[58] Epilog

1.8K 125 11
                                    

Jangan lupa buat terus vote yaaa meskipun udah ending ❤️❤️❤️

_____

Kaki itu terus melangkah tanpa peduli dengan tatapan aneh dari orang-orang yang sedang menunggu antrean untuk pemeriksaan. Wajahnya gusar, saat ini yang ada dipikirannya hanya satu, semoga Zahra mau mendengarkan penjelasannya. Walaupun nantinya gadis itu tidak memaafkannya, setidaknya beban berat Jeno sedikit berkurang.

Menekan salah satu angka di sisi pintu lift masih belum bisa meredakan rasa gusarnya. Suara denting kecil bersamaan dengan pintu besi yang terbuka membuat Jeno langsung melangkahkan kaki masuk ke dalam lift diikuti seseorang lainnya.

Baru saja pintu tertutup, Jeno sudah tersudut di ujung ruangan kecil tanpa ventilasi ini.

"Apa apaan, Njun?" marah Jeno.

"Kalau ujung-ujungnya nyakitin Zahra lebih baik lo mundur, Jen. Gue relain Zahra buat lo karena gue tahu kalian sama-sama saling cinta. Tapi nyatanya apa? Lo malah buat dia sakit hati. Dua tahun ini gue berusaha buat yakin, lo pasti kembali ke Indonesia dan lo bisa bahagiakan Zahra, ternyata keyakinan gue lo patahin lagi."

Jeno mendorong tubuh Renjun yang memang pada dasarnya lebih kecil darinya. Sebenarnya sejak masuk ke lift ini, Jeno tidak tahu bahwasanya seseorang laki-laki yang berdiri di sampingnya adalah Renjun.

"Semua salah paham, percaya sama gue."

"Mau alasan apa lagi? Lo kebanyakan alasan, gue muak dengernya."

Kalimat Renjun yang terdengar tidak mempercayai sahabatnya sendiri mampu memancing emosi Jeno. Pikirannya sudah kacau karena masalah ini, dan ditambah lagi dengan sahabatnya yang menyalahkan dirinya tanpa tahu kebenaran yang terjadi.

Tangan Jeno mengepal, urat di lehernya terlihat menegang, matanya menyiratkan amarah. Hingga kepalan tangan itu mulai melayang mengenai pipi kanan Renjun. Laki-laki itu limbung, tangannya spontan menahan beban tubuhnya dengan memegang sisi lift.

"Jangan makin memperkeruh keadaan, Njun. Lo nggak tahu apa yang terjadi sebenarnya!"

Renjun mendesis, merasakan perih di bagian wajahnya. Setelahnya, laki-laki itu tertawa kecil seakan meremehkan Jeno.

"Percuma dua tahun lo berobat jauh-jauh ke London, nyatanya apa? Sifat iblis lo nggak akan pernah hilang. Semua itu udah tertanam di darah busuk lo!"

"Renjun!"

Lagi-lagi Jeno melayangkan tangannya. Membabi-buta wajah Renjun dan sesekali perut laki-laki itu. Renjun berusaha melawan sesekali namun tenaganya tidak sebanding dengan Jeno yang bertubuh besar itu.

Pintu lift terbuka. Dentingan kecil itu masih belum menyadarkan mereka.

"Stop! Kalian apa-apaan?!"

Mereka langsung menarik dua laki-laki yang masih bertengkar itu untuk keluar dari lift. Napas memburuh karena menahan amarah terlihat jelas pada raut wajah Jeno dan Renjun.

"Ada apa? Kenapa bisa berantem?!"

Mark menatap tajam keduanya. Namun justru Renjun mengalihkan wajah sedangkan Jeno langsung menghempaskan tangan Haechan dan Jaemin yang menahan tubuhnya.

Dia berlalu pergi dan segera masuk ke salah satu ruangan yang menjadi tujuannya sejak awal. Tanpa mengetuk pintu tersebut Jeno langsung masuk menerobos pintu kamar rawat Zahra.

Ranjang gadis itu sudah kosong dengan selimut tersingkap menambah kesan berantakan. Suara musik sayu terdengar di telinga Jeno. Dia mengikuti sumber suara yang ternyata dihasilkan dari headphone putih yang terpasang di telinga Zahra.

Mask | Jeno ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang