Part 27

62 6 0
                                    


Mobil Arga baru sampai di sekolah Finza,  tampaklah Finza yang tengah duduk menunggunya. Finza memainkan kerikil kecil di dekatnya. Arga begitu menyesal karna sudah membuat istrinya itu menunggu lama. Arga pun bergegas keluar dari mobilnya, lalu berlari kecil menghampiri Finza.

"Sayang, maaf sudah telat. Kakak tadi ada urusan tadi,"  jelas Arga setelah sampai di sana.

"Huft!" Finza menghela nafas kasarnya, lalu bangun dari tempat duduk itu dan beralih menatap Arga yang berada di depannya.

"Sayang-sayang bapakmu! Urusan? Urusan apa?! Emang kakak pikir aku gak capek apa? Tiga jam aku nunggu kakak di sini. Telpon gak diangkat, malahan kakak matiin lagi! Kalau gak bisa jemput aku, kasih kabar bukan kayak ini!" ujar Finza dengan nafas turun naik.

"Maafkan, kakak!"

"Maaf? Hahaha ... kata maaf gak bisa ngembalikan waktuku, yang terbuang di sini!" ujar Finza yang benar-benar dalam kondisi marah.

"Sekarang jelaskan, kenapa bisa terlambat datang ke sini? Jujur gak boleh bohong!" Finza menekankan kata terakhir. Mau tak mau, Arga harus menceritakan semuanya. Meskipun Finza akan lebih marah, jika mengetahui kejadiannya.

"Buruan!" bentak Finza yang membuyarkan lamunan Arga.

"Maaf! Tadi kakak antarin teman kakak pulang. Mama-nya nyuruh kakak masuk dulu. Kakak gak enak nolaknya," jelas Arga.

"Cewek atau cowok, temannya?" tanya Finza.

"Ce--wek, Fin," jawab Arga gugup.

"Ya Allah! Mimpi apa aku semalam? Kenapa ayah malah nikahin aku sama dia? Orang yang lebih mementingkan temannya, dibandingkan istrinya sendiri!"  Finza menjambak rambutnya itu dengan kasar. Tib-tiba darah kembali keluar dari hidungnya, Arga langsung panik dibuatnya.

"Sial! Kenapa ini tiba-tiba berdarah?" ujar Finza seraya menghapus darah itu dengan kasar.

"Sayang, kamu baik-baik aja?" tanya Arga yang tampak begitu khawatir. "Kita ke rumah sakit yok? Kakak khawatir sayang kenapa-kenapa?" tambah Arga.

"Rumah sakit?" jawab Finza mengulang perkataan Arga. "Jangan-jangan kakak ngajak aku ke rumah sakit, karna ini? Oh, sekarang jadi lengkap. Kakak pikir aku punya penyakit parah, gitu? Tenang saja, ini cuma mimisan biasa kok. Kakak mau nikah sama wanita itu, 'kan? Silahkan! Kalau perlu aku yang bakal ngomong sama, Ayah!"

"Finza! Kok kamu jadi ngomong kayak gini? Kakak itu cintanya sama kamu, bukan yang lain." Arga tak percaya Finza bakal sejauh ini berfikir.

" 'Kan memang iya? Ingat, sebelum kita nikah. Kakak Vc sama pacar, kakak. Pake kata, SAYANG. Jangan lupakan itu!" ujar Finza.

Awalnya Arga sedikit bingung, tiba-tiba Arga teringat akan waktu dia Vc sama Rayn dan Ratu. "Huft! Waktu itu kakak Vc sama ayah dan ibu. Itu adalah kode rahasia, biar kalian gak tau. Kamu bisa tanya sama ayah dan ibu, kalau gak percaya."

"Sudahlah, kak. Aku capek debat sama, kakak. Mending kakak pergi deh dari sini. Pergi!" teriak Finza sambil mendorong dada bindang Arga. Dia benar-benar kecewa kali ini, baru kali ini dia merasakan sakit yang tidak berdarah. Baru beberapa hari menikah, Arga sudah membuat air matanya jatuh.

"Pergi! Hisk ... aku bilang pergi!" Finza terus mendorong Arga untuk menjauh darinya, tapi sebaliknya, Arga malah memeluk Finza. Dia tidak peduli, meskipun Finza memukulnya begitu keras.

"Kenapa rasanya sakit? Hiks ...," lirih Finza menangis di dada bindang Arga.

"Maafkan, kakak!"

Hanya itu kata yang bisa diucapkannya, karna dia memang salah pada istrinya itu. Dilain waktu, Dilla melihat semuanya dari dalam mobil, yang tak jauh dari tempat mereka berada.

"Takkan kubiarkan gadis kecil itu mengambil tempatku. Meskipun dia sudah berstatus istrimu. Karna yang berhak memilikimu adalah aku!" batin Dilla sembari menggegam erat setir mobil. Sebenarnya pada saat di rumahnya, Arga sudah menceritakan, kalau dirinya sudah menikah. Arga juga meminta untuk mereka tidak terlalu dekat lagi, karna itu bisa menimbulkan kesalah pahaman. Soal ponsel Arga yang tiba-tiba mati. Itu adalah perbuatan Dilla, pada saat Arga pergi ke toilet dan ponselnya Arga tertinggal di atas meja.

*****

Saat ini Finza dan Arga sudah berada di dalam mobil. Mata Finza sudah sedikit sebab karna menangis. Finza begitu panik ketika melihat hal itu. Bagaimana orang yang di rumah tau soal ini, bisa-bisa Arga dalam masalah. Entah kenapa, dia masih memikirkan tentang Arga.

"Ini mata, kenapa masih sebab? Padahal udah pake bedak tiga lapis," ketus Finza.

"Maafkan, kakak! Ini semua salah kakak," ucap Arga yang benar-benar menyesal.

"Kita ke tempat bibi waktu itu. Aku belum makan dari tadi siang," jawab Finza yang malah mengajak Arga ke tempat makanan favoritnya.

"Ok, sayang," jawab Arga menambah kecepatan mobilnya.

Sesampainya di sana, mereka berdua lansung masuk ke dalam restoran itu. Restoran itu tampak begitu ramai pengujung. Mereka sedikit kesulitan mencari kursi kosong, tiba-tiba ada pengunjung yang sudah selesai makan. Finza lansung menarik tangan Arga, menuju meja yang di pojokkan itu.

"Bibi!" teriak Finza.

Salah satu pelayan restoran itu lansung berjalan menghampiri meja itu, lalu membersihkan meja itu. Setelah bersih, mereka berdua baru duduk.

"Finza!" panggil seorang wanita, yang membuat sepasang menatap ke arah suara.

"Ayah, ibu!" jawab mereka serentak. Ternyata ayah dan ibunya, sedang menikmati makan malam di sana. Meja mereka berada di depan meja Finza, yang membuat wajah mereka saling bertatapan.

Bersambung...

SMA Kehakiman {TAMAT}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang