Bertanya Kabar

48 7 0
                                    

"Terkadang sesuatu yang kita benci
justru sesuatu itu menjadi satu-satunya obat bagi kebencian itu sendiri"

-Syawal

***


Sebelum berdamai dengan masa lalu, bertanya kabar adalah salah satu yang paling kubenci. Kupikir, untuk apa? Atau, biar apa? Persetan dengan alasan apapun, aku dulu sangat tidak suka bertanya atau ditanya kabar oleh masa lalu. Kupikir, rasa benci itu mampu membuatku mampu menerima perginya, justru rasa benci itu memperjelas keadaan bahwa aku belum bisa menerima kenyataan.

Semakin besar kebencian itu semakin membuat waktu seolah berjalan lambat dari semestinya. Seolah pusat semesta saat itu hanya berpusat pada satu arah: membuatnya merasakan luka yang sama. Sebegitu hebat efek dari benci yang terus menumpuk.

Kau tahu, hal yang paling aku benci justru menjadi penawar bagi kebencian itu sendiri.

Suatu ketika masa lalu menyapaku di linimasa. Sungguh kejutan, ia memulai obrolan dengan bertanya kabar. Kujawab sesingkat mungkin. Ia justru membalas dengan permintaan maaf. Detik pada saat itu bagai busur panah yang tepat menghunus kesadaran. Pertanyaan tentang untuk apa? Biar apa? Perihal bertanya kabar justru pada saat itu menemukan jawabannya sendiri.

Untuk apa? Biar apa? Kesimpulanku adalah agar kita mampu berdamai.

Seseorang yang pernah kenal dan dekat lalu menjadi asing saat bersinggungan kembali sama saja seperti perang dalam diam. Sungguh pelik, bukan? Menjadi tidak peduli adalah kewajaran. Tapi pikirku, menjadi pembenci adalah kekeliruan.

Tidak pernah kusangka ternyata sesuatu yang dulu kubenci justru menjadi satu-satunya obat bagi kebencian itu sendiri. Pertanyaan "apa kabar?" darinya menjadi kejutan baik dan mengubah sudut pandangku.

Ternyata berdamai tidak sepelik yang kukira. Asalkan, rasa benci dan ego tidak kita unggulkan.

Bekasi, 25 Agustus 2019
Tertanda
-Syawal

***

Semoga suka, ya

Tulisan yang hampir hilang.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang