[Extra Chapter] #1

1.7K 110 5
                                    

Angin malam terasa menyapu lembut kulit wajah mereka berdua. Dengan cokelat panas yang menemani, Renjun dan Zahra tengah berada di balkon. Pemandangan langit malam kali ini indah daripada biasanya. Bintang malam dengan sinar bulan yang memancar membuat siapapun nyaman memandangnya.


"Dari dulu suasana ini yang pingin banget gue rasain. Berdua sama lo sambil nikmatin malam indah."

Zahra menatap sendu laki-laki di sampingnya yang terus menengadah memandang langit.

"Impian sederhana itu akhirnya terwujud sekarang, Ra. Setelah tiga tahun kita putus. Kalau diingat-ingat gue bodoh banget waktu itu percaya sama bukti palsu."

"Udah, jangan diinget. Lo jangan lupa gue udah sama Jeno sekarang."

Renjun mendengus dan mengangkat cangkir hangatnya untuk bisa menyesap minuman cokelat tersebut.

"Gue pasti inget soal itu. Tapi apa lo yakin kalau dia benar-benar udah sembuh?"

Zahra mengerutkan keningnya, "Maksudnya? Bukannya lo udah lihat sendiri kondisi Jeno yang udah membaik bahkan sangat-sangat baik itu."

"Iya, tapi lo harus waspada aja, yang gue dengar dari anak Psikolog, OCD nggak akan pernah bisa disembuhkan."

Senyum tipis mulai terlihat di wajah Zahra.

"Gue tahu, tapi gue akan berusaha semaksimal mungkin untuk sembuhkan Jeno dengan cara gue sendiri, sekalipun ilmu kedokteran bilang mustahil."

Sepasang tangan melingkar di bahu Zahra dari belakang. Aroma mint dan maskulin mulai memasuki indera penciuman gadis itu. Tetes air jatuh tepat di tangan kanan Zahra kala sebuah kepala bersandar di bahunya.

"Jeno?" Zahra cukup terkejut akan kehadiran Jeno begitupun dengan Renjun.

"Jen, sorry. Gue nggak bermaksud-"

Jeno bangkit dari posisinya dan merengkuh bahu Zahra untuk tetap berada dalam dekapannya. Senyum manis yang mampu membuat matanya menyipit dan membentuk bulan sabit mulai terlihat.

"Lo nggak perlu minta maaf, justru gue berterimakasih karena berkat lo, gue jadi tahu kalau Zahra beneran tulus dan bukan kasihan."

"Ngomong apa kamu? Mana mungkin aku terima lamaran kamu karena kasihan." Jeno mengacak puncak kepala Zahra gemas membuat Renjun menatap ke arah lain dengan posisi tetap meminum cokelat panasnya.

"Kayaknya gue bakalan jadi nyamuk, gue masuk dulu deh. Silahkan tuan dan nyonya lanjutkan uwu-uwunya." Selepas Renjun hilang dari pandangan Jeno dan Zahra.

Laki-laki itu menuntun agar Zahra menghadap ke depan lagi sedangkan dirinya memberikan backhug dan tetap menjaga agar berat badannya tidak membebani Zahra.

"Mode manjanya kumat ya? Mau apa?" tembak Zahra setelah meletakkan cangkirnya di meja samping, lalu mengusap lembut lengan Jeno yang melingkar di perutnya.

"Besok kita tunangan."

"Hm," gumam gadis itu.

"Kamu nggak deg-degan gitu?"

Zahra tertawa kecil dan menatap ke samping sampai dia mampu melihat raut wajah Jeno yang berubah 180° jika dalam mode manja seperti ini.

"Jelas aku gugup, takut kamu salah ucap nama."

"Kok gitu?" sulut Jeno.

"Siapa tahu kan nama Sheerin keselip pas kamu mau masang cincin."

"Ra." Wajah Jeno sudah tidak bersahabat lagi. Bahkan pelukannya mulai mengendur.

Mask | Jeno ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang