tipe ideal

101 9 6
                                    

"Bantuin aku, Kak!" pintanya sedikit berteriak.

Dion diam, tak berniat menjawab ataupun membalikkan badan pada gadis yang berbicara padanya.

"Ba-bantu aku deket sama kak Rafael," lanjutnya gugup.

Cowok berbaju hitam itu berbalik, sesuatu yang buruk akan terjadi malam ini dan-

"Muka lo tebal juga, ya?" sindirnya, "lo gak cantik, gak kaya, gak pinter juga, kekurangan lo banyak. Jangan mimpi Rafael mau sama lo." lanjut Dion.

"Rafael punya standar tinggi buat cewek yang dekat sama dia. Coba ngaca, lo itu kayak tanah yang dinjak-injak sama semua orang. Lo. Gak. Menarik." pungkasnya lalu berbalik meninggalkan Anya yang berusaha menahan kristal bening di pelupuk mata.

Ia tahu Dion adalah orang yang tak suka bertele-tele, tetapi itu tadi terlalu kasar. Bahkan untuknya yang sering mendapat hujatan.

-o0o-

Hari Minggu yang mendung, membuat siapa saja betah bergumul dengan selimut yang hangat.

"Mas Dion, sarapannya sudah siap," ucap perempuan dengan celemek yang melekat di tubuhnya sembari mengetuk pintu.

Dion membuka pintu dan mendapati Ratih berdiri di depannya, pemuda itu mengernyit heran.

"Anya lagi sakit, Mas." kata perempuan itu seolah mengerti isi kepala tuannya.

Dion mengangguk lalu berjalan di belakang Ratih. Bagaimanapun ia masih memiliki sopan santun pada yang lebih tua.

Setelah sarapan Dion beranjak pergi, dan di sinilah ia sekarang. Di depan pintu berhias kelinci putih yang sedang tersenyum.

Tunggu, apa ini? Kenapa juga ia harus berpikir untuk memeriksa keadaan gadis itu? Ini tidak benar.

Sesaat sebelum cowok berwajah oval itu pergi, terdengar sebuah isakan dari kamar Anya. Ia sudah hampir mengetuk, tetapi ego menariknya kembali. Pemuda itu pergi menjauh dari pintu.

"Apa yang bisa gue bantu?" tanya Dion ketika berpapasan dengan Anya di dapur saat sore hari.

Anya yang baru keluar kamar merasa bingung. "Maksudnya?"

Dion mengembuskan napas kasar, berusaha lebih sabar pada gadis di depannya. "Lo mau dekat sama Rafael, 'kan?"

"Iya, mau. Terus ..." gadis itu berpikir sejenak lalu ia memekik. "KAK DION MAU BANTUIN AKU?" tanyanya antusias

Dion mengangguk membenarkan. "Jadi, lo mau dibantuin dari mana?"

Anya meletakkan telunjuknya di dagu. "Dari tipe cewek yang kak Rafael suka," ucapnya sambil tersenyum.

Gadis itu terlampau senang, ia mengambil kursi lalu menempatkannya di hadapan Dion. Anya terus tersenyum, matanya yang lebar bahkan ikut menyipit.

"Gimana tipe idealnya kak Rafael," tanyanya setelah duduk di kursi yang ia ambil tadi.

"Intinya bukan kayak lo." kata Dion sarkas. Gadis itu hanya diam, menunggu cowok yang menurutnya kasar itu melanjutkan ucapannya.

"Pertama," Dion berjalan mengeliling Anya. "Rafael suka cewek tinggi. Seratus enam puluh senti."

Anya ternganga. "Masih kurang sepuluh senti." cicitnya

"Usaha! Dasar, lemah!" maki cowok pemilik distro itu dengan geram.

Anya tertunduk dalam, meninggikan badan bukanlah hal yang mudah baginya. Baru bagian awal saja sudah sulit, bagaimana nanti?

"Besok, jam lima pagi lo harus udah siap dengan baju olahraga." pungkasnya sembari beranjak dari sana.

"Besok pagi mau ngapain, Kak?!" tanya Anya sedikit memekik. Namun, tak ada jawaban yang ia dapatkan.

-o0o-

"Cewek Kelinci, bangun! Lo telat lima menit!" teriak Dion sembari mengetuk pintu kama Anya dengan kuat.

"Kak Dion, berisik tau!" balas gadis itu

Berikutnya, yang terdengar hanya suara ketukan pintu berulang kali. Hingga akhirnya gadis itu gemas sendiri dan memutuskan untuk bangkit dari kasurnya.

"Apa sih, Ka--" ucapan gadis itu terhenti mendadak.

"Kamu ini, dibangunin daritadi susah banget!" omel Ratih, "cepat siap-siap, mas Dion ngajakin kamu pergi, tuh!" titahnya lalu beranjak pergi.

Setelahnya, Anya hanya menuruti perintah untuk segera bersiap, kendati hatinya terus mengumpat kesal.

"Kita mau ke mana, sih, Kak? Daritadi muter-muter aja perasaan," keluh gadis itu.

Dion [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang