Waktu perlahan menuntunku pada pendewasaan hati. Berlapang dada atas seluruh yang pergi dan semua yang hilang dan tak kembali. Aku tidak pernah menyesal segala sesuatu yang kini tinggal kenangan itu pernah terjadi. Yang aku sesali adalah tak ada lagi kesempatan untuk memperbaiki kesalahan dan menyampaikan sesuatu yang terpendam.
Masih banyak sekali yang belum sempat disampaikan. Masih banyak sekali pertanyaan yang belum sempat kutemukan jawabannya. Kadang, ketika aku sedang di kamar dan sendirian, aku memikirkan banyak hal. Aku memikirkan sesuatu yang sudah aku tau ujungnya hanya berakhir pada sebuah tanda tanya (?).
kenapa? mengapa? bagaimana bisa?
Bukankah bertanya seperti itu pada diri sendiri amat menyebalkan? mencari dan memikirkan jawabannya semakin menyebalkan. Aku terjebak pada situasi antara bertahan dengan kenangan atau pergi jauh dari seluruh tentangnya. Kau tau? bahkan itu juga percuma jika kulakukan. Bukankah kenangan itu tetap tersimpan dalam memori? bukankah sejauh apapun aku meninggalkan semua tentangnya pada akhirnya aku tetap menyimpan memori itu dalam kepala? bukankah sia-sia jika kulakukan?
lihat, bahkan hal ini berakhir dengan tanda tanya (?).
Aku tau, terkadang jawaban itu tidak perlu. Sungguh terkadang kita tidak perlu menemukan jawaban dari setiap pertanyaan. Sebab, mungkin begitulah baiknya. Tidak menemukan jawaban adalah jawaban. Dan aku baru menyadari hal tersebut setelah sekian hari seolah berjalan perlahan. Tidak mudah melewatinya. Kau tanyakan sajalah pada langit-langit kamarku berapa kali aku termenung menatapnya. Tatapan kosong. pikiranku yang riuh ramai. Seolah kepalaku adalah lampu dimusim panen, dihinggapi laron yang terbang mengitari.
Tidak mudah melewatinya. Andai saja perasaan itu seperti buih, diusap perlahan hilang tanpa berselang, pasti akan terasa mudah. Pasti malam-malam panjang akan menyenangkan tanpa perasaan kangen yang datang begitu saja.
Tidak mudah melewati hari-hari yang biasanya ada kabar, dering telepon, ocehan, dan masih banyak lagi yg semuanya ada kamu didalamnya. Tidak mudah melewatinya ketika riuh ramai itu direnggut oleh sunyi.
Tidak mudah... tapi, bukan berarti tidak bisa dilalui.
Kita selalu punya pilihan. Selalu ada jalan yang bisa kita pilih. Bahkan disituasi sesulit apapun kita selalu punya pilihan.
Langit yang sudah murung dan muram pun kadangkala bisa kembali cerah. Anggap saja itu pilihan. Tidak memilih hujan adalah pilihan. Bahkan disituasi yang sudah murung dan muram. Ia tetap bisa kembali cerah.
Begitulah kini aku.
Memilih untuk memayungi diri sendiri dan tidak bermain dengan rintiknya. Meski satu dua tetes rintiknya masih bisa menembus. Tapi setidaknya tidak sampai membuatku kembali untuk menangkup rintik dan bermain dengan hujan.
Meski sulit berjalan digemuruh dan derasnya kenangan, aku akan tetap berlalu lalang mencari jalan pulang yg bermuara pada kerelaan.
Kerelaan yang membuat aku menerima kehilangan. Juga menerima kesempatan yang sudah tidak ada lagi.
Sudah kubilang, aku tidak menyesal segala sesuatu yang kini tinggal kenangan itu pernah terjadi. Aku tidak menyesal pernah berjalan bersisian, bercerita sampai ketiduran, pergi bersama dari pagi sampai senja, juga banyak hal lain yang menyenangkan. Aku tidak menyesal pernah melalui kenangan bersamamu. Itu menakjubkan. Meski masih banyak yang belum sempat kusampaikan padamu.
Biarlah, biarlah seperti itu. Biarlah tetap bersembunyi dalam senyap suara yang tidak sampai ditelingamu. Biarlah hanya sampai pada ranting-ranting puisi yang hinggap sesaat lalu terbang terbasuh angin.
Yang entah apa mudah dimengerti bahasa yang kurangkai dari memetik senja dan menangkup rintik hujan.Biarlah segala tanya yang ingin kusampaikan tidak bermuara pada jawaban. Biar mengalir begitu saja. Mengikuti arus sampai bermuara pada cerita dilain hati.
Sebab, segala hilang dan pergi kelak akan berganti. Kupikir, sudah saatnya aku menyadari bahwa tak selamanya bentuk kehilangan itu menyedihkan. Boleh jadi, kehilangan adalah jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dan keraguanku selama ini. Bahwa hati perlu belajar untuk kembali mendewasakan diri.
Terima kasih pernah menjadi bagian dari Januariku. Yang pernah memberi perayaan dan doa baik dibulan lahirku. Meski sebenarnya aku tidak menyukai perayaan atas sesuatu yang semestinya direnungi. Sebab, yang bertambah hanyalah angka pada usia, waktuku terus berkurang.
Terima kasih, kini tiada lagi kamu dibagian Januariku.
***
Halo. Apa kabar kalian?
Sudah sekian purnama aku tidak melanjutkan menulis di "Tulisan Yang Hampir Hilang" ini.Kini, kurasa.
Tiba waktunya untuk menyudahi.Iya, part ini menjadi bagian terakhir dari
"Tulisan Yang Hampir Hilang". Part ini pun sudah sekian purnama tersimpan didraft.
Aku kehilangan selera menulis. Entah kenapa. Aku juga bingung. Mencoba menulis lagi, ujung ujungnya cuma melihat kursor berkedap kedip dilayar laptop. Writers Block .Baiklah. Sekian penutup cerita ini.
Terima kasih banyak untuk seluruh yang pernah membaca "Tulisan Yang Hampir Hilang"
<3
Oiya.
Akan rilis cerita baru berikutnya.
Sedang proses.
.
.
.Oke See U :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Tulisan yang hampir hilang.
RandomSekumpulan tulisan yang dimulai dari puisi-puisi, lalu berlanjut ke tulisan-tulisan panjang bergenre senandika. Tentang aku, kau, dan cerita-cerita yang lahir dari perjalanan.