Kota Bekasi

75 15 4
                                    


"sejauh apapun langkah bertualang
Kota tempat kita tumbuh akan selalu
menjadi rumah ternyaman untuk merebahkan rindu."

—syawal

***


Suatu ketika seorang teman pernah berkata "sebagus apapun kota yang kita kunjungi, pada akhirnya kota tempat kita tumbuh adalah rumah ternyaman"

Aku tersentil dengan kata-katanya. Kalau boleh jujur, aku sempat tak suka dengan kota ini. Bekasi adalah kota tempatku tumbuh. Tapi aku dilahirkan di Jakarta. Saat umurku masih 1 tahun kedua orang tuaku hijrah ke Bekasi. Sebuah Kota yang pernah di sebut sebagai "planet di luar bumi atau planet pluto", dianggap hilang dari bumi karena beberapa faktor; entah itu karena panasnya yang menurut beberapa orang tak masuk akal; entah itu karena jalannya yang dulu banyak berlubang; entah itu karena pusat pembuangan sampah yang berada di kota ini atau entah karena apa, aku juga tidak begitu tahu, tapi banyak yang bilang seperti itu.

Aku sempat tidak suka dengan kota ini karena banjir yang sering terjadi di daerah perumahanku. Bayangkan, pernah suatu ketika matahari sedang terik-teriknya tapi dalam hitungan jam tiba-tiba air sudah membanjiri jalanan. Ternyata pintu air di kanal yang seharusnya dibuka justru ditutup oleh orang perkampungan dengan dalih agar sawahnya tidak kebanjiran.

Aku sempat tidak suka dengan kota ini karena macet yang setiap hari aku temui disetiap perempatan jalan dari stasiun Bekasi sampai Terminal Cikarang. Sebagai seorang yang bekerja di salah satu pabrik di kawasan Jababeka-Cikarang, tentu saja membuatku pagi-pagi buta harus berangkat karena harus menempuh perjalanan selama kurang lebih satu jam. Setiap pagi aku menemui ambisi yang sama dari orang-orang yang entah bekerja untuk apa? Apapun itu aku yakin setiap orang punya alasan terbaik. Anehnya, ambisi itu lebih banyak berasal dari para perantau, bukan berarti orang asli sini tak berambisi, tapi coba tengok setiap pabrik hampir 80% pekerjanya adalah perantau.

Aku bahkan bekerja di salah satu perusahan yang didalamnya hanya ada 10% orang Bekasi. Sewaktu aku aku tes dari 21 orang yang lulus akulah satu-satunya orang bekasi yang termasuk. Aneh, rasanya asing berada di kota sendiri tapi rekan kerjaku semuanya perantau dan berbahasa jawa. Dan lebih anehnya, salah satu rekan kerjaku pernah berkata "harus bisa bahasa jawa, disini semuanya orang jawa". Pikirku dalam hati "lho kenapa harus saya yang beradaptasi dengan bahasanya? seharusnya mereka para perantau yang harus terbiasa untuk menggunakan bahasa Indonesia saja".

Aku juga sempat tak suka dengan kota ini karena beberapa wilayah masih memegang paham "ini wilayah gue!", yang kalau disenggol dikit—bacok! .
Rasanya tidak aman ketika berada disuatu wilayah yang memegang paham tersebut. Pernah suatu ketika aku berkunjung ke salah satu teman sekolahku. Daerah rumahnya belum banyak perumahan. Sawah masih membentang luas. Di dekat rumahnya ada danau kecil yang menurutku bagus untuk difoto. Saat waktu itu sedang memotret tiba-tiba saja ada satu sampai tiga orang mendatangiku dan berkata "lu ngapain foto-foto. Sok lagi pake kamera. Anak mana sih lu?" setelah itu mereka meminta uang padaku. Temanku pasang badan, ia berdalih bahwa aku adalah teman baiknya. Nyaliku cukup ciut saat itu, dari raut wajah mereka tersirat ketidaksukaan.

Tentu bukan hanya ada tiga alasan itu yang membuatku sempat tidak suka dengan kota ini. Tapi seiring umur bertambah dewasa. Ada kesadaran yang cukup menusuk dada. Saat seorang teman berkata seperti yang kutulis di awal. Ternyata aku bukan tak suka dengan kota ini, tapi aku tak suka dengan perilaku yang masih saja merugikan orang banyak. Buang sampah sembarangan; menutup aliran air di kanal; melanggar rambu lalu lintas yang menyebabkan kemacetan; memegang paham "ini wilayah gue!" yang membuat orang merasa takut dan alasan-alasan merugikan lainnya.

Kota tempat kita tumbuh akan selalu menjadi rumah terindah. Apalagi, jika di kota tempatmu tumbuh juga termasuk kota tempatmu rajut mimpi.

Kini sebutan "planet di luar bumi atau planet pluto" sudah mulai luntur. Bekasi kini sudah dikenal kota yang bisa melakukan perubahan. Kota ini ramai oleh orang-orang pendatang yang mencari rumah dan menetap di daerah sini. Bekasi juga menjadi kota idaman bagi para pencari kerja. Bekasi juga termasuk kota paling strategis. Menjangkau Jakarta? Dekat. Menjangkau Bogor? Cuma butuh 2 jam. Menjangkau Bandung? Cuma butuh 3-5 jam. Menjangkau kamu yang tinggal di kota ini? Ah, akan terasa jauh kalau sudah tak saling sapa. Hehe.

Dulu, aku sempat ingin merantau ke kota tempat Ayahku dilahirkan, Medan. Tapi ternyata garis takdir mungkin tidak mengizinkanku. Tapi tak apa. Kota ini sudah cukup bagiku. Mungkin jika boleh jujur, aku ingin tinggal disini saja selamanya. Menjadikan kota ini sebagai rumah bagi petualanganku. Sebab kota ini telah merengkuh dengan dua kenyataan; kenangan yang terjadi didalamnya, serta pelajaran yang mendewasakan.

Semua terjadi kota ini.
Bekasi, rumah ternyaman.

Bekasi, 30 Juni 2019
Tertanda,
—Syawal.


***

Mana nih anak bekasi?

Terima kasih sudah mau membaca.
Jabat erat,
Syawal.



Tulisan yang hampir hilang.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang