Lekas tersenyum, kiranaAku tahu kau masih asik berlarian di ruang imaji yang kau ciptakan dari puing-puing dahulu. Kau masih sibuk memajang potret senyumnya yang selalu mekar dalam belukar hatimu.
Aku tahu kau masih ingin menggapai tangannya sekali lagi lalu mengenggamnya erat, agar tiada luka, agar tak pergi. Kau masih ingin bersulang kopi dan menertawakan dunia.
Aku tahu kau rindu pada puisi picisan yang mampu membuat pipimu merona merah, lompat-lompat kecil diatas kasur, atau sekadar menutup wajahmu yang malu dengan telapak tangan. Kau rindu menikmati temaram sembari mengelilingi kota di atas dua roda.
Aku tahu kau marah, menyesal, kecewa, campur aduk tidak menentu rasanya. Kau ingin teriak, bukan? Menghujat namanya dengan nama binatang sekeras-sekerasnya.
Menertawakan rasa sayang yang kini kau anggap sebagai kebodohan.Aku tahu kau sedang tidak baik-baik saja. Tidak perlu memaksa tersenyum dihadapanku. Sembab dimatamu tidak bisa berbohong. Kemarilah, duduk dulu, disini, disampingku—seseorang yang mungkin tidak bisa menggantikanya. Tapi, paling tidak bisa membantumu meredakan luka dan membuatmu lekas tersenyum.
Cepat pulih, kirana.
Ditulis oleh syawaludin syihab
Didedikasikan untuk kawan-kawan yang sedang merasa demikian.Kirana hanyalah prakata untuk mewakili subjek dalam tulisan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tulisan yang hampir hilang.
RandomSekumpulan tulisan yang dimulai dari puisi-puisi, lalu berlanjut ke tulisan-tulisan panjang bergenre senandika. Tentang aku, kau, dan cerita-cerita yang lahir dari perjalanan.