Bahagia itu sederhana. Sesederhana melihat teman kita yang saling melempar candaan tanpa ada rasa sakit hati antar sesama. Sudah sekian lama Zahra merindukan momen ini. Momen di kala ia tertawa mendengar cerita lucu dari Haechan.
Pagi tadi setelah mendengar bahwa Zahra hanya ada satu mata kuliah hari ini, Haechan memaksa teman-temannya untuk berkumpul di rumahnya. Bukan tanpa alasan, ia hari ini sedang libur dan kakaknya pasti sibuk di kantor. Maka dari itu, ia sendirian di rumah dan meminta agar temannya menemaninya sampai Jungwoo pulang.
"Eh Ra ajak Zeeva ke sini dong. Gue mau curhat ke dia," celetuk Mark. Zahra yang awalnya masih sibuk tertawa dengan tingkah lucu Haechan pun mengalihkan atensinya kepada Mark.
"Ha? Ya lo panggil sendiri napa." Mark merasa ada yang aneh dengan sikap Zahra pun menyenggol lengan Jaemin.
"Rara lagi?" Tanyanya.
"Gak deh udah selesai dari seminggu lalu. Kenapa?" Mark mengendikkan dagunya ke arah Zahra. Membuat Jaemin mau tidak mau melihat Zahra yang kini fokus dengan ponselnya.
"Ada masalah kayaknya sama Zeeva. Lo masih ingat waktu di rumah sakit gak? Setelah mereka beli MCG kan Zeeva langsung pamit pulang nah di situ Zahra kayak diem aja gitu. Zeeva gak pamit ke Zahra juga kan sebelum dia keluar ruangan."
Mark mengangguk paham penjelasan Jaemin, menoleh kembali ke Jaemin. "Lo kok pinter?" tanyanya.
Jaemin yang mendapat respon tidak terduga dari temannya sempat terkejut tapi detik berikutnya dia membenahi posisi duduknya menjadi lebih tegap dan menepuk dadanya dua kali sambil berkata, "Jaemin Arya gitu loh."
Mark tertawa melihat itu, membuat teman-temannya melihat mereka berdua yang asik dengan topik sendiri.
"Ini dua anak, gosip sendiri. Ajak-ajak lah," celetuk Chenle.
"Ra lo ada masalah sama Zeeva ya?" celetuk Mark.
Zahra menatap Mark penuh selidik setelahnya ia kembali pada ponselnya. "Gak," jawabnya singkat.
"Ngaku aja lo! Cewek gitu ya kalau marahan selalu saling diem. Diomongin dulu gitu loh, biar cepet baikan. Nah ini, malah diem-dieman mana bisa kelar."
"Males, percuma dia sensian," ujar Zahra.
"Emangnya masalahnya apa? Kok sampek marahan?" tanya Jeno.
"Gue terlalu kepo sama privasi nya dia. Terus ya gitu dia marah."
"Oh Kudanil! itu mah lo yang salah Ra. Minta maap sana."
Zahra melotot saat mendengar Haechan yang lebih memihak ke Zeeva. Tapi benar kalau dia yang salah tapi kan ... Tidak seharusnya Haechan mengatakan itu.
"Kok lo gak bela gue sih? Temen lo gue apa Zeeva?"
"Ya gue bela yang bener, masa orang salah gue bela. Udah cepetan telpon suruh ke sini. Minta maaf."
Zahra memberenggut. "Ya ya." Gadis itu membuka ponselnya menelepon Zeeva yang sepertinya sedang sibuk.
"Halo Zeev, Assalamualaikum."
Semua atensi orang di ruangan itu tertuju pada Zahra.
"Bisa ketemuan di Kafe Kak Doy?"
"Oke gue tunggu ya sekarang di kafe."
Zahra menutup teleponnya dan menatap satu persatu teman-temannya. "Heh gimana nih?" tanyanya.
"Gimana apanya sih? Tinggal minta maaf kok susah," celetuk Renjun.
"Ih susah."
"Turunin ego lu. Cewek egonya ketinggian, ngalah aja, daripada lo gak ada temen cewek kan." Zahra melempar bantal sofa ke arah Haechan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mask | Jeno ✔️
Teen Fiction[END] Bukan tentang rasa yang muncul tiba-tiba, tetapi tentang obsesi yang berubah jadi cinta. "Sakit, Jen .... Lo cuma obsesi, lo nggak cinta sama gue!" "Gue cinta dan selamanya akan sama seperti itu." *** Jeno Razka tidak rela bila sahabatnya seka...