Ayah

18 1 0
                                    


Dibalik sikapnya yang dingin, setiap pagi selepas subuh Bapak tak henti-hentinya menaruh beban dagangan di jok belakang motornya juga di depan dassboard motornya, hanya menyisakan ruang sedikit untuknya duduk dan menyetir. Jikalau diakumulasikan dari saat pertama kali ia dagang hingga saat ini, entah berapa juta jarak yang telah ia pangkas selama pulang pergi Bekasi-Jakarta. Suatu waktu pernah kusarankan untuk perbanyak libur, tapi ia menolaknya dengan tegas. Katanya "Bapak kalau tidak kerja nanti sakit".

Dan sekarang aku baru mengerti maksud kalimat Bapak itu. Beban dan tanggung jawab yang ia pikul membuatnya untuk tetap bekerja. "Bapak kalau tidak kerja nanti sakit" hanyalah alibi agar tetap terlihat kuat didepan anaknya. Persetan dengan anaknya yang sudah dewasa. Bapak adalah bapak. Baginya, beban dan tanggung jawab yang ia pikul adalah selamanya.

Hebat. Benar-benar hebat.

Dan kini kedua anakmu sedang merasakan hal yang sama ketika kau dulu masih bujang. Masalah ini—itu datang. Perihal ini, perihal itu. Entahlah, bagaimana caramu mengatasinya waktu seusiaku sekarang. Tapi, nasihat lamamu benar sekali, Pak.

"Hidup ini keras, kau harus melunakkannya dengan sabar"

Demikian.

***

I proud of u, Yah.

Tulisan yang hampir hilang.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang