Aku menyukai senja. Aku senang melihat lembayung senja dan menantikannya. Seperti setiap Minggu sore adalah jadwal rutin tidak tertulis untukku menikmati senja dari bibir danau buatan yang terletak di sisi Barat Bekasi.
Danau ini cukup tenang meski berada tepat dipinggir jalan raya. Di sekitar danau ini adalah perkebunan dan pesawahan. Apartemen, rumah sakit dan Waterboom terlihat dari kejauhan. Satu dua penjual kopi keliling atau yang lebih dikenal dengan istilah starling (Starbak Keliling) berjualan disekitar danau ini. terkadang juga tukang bakso Malang ikut berjualan.
Kau mau tahu apa yang paling menarik dari tempat ini hingga seringkali aku menikmati senja disini? Jawabannya adalah pemandangan matahari tenggelam tepat berada nun jauh di depan sana serta di sisi sebelah kanan danau seringkali kulihat anak kecil bermain air dan berenang disana. Danau ini tidak terlalu dalam. Kedalamannya hanya sekitar pinggang orang dewasa. aku tahu karena aku pernah melihat seseorang mencari ikan sambil benerang. Dan lihatlah, ada banyak sekali layangan di atas langit danau ini. beberapa orang memang bermain layangan di tanah lapang yang terdapat di sebelah danau ini. oh iya, jangan lupakan satu dua orang memancing dengan tenang dari bibir danau.
Bukan hanya itu, tempat ini juga seringkali dijadikan objek untul self healing. Beberapa kali ketika aku dan temanku datang ke tempat ini, kutemui seseorang duduk sendirian menghadap ke danau. Suatu waktu seorang perempuan seusiaku duduk sendirian menghadap danau. Dengan cemilan dan minuman bersoda yang ia bawa serta earphone yang ia gunakan entah sedang mendengarkan musik atau apa, perempuan itu asik dengan dunianya sendiri. Aku juga pernah seperti itu, tapi bedanya perempuan ini menikmati waktu sendirinya dari sejak aku datang sekitar jam 5 sore sampai senja tiba dan matahari sudah sempurna tenggelam. Pun hal yang sama pernah kutemui diseorang laki-laki yang duduk menghadap danau sambil beberapa kali membakar rokok dan meneguk kopi. Hanya seperti itu sampai lembayung menggoreskan warnanya di langit.
Aku suka memerhatikan hal semacam itu. Terkadang, aku memotret moment seperti itu. rasanya menyenangkan. Ketika aku datang ke suatu tempat lalu ada cerita yang bisa kuambil. Matahari tenggelam nun jauh di ujung sana, air danau yang mengkilat-kilat dibasuh cahaya kekuningan, anak kecil yang saling berkejaran bermain air, layang-layang yang meramaikan langit. Dan hei, lihatlah, burung-burung yang berterbangan di sekitar danau juga menambah suasana hangatnya senja di sisi Barat kota Bekasi ini.
Aku juga senang menuliskan moment-moment tersebut menjadi sebuah tulisan yang memenuhi buku catatanku. Yang ketika sudah lama terpendam begitu saja ketika kubaca kembali perasaan yang pernah kurasakan dulu akan dengan otomatis terasa saat itu. seperti memutar kaset kembali.
Danau ini memang tempat yang cantik untuk melihat dan menikmati senja sambil bersulang kopi dan bercerita. Tapi lihatlah, senja bukan hanya tentang warna yang indah saja. lihatlah bagaimana perpindahan terang menjadi gelap, bagaimana sore yang hangat berganti menjadi malam yang dingin, bagaimana banyak orang pulang dari kegiatannya untuk beranjak istirahat dipelukan malam.
Kita hidup di antara pagi dan malam, matahari dan bulan, terang dan gelap, ramai dan sunyi dan sebagainya, dan sebagainya. Dua sifat yang berlawanan. Yang sering kali kita temui dalam kehidupan.
Dan begitulah, kini aku.
Berada dalam proses pendewasaan yang tidak semenyenangkan menjadi anak kecil. Aku tidak bisa lagi menangis karena meminta sesuatu, justru berusaha sampai menangis karena bekerja untuk sesuatu. Aku bukan lagi anak kecil yang merajuk ingin dibelikan mainan, justru kini aku harus paham bagaimana keadaan keluarga agar tanpa perlu orang disekitarku merajuk untuk dibelikan atau dibantu olehku. Aku bukan lagi anak kecil yang punya banyak waktu untuk bermain, karena dari Senin hingga Sabtu waktuku lebih banyak dipakai dibawah tekanan pekerjaan. Tidak menyenangkan memang. Tapi begitulah realita hidup. Senang dan tidak senang adalah hal yg lumrah. Kau tahu? Menariknya ketidakmenyenangkan itu akan menjadi sesuatu yang menyenangkan karena waktu telah menuntun kita untuk terbiasa.
Kau tahu? Kelak, ketika kau mulai terbiasa dengan rutinitas produktif dari Senin hingga Sabtu, kau akan menemukan disatu hari libur hanyalah sebagai pelarian rutinitas saja, sebab setelahnya kita kembali bertemu hari Senin dan pekerjaan.
Senja memang sarat akan makna. Lihatlah ketika moment senja tiba, kau tengok sisi barat dan timur, bukankah saat moment itu terang dan gelap seolah saling bersahutan?. Dan ada banyak sekali nasihat lama yang diambil dari moment senja, aku pernah mendengar salah satunya seperti ini;
"lihatlah, kita hidup diantara terang dan gelap. Kita akan tetap hidup dikedua sisinya. Dalam perjalanan, maknai dengan kesabaran. Sebab, gelap dan terang menyapa bersahutan. Tenang... Tenang... Sabar dan tenang mendaki tujuan." Seperti itu kurang lebih jika kusederhanakan.
Bagiku, ada hal yang paling mendasar dalam sarat makna senja yang sampai saat ini menjadi pengingat. Yaitu bahwa kita akan sama-sama pergi sama halnya seperti senja. Kita akan tenggelam dan hilang ditelan masa. Sebab pada hakikatnya, terang dan gelap yang saling bersahutan akan bermuara pada satu yang sama. Berpulang dan sendirian. Laiknya senja.
—syawal
KAMU SEDANG MEMBACA
Tulisan yang hampir hilang.
RandomSekumpulan tulisan yang dimulai dari puisi-puisi, lalu berlanjut ke tulisan-tulisan panjang bergenre senandika. Tentang aku, kau, dan cerita-cerita yang lahir dari perjalanan.