harus gimana?"

"Balik lah, harusnya lo dirumah kali jagain Bunda, ngapain lo minggat segala?"

"Ya gimana, gue udah terlanjur bilang mau ke Bandung baliknya besok, masa tiba-tiba pulang? Malu dong?"

Jayden menepuk jidat, begini nih kalau enggak pernah nakal tiba-tiba ngide minggat dari rumah, jadi enggak terencana dengan matang. Sedang memikirkan rencana gila, tiba-tiba Jayden tersentak saat Jakie berteriak.

"ANJIR JAY!!"

"Kenapa anjir kenapa?" Jayden merebut ponsel Jakie, membaca pesan singkat dari seseorang di seberang sana.

Bundaaaa: Jakie kamu dimana, nak? Tadi bunda telepon Sagha katanya dia belum ketemu kamu? Kamu udah sampai mana? Atau lagi keliling kota bandung?

"Gila, lo emang enggak bilang Sagha?"

"Ya enggak, tadi gue telepon gak diangkat."

"Astaga, Jekiiii, yaudah lo bilang ke Bunda kalau lo lagi keliling Bandung, sekarang gue telepon Sagha biar dia enggak ngomong aneh-aneh ke Bunda."

Jakie menggangguk, mengetikkan pesan balasan kepada Bundanya, sebelum Bunda menelepon.

Bundaaaa: Jakie kamu dimana, nak? Tadi bunda telepon Sagha katanya dia belum ketemu kamu? Kamu udah sampai mana? Atau lagi keliling kota bandung?

Jakiekoen: Udah sampai, belum ketemu Sagha, Bunda gak usah khawatir.

Ya, Jakie sedikit bersyukur memiliki teman seperti Jayden yang skill berbohongnya sering diasah dan digunakan. Jadi saat situasi seperti itu, skillnya sedikit terpakai.

"Sagha bilang apa, Jay?"

"Titip salam buat lo, katanya kalau mau bohong harus banyak-banyak berlatih."

Jakie meringis, menyadari diantara mereka bertiga, Jakie yang paling straight forward. Setelah selesai urusannya dengan Bunda, sekarang ia harus memikirkan cara untuk menjelaskan semua ini kepada Anindira, Jakie rasa perempuan itu perlu tahu mengingat Anindira sudah menjadi bagian yang berarti bagi Jakie.

Entah bagaimana respon Anindira nanti, apakah perempuan itu akan tetap tinggal atau pergi setelah mengetahui keadaan keluarga Jakie yang sebenarnya. Yang penting, Jakie sudah berusaha terbuka dan apa adanya. Anggaplah respon perempuan itu adalah bonus. Syukur jika Anindira menerima, yasudah jika Anindira pergi.

Malam ini ia akan bermalam di kamar Jayden, besok setelah pulang sekolah ia akan selesaikan semua masalah yang sudah menumpuk bertahun ini. Biarlah semuanya berlalu, luka dihatinya dibiarkan saja mungkin memang tidak ada obatnya.

Yang harus ia lakukan saat ini hanyalah menarik selimut lalu masuk ke alam mimpi, namun sayang harus terinterupsi oleh notifikasi dari ponsel yang tergeletak di sampingnya. Ia bergegas membukanya, lalu setelahnya sesuatu di dada nya bergemuruh hebat saat membaca satu bari chat dari seseorang.

Bunda: Bunda tahu kamu kecewa, maaf ya, Nak. Bunda sayang banget sama Jakie.

Sudah tak terhitung berapa kali Bunda mengucapkan bahwa beliau menyayangi Jakie, tapi yang kali ini sukses membuat hati Jakie gelisah. Seperti ada rasa bersalah yang tertanam dibalik kata-kata itu. Demi apapun walau Jakie kecewe dengan Bunda, tak pernah terlintas dipikirannya untuk menyakiti dan menginggalkan Bunda, walau ia sadar perlakuannya yang sekarang pasti menyakiti beliau.

Jakie menghela napas berat, mematikan ponselnya tanpa membalas pesan itu, ia hanya ingin tidur nyenyak. Janji esok akan ia selesaikan semuanya semenyakitkan apapun keadaannya. 

HOODIE BOY || JAKE SIM [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang