Warning ⚠
Dimohon bijak dalam membaca.
Kisah hanya fiksi.Wajah Jeno semakin mendekat ke arah Zahra. Tubuh gadis itu sedikit bergetar saat deru napas Jeno menerpa leher kanannya.
"Gue suka aroma lo ... "
Zahra mencoba mendorong Jeno dari hadapannya. Sayang tenaganya tidak sebesar laki-laki itu. Merasa usaha gadis itu sia-sia Jeno menarik wajahnya dari leher Zahra, beralih ke samping telinga Zahra.
"Wangi bayi," bisik Jeno sekali lagi.
Tak ada suara setelahnya. Jeno yang masih fokus menghirup aroma tubuh Zahra dan Zahra yang tetap mencoba memukul dan mendorong Jeno sekuat tenaga.
Sampai entah dari mana kekuatan itu datang, Jeno terdorong ke belakang dan tangan Zahra melayang ke arah wajahnya hingga tertoleh ke samping.
Napas Zahra memburu dengan dirinya yang berdiri membuat jarak yang cukup aman dengan Jeno.
Desisan tipis dari Jeno sempat terdengar. Laki-laki itu kembali menatap Zahra yang kini tengah menggenggam tangannya sendiri di depan dada dengan tubuh sedikit bergetar.
Dia tidak pernah diperlakukan serendah itu selama ini. Tapi, kenapa Jeno bisa dengan mudah bersikap kurang ajar kepadanya. Sebelum-sebelumnya ia masih memaklumi, tapi untuk sekarang ia tentu tidak terima.
Sayangnya Jeno tidak perduli dengan itu semua, laki-laki itu seakan tuli dengan setiap ucapan Zahra yang memintanya untuk minggir. Seperti saat ini, pinggang Zahra sudah tersudut di nakas panjang dekat televisi. Dengan Jeno yang berada di depannya.
Wajahnya sudah tidak bersahabat. Dimana senyuman manis Jeno beberapa jam lalu? Zahra meringis saat bahunya didorong keras ke belakang, membuat pinggangnya yang semakin menekan nakas.
"Jen, please. Sadar, apa yang lo lakuin salah. Jangan bodoh karena obsesi. Please, Jen." Zahra memohon, bukan ia menyerah, ia hanya ingin mencoba agar laki-laki itu sadar. Zahra rindu sikap manis Jeno yang dulu.
"Lo ... udah gue bilang, gue gak obsesi, gue bener bener suka sama lo Zahra Aldercy. Semua bakal gue kasih ke lo ... Se mu a nya ... Asalkan gue bisa dapetin lo." Ucapan Jeno di setiap kata yang ia tekan membuat Zahra semakin takut.
"Jen ... " Lirih Zahra. Jeno tetap saja mendekatkan dirinya ke Zahra.
"JENO! JANGAN KURANG AJAR LO!" pekik Zahra saat Jeno sudah melingkarkan tangannya ke pinggangnya.
Dengan sekuat tenaga, Zahra memukul Jeno bahkan tangannya yang awalnya masih bergetar kini meraih vas bunga kecil di sampingnya dan melayangkan ke kepala Jeno.
Hanya kurang 5 cm dari kepala Jeno. Tangannya dengan cepat dicekal oleh laki-laki itu. Bukan hanya mencekal. Ia juga mencengkeram dengan kuat hingga pergelangan tangan Zahra memutih.
"Lo berani mukul gue ... Ha!" Bentak Jeno.
Zahra sedikit menciut nyalinya. Tapi, teringat dengan tujuan awalnya menyadarkan Jeno. Ia kembali mencoba menarik tangannya. Meskipun sedikit perih dan tulangnya terasa seperti akan patah, tapi ia tetap berusaha menariknya.
Senyuman kecil terlihat meremehkan muncul di bibir laki-laki itu. Jeno mengambil alih vas di tangan Zahra dengan tangan kanannya. Sedangkan tangan kirinya masih setia mencengkram erat pergelangan kanan Zahra.
"Lo ... Lo mau ngapain, Jen. Sadar. Jeno! Istighfar!"
"Diem lo!"
Tangan kiri Zahra memukul dada Jeno mencoba melepaskan diri. Hingga ia menemukan ide untuk menggigit lengan kiri Jeno.
Berhasil.
Cekalan di tangannya terlepas. Jeno sedikit mundur dengan vas bunga yang sudah jatuh dan pecah di lantai akibat terkejut dengan serangan tiba-tiba dari Zahra.
Tangan Jeno memukul dinding tepat di samping telinga Zahra hingga gadis itu terkejut.
"Jangan pernah ngelawan gue. Dan gue minta lo tutup mulut soal ini ke Om Davino atau ... Gue bakal cabut semua dana yang udah gue kasih ke perusahaan papa lo, paham?" Jeno menatap tajam gadis di depannya yang sudah menunduk menahan isakan tangis yang akan keluar.
"Paham gak?" Desisnya tajam.
Mendorong Jeno, ia memilih masuk ke kamar mandi menyalakan shower untuk menutupi suara isakan tangisnya yang pilu.
Luka mu hari ini mungkin belum seberapa
Di masa depan masih banyak luka yang menunggumu.
Tetaplah bertahan.
Jangan takut, Tuhan akan selalu bersamamu.
Aku tidak bisa membantumu, aku orang asing yang hanya bisa berdoa agar kau selalu baik baik saja disana.-nn
• Mask •
"Jeno berulah lagi?"
Informasi dari seseorang di seberang sana membuat laki-laki yang kini tengah duduk di depan laptopnya berdecak pelan. Ia berdiri melangkah mendekat ke kaca besar yang menunjukkan jalanan kota Seoul yang selalu meredakan emosinya selama 2 minggu ini di kala ia kesal dengan seorang Lee Jeno.
"Tetap awasi gadis itu dan jangan sampai lengah," ujarnya datar dengan tangan kanan yang kini ia masukkan ke dalam saku celana bahan kainnya.
Terputusnya sambungan telepon yang ia putuskan secara sepihak bersamaan dengan pintu ruangannya yang terbuka dari luar.
"Permisi tuan, apa ada yang anda butuhkan?" tanya seorang pemuda tinggi dengan wajah tampan yang baru saja masuk ke dalam ruangannya.
"Siapkan pesawat pribadiku, aku harus ke London sekarang, siapkan segala sesuatunya, aku ingin bertemu dengan Dery."
"Baik tuan."
Note :
Jangan tiru adegan diatas ya...
Adegan hanya fiksi dan tidak baik untuk di tiru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mask | Jeno ✔️
Teen Fiction[END] Bukan tentang rasa yang muncul tiba-tiba, tetapi tentang obsesi yang berubah jadi cinta. "Sakit, Jen .... Lo cuma obsesi, lo nggak cinta sama gue!" "Gue cinta dan selamanya akan sama seperti itu." *** Jeno Razka tidak rela bila sahabatnya seka...