Part 31

56 6 0
                                    

******

Karna tak ada tugas sekolah, Fendi lebih memilih memainkan game di sebuah ruang bermain bersama dengan ayahnya. Tangan yang begitu lihai menembak musuh-musuhnya dan beberapa minuman dan camilan yang berada di mejanya.

"Ayah, jangan ke situ," tegur Fendi.

"Jangan khawatir, ini belum seberapa. Kau fokus saja sama yang itu," ucap Rayn yang tengah menembak lawan-lawannya.
Sedangkan Findo tengah sibuk membaca komik di atas sofa dan tangan yang setiap detik mengisyaratkan adegan dalam komik itu. Mereka tidak sadar akan Ratu yang tengah berada di pintu, dan Ratu sudah mengentuk pintu beberapa kali.

Tok, tok, tok!

"Ahaam!"

Meskipun sudah berdeham cukup keras,  tetap saja tidak ada yang sadar. Ratu menghela nafas kasarnya, lalu berjalan menuju Findo yang tengah membaca komik.

"Besok lagi baca komiknya. Sekarang masuk kamar, udah malam," ucap Ratu sambil mengambil komik itu.

"Ah, ibu, bentar lagi. Aku mau siap membacanya. Kembalikan ibu," rengek Findo.

"Gak bisa, ini sudah jam sepuluh. Kalian besok harus sekolah," ucap Ratu sambil menujuk jam yang ada di dindingnya. Karna keasikkan bermain, mereka tidak sadar waktu berlalu begitu cepat.

"Baiklah," jawab Findo yang tampak sedih, dengan sedikit lesuh dia bangun dari sofa. Lalu berjalann Menghampiri kakaknya, Fendi.

"Fendi, ibu ada di sini. Ayo kita masuk kamar," ajak Findo dengan berbisik. Fendi pun menoleh ke belakang dan melihat Ratu tengah bersedekap dada.

"Ayah, kita masuk kamar dulu, ya? Ayah mainnya sendiri aja, ya?" Besok kita 'kan mau sekolah," ucap Fendi bangun dari kursi.

"Baiklah-baiklah," jawab Rayn mengaguk.

Mereka berdua berlalu pergi begitu saja. Sedangkan Rayn, masih sibuk bermain game.

"Katanya mau tidur. Kok masih di sini?" ucap Rayn yang tidak sadar. Jika yang berdiri di sampingnya, bukan lah anak-anaknya, melainkan Ratu, istrinya.

"Bagus ya, sayang. Patesan aja gak ingat sama, Ratu. Nyatanya main game di sini!" ujar Ratu sambil menjewer telinga sayang.

"Aaakh ... aaakh! Sakit sayang!" lirih Rayn bangun dari kursi itu.

"Dikit-dikit jewer. Kayak ibu-ibu aja,  sayang!" ujar Rayn dengan memanyunkan bibirnya. Sedangkan Ratu hanya berdecak kesal, saat Rayn mengacuhkannya.

"Ciee, ada yang ngambek? Udah dong. Ayo kita tidur," goda Rayn sembari mengedong istrinya itu.

"Eh-eh! Nanti kalau anak-anak lihat, gimana?" tanya Ratu yang kaget.

"Biarin aja," jawab Rayn dengan santai. Ratu hanya tersenyum malu, ketika Rayn masih seperti saat mereka baru menikah.

Sementara Finza tengah berada di meja belajarnya. Seperti biasa, dia hanya duduk menatap buku-buku yang menumpuk di mejanya dan memainkan pulpen di tanganya.Sesekali dia mencoba membaca pelanjarannya itu dan kembali menutupnya buku-bukunya. Begitulah Finza, orang yang malas memikirkan sesuatu dan lebih memilih untuk melamun.

"Huft!" Finza menghela nafas kasarnya. Lalu menatap Arga yang tengah berada di atas kasur. Telinga yang di sumbat dengan handset dan tangan yang sibuk dengan keyboard laptonya.

"Kenapa dia mengacuhkan aku hari ini? Biasanya dia slalu menemani aku belajar!" batin Finza yang kesal. "Lihat aja!" tambah Finza yang tengah merencakan ide jahilnya. Finza pun bangun dari kursinya, lalu menghampiri Arga. Finza pun mengambil laptop Arga, lalu duduk di depan Arga, membuat wajah mereka saling bertatapan.

"Kak Arga!" panggil Finza dengan nada lembut.

"Iya, kenapa sayang?" jawab Arga.

"Kakak suka yang ini atau yang ini?" ucap Finza menujuk bibirnya, lalu menujuk lehernya.

"Semuanya, termasuk yang dalam pakaian sayang itu," jawab Arga sambil menatap ke arah dada Finza.

"Kampret deh!" batin Finza yang kaget.

"Kenapa?" tanya Arga.

"Bukan apa-apa," jawab Finza yang tidak jadi melanjutkan ide gilanya itu.

"Yakin?" tanya Arga dengan mengoda.

"Yakin," jawab Finza.

"Coba deh lebih dekat sini. Kayaknya ada sesuatu di mata sayang," ucap Arga yang tampak serius. Dengan sedikit malas, Finza pun mendekatkan wajahnya ke dekat Arga.

Cup!

Benda kenyal milik Arga, lansung mendarat di bibir merah muda Finza. Mata Finza langsung membesar dengan sempurna, ketika Arga menciumnya dengan tiba-tiba.

"Sekarang udah, 'kan?" tanya Arga dengan tersenyum manis.

"Tidak. Aku belum puas," jawab Finza yang tiba-tiba menjadi ketagihan dengan ciuman itu.

"Gak ada lagi. Buruan tidur," ucap Arga yang menyuruh Finza untuk naik ke ranjang.

"Aku mau lagi pokoknya. Kalau gak dikasih, aku gak akan tidur!" ancam Finza.

"Okok, sayang," jawab Arga sembari mencium bibir istrinya. Dan Finza malah memeluk Arga lebih erat dan dibalas oleh Arga.

Bersambung...

SMA Kehakiman {TAMAT}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang