pergi

54 7 1
                                    

"Mereka udah gak bareng lagi? Kenapa?"

"Reynand terlalu pemaksa, kasar, juga selalu nempatin dirinya sebagai korban," ujar Abam rinci.

Rafael memicingkan mata. "Valid, nggak nih? Jangan-jangan gosip doang lo."

"Gak tau, sih. Kata Kayla gitu."

Dion dan ketiga temannya hanya menatap Abam datar.

"Tapi, kayaknya sih iya," kata pemuda berwajah oval --Dion-- sambil memainkan kunci motor di jarinya.

Abam merangkul kasar temannya. "Nah 'kan! Yon yon aja percaya sama gue."

Yon yon, nama khusus yang diberikan oleh cowok berambut hitam itu pada sahabatnya. Panto juga setuju dengan panggilan aneh itu, katanya agar nampak beda dan spesial.

Rafael menoleh. "Kok lo bisa mikir gitu?"

Dengan acuhnya ia berkata, "Feeling aja."

Panto melayangkan jitakannya. "Piling lo gak bisa diandelin." Dion hanya mendengus sebagai respon.

"Besok kita buktiin di sekolah," lerai Rafael dengan bijak.

Pemuda dingin itu kembali menyugar rambutnya ke belakang. "Gue gak sekolah, gak bisa."

Ketiga temannya hanya mampu diam. Mau melarang pun percuma, Dion itu keras kepala. Jika kau mau mencobanya, pastikan kau mempunyai nyawa cadangan.

"Lo mau di sini?"

Dion mengangguk.

"Ya, udah. Kalau lo butuh bantuan," ujar Rafael menggantung.

Abam menepuk bahu kokoh itu. "Lo tau harus ke mana."

Setelahnya mereka pamit lalu pergi dari gudang.

-o0o-

Dion benar-benar tak pulang ke rumah hari itu, dan yang lebih hebat lagi, tidak ada satupun orang rumah yang terlihat cemas. Tama berkata, pemuda itu sudah cukup dewasa untuk menentukan pilihannya sendiri. Tak salah memang, hanya saja ... sudahlah.

Pagi itu adalah pertama kalinya bagi Anya pergi ke sekolah dengan ojek online, Reynand menolak untuk menjemputnya.

"Kak Rey bilang dia harus cepat sampai sekolah, mau belajar. Jadi nggak bisa buang-buang waktu buat jemput gue," kata Anya lugas untuk menjawab pertanyaan dari sahabatnya.

Gita menganga di seberang sana. "Buang-buang waktu?"

Anya mengangguk meski ia tau gadis kuncir satu itu tak akan melihatnya, setelahnya ia memutuskan sambungan telepon karena pengemudi ojek telah sampai.

Saat jam istirahat gadis cantik itu memutuskan untuk menemui Reynand di kelasnya. Sekedar memberi semangat, hal kecil yang bermakna, bukan?

Anya tersenyum sepanjang koridor, lengkungan sabit itu semakin lebar saat di depan pintu. Dulu ia sering ke kelas ini untuk mengantarkan makan siang milik Dion, sebelum mereka saling membenci seperti sekarang.

Ia juga menyatakan perasaannya di sini. Gadis itu tertawa kecil saat mengingat semua hal itu. Sekilas ia melihat bangku yang ditempati Dion, kosong.

Tak ingin berlama-lama gadis itu mengalihkan pandangannya pada Reynand. Anya tak percaya pada apa yang dilihatnya.

Dengan mulut yang sedikit terngaga gadis itu melangkah, matanya mulai mengumpulkan kristal bening, siap meluncur melalui pipi hanya dengan satu kedipan.

Ia sudah tak mampu berucap, lidahnya kelu. Sakit sekali, rasanya sesak. Di hadapannya ada Reynand yang sedang merangkul seorang gadis dengan mesra. Rambut indah berkilau, tubuhnya tinggi ideal, suaranya lembut dan tatapan matanya nampak tegas. Keduanya nampak tertawa hingga tak menyadari kehadiran Anya.

"Kak Rey bilang mau belajar untuk kelulusan, tapi malah sama ...."

Reynand menoleh lalu mengeratkan rangkulannya. "Pacar yang paling bisa ngertiin gue."

Gadis itu mundur teratur, kepalanya menggeleng, otak dan hatinya berusaha menolak kenyataan. Kendati Reynand memang tak pernah mengatakan apapun tentang status mereka selama ini.

"Lo pikir lo satu-satunya?" Reynand mendecih. "Halu."

"Tapi aku udah lakuin semuanya buat Kakak," ujarnya mencari pembelaan.

"Semuanya? Lo gak mau tuh waktu gue suruh bunuh nyokap lo yang cerewet itu!"

Anya bergetar hebat, Reynand benar-benar gila dengan semua rencananya. "Jelas aja gak mau!"

"Udah! Gue bosen sama lo, idiot!"

Dengan keyakinan penuh gadis itu menatap tajam pada cowok di depannya. "Gue benci sama lo!" Sadar atau tidak, ia sudah mengganti sapaannya.

"Terserah." Reynand mendorong Anya keras, gadis itu kehilangan keseimbangan lalu jatuh tersungkur.

Sambil menangis ia bergumam. "Ternyata kak Dion bener."

Dion [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang