Part 30

60 5 0
                                    

*****
"Enjel! Kamu pulangnya sama saudara aku aja," ucap Finza berjalan keluar dari gerbang sekolah.

"Kamu?" jawab Enjel yang malah bertanya.

"Aku udah ada yang jemput. Kamu tidak usah khawatir denganku," jawab Finza tersenyum.

"Makasih, Finza! Kamu benar-benar orang baik. Makasih sudah baikku," ucap Enjel yang benar-benar senang.

"Hehehe ...!  Gak apa-apa kok. Sesama teman 'kan harus tolong-menolong. Kamu gak usah sungkan sama kita bertiga,"   jawab Finza yang malu.

"Ayok, Enjel!" ajak Fendi setelah memberhentikan motornya dekat dua gadis cantik itu.

"Aku pulang dulu, Finza. Makasih udah baikku," ucap Enjel sambil naik ke motornya Fendi.

"Hati-hati pulangnya! Jangan sampai lecet Enjel sama kalian berdua. Kalau lecet dia, habis kalian berdua!" ancam Finza kepada dua saudaranya.

"Ok, Bos! Soal itu, serahkan pada kita!" jawab mereka serentak. Sedangkan Enjel hanya tersenyum malu, ketika dirinya diperlakukan spesial oleh tiga saudara kembar.

"Aku jadi iri sama anak baru itu. Dia dengan mudahnya dekat dengan saudara kembar itu," ucap salah satu siswa.

"Aku juga!" balas temannya.

Tak beberapa lama setelah saudara kembarnya pergi, tiba-tiba mobil mewah hitam berhenti di depan Finza. Seorang wanita cantik yang tak lain, Dilla. Keluar dari dalam mobil, lalu berjalan menghampiri Finza.

"Kamu Finza, 'kan?" tanya Dilla.

"Iya benar saya sendiri. Ada apa ya kak?" jawab Finza yang balik bertanya.

"Bisa kita bicara berdua sebentar?" tanya Dilla.

"Silahkan," jawab Finza dengan nada dingin.

"Kamu yakin di sini? Ini tentang Arga, loh?" tanya Dilla sembil melirik keadaan sekitar. Di mana para siswa tengah menatap mereka berdua.

Deg!

Entah kenapa, tiba-tiba jantung Finza berpacu begitu cepat, ketika Dilla menyebutkan nama Arga. Perasaannya mulai tidak enak soal ini.

"Ok, di mana kita bicaranya?" tanya Finza.

"Ikut aku!" ajak Finza masuk ke dalam mobilnya. Finza pun menuruti keinginan Dilla, lalu Dilla pergi meninggalkan sekolah itu. Tak berselang waktu lama, Arga pun sampai dengan motornya. Namun, dia tidak melihat Finza berada di luar gerbang. Arga pun mengeluarkan ponselnya, lalu menekan nomor Finza yang bernama "Bawelku." 

"Nomor yang ada tuju ..."

"Tumben ponselnya mati," ucap Arga ketika nomor Finza tidak bisa dihubungi. Arga kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku jaket, lalu memutuskan untuk bertanya pada siswa di sana.

"Permisi, dek! Kalian kenal sama Finza, gak? Mereka itu tiga saudara kembar?" tanya Arga.

"Kenal, kak. Kenapa ya, kak?" jawab siswa perempuan yang balik bertanya.

"Omong-omong, dia pulangnya sama siapa?"

"Sama cewek, kak. Cuman kita gak tau siapa dia," jelas siswa itu yang kebetulan melihatnya.

"Cewek?" batin Arga. "Yaudah. Makasih ya, dek!" ucap Arga pada siswa.

"Iya, kak!" jawab mereka serentak.

Arga kembali menghidupkan motornya, lalu berlalu pergi meninggalkan sekolah itu. Sementara itu, Finza dan Dilla tengah berada di restoran ternama.

"Mau ngomong apa ya, kak?" tanya Finza yang tak sabar lagi.

"Kenalin dulu, aku Dilla. Pacarnya, Arga!" ucap Dilla seraya mengulurkan tangannya.

Deg!

Lagi-lagi jantung Finza tak beraturan. Namun,  dia berusaha untuk tetap tenang di depan Dilla, walau rasanya ingin menojok wajah Dilla.

"Lalu, apa hubungannya dengan saya?" tanya Finza dengan santai.

"Arga menikahimu karna terpaksa. Mending sekarang kamu mundur deh,   sebelum perasaan kamu makin tersakiti. Arga itu cintanya sama aku," ujar Dilla yang tampak percaya diri.

"Hahaha ... kakak itu bodoh atau apa, ya? Jika Arga cintanya sama kakak, perjodohan ini gak bakal diterima. Mikir dong pakai otak, gak usah ngehalu terlalu tinggi. Mungkin kakak pikir, Arga mau nerima perjodohan ini karna harta? Sebaiknya Arga itu mikir dua kali deh!" Finza sedikit mendekatkan wajahnya pada Dilla, dengan tersenyum sinis pada Dilla.

"Kak, aku ingatkan lagi, ya! Arga itu sekarang udah jadi milik aku. Yang mundur itu bukan aku, tapi kakak. Kakak itu juga cantik, manis, pasti banyak cowok yang suka sama kakak. Jangan jadi Pelakor!" tambah Finza.

Perkataan yang begitu pedas, ketika gadis kecil mengatakan itu padanya. Wajah Dilla lansung menjadi merah, karna menahan amarahnya.

"Aku pergi dulu!" ucap Finza bangun dari kursi, lalu berniat akan pergi.

"Kakak!" panggil Finza kaget, ketika melihat Arga sudah berada di depannya, yang membuat Dilla menoleh ke belakangnya.

"Aku benar-benar kecewa sama kamu, Dilla. Aku pikir kamu memang temanku, ternyata kamu malah ingin hancurkan pernikahanku. Mulai detik ini, jauhi aku dan jangan pernah ganggu kebahagiaanku lagi!" ujar Arga.

"Arga! Aku itu--"

"Ayok sayang, kita pergi!" ajak Arga memotong perkataan Dilla.

"Iya, kak!" jawab Finza mengikuti perintah Arga.

Mereka berlalu pergi begitu saja, meninggalkan Dilla yang geram dengan mereka berdua.

"Mobil kakak, mana?" tanya Finza sesampainya di motor.

"Bannya kempes, sayang. Gak tau siapa yang ngerjai," jelas Arga seraya memberikan helm pada Finza.

"Lalu ini motor siapa?" tanya Finza yang masih penasaran.

"Motor teman kakak waktu itu. Bima, yang datang pas pernikahan kita," jawab Arga.

"Oh ...," jawab Finza mengaguk pelan.

"Demamnya udah turun belum? Kalau gak, sini kakak kasih pel lagi," goda Arga seraya menaiki motornya.

"Dasar ambil kesempatan dalam kesempitan!" ketus Finza sambil memakai helmnya, lalu naik ke atas motornya, dengan tangan yang memegang bahu Arga.

"Jangan lupa, ini dipegang. Nanti terbang pula," ucap Arga mengambil kedua tangan Finza, lalu melingkarkan tangan Finza ke pinggang. Sedangkan Finza hanya berdecak kesal, saat Arga terus saja menggodanya. Mereka berdua pun berlalu pergi meninggalkan restoran itu. Arga membawa motor dengan kecepatan tinggi, agar Finza mau memeluknya.

Bersambung...

SMA Kehakiman {TAMAT}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang