Seorang gadis pemberani datang ke taman untuk membalas sakit hati yang dirasakan temannya. Alisnya menukik tajam, rautnya tak bersahabat.
Berikutnya hanya suara tamparan keras yang terdengar. Anya yang belum sepenuhnya menjauh dari tempat itu sontak menoleh, matanya membola kala melihat Gita dan Rafael.
"Lo pikir lo siapa bisa ngomong kasar ke temen gue kayak tadi?!"
Rafael membatu, ternyata sejak tadi Gita melihatnya. Sebenarnya, bukan hanya gadis itu, tetapi Dion, Panto, dan Abam juga menyaksikan dari kejauhan. Serta seseorang dengan gelagat aneh yang sejak tadi menonton.
"Lo mainin perasaan sahabat gue demi bisa dapetin simpati gue?! Lo gak punya hati, ya?!"
Sudah cukup, pemuda itu tak akan diam lagi. Ia maju selangkah, jika tadi Rafael menatap Gita penuh kelembutan, kali ini netranya menatap tajam bak hunusan pedang.
"Itu semua salah lo. Andai aja lo gak nolak gue, pasti sahabat lo gak akan salah sangka sekarang."
Gita mendecih, tentu saja ia tak terima. Rafael yang terlalu ambisius untuk mendapatkannya hingga melakukan segala cara. Padahal, masih banyak perempuan lain di luar sana.
"Kenapa lo nolak gue?" kali ini nada bicara pemuda itu sarat akan keputusasaan.
"Gue tau persis apa yang bakal dilakuin sama player kayak lo. Terutama saat udah mendapatkan target incarannya." Gita berbalik lalu pergi dengan cepat.
"Tapi gue bukan lagi bagian dari mereka! Gue udah berhenti mencari saat gue ketemu sama lo!"
"Bullshit!" balas gadis itu dari kejauhan.
Pertengkaran hebat disaksikan oleh Anya. Ternyata pemilik lesung pipi itu sangat menyayangi Gita, setidaknya itulah yang ia lihat dari tatapan Rafael pada sahabatnya. Gadis dengan netra lebar itu memilih pergi dan menenangkan pikiran di perpustakaan.
Kali ini Dion dan kedua temannya yang keluar dari tempat persembunyian dan menghampiri Rafael. Keempat pemuda itu hanya terduduk diam di bangku taman yang panjang.
"Sepi banget. Ngopi ngapa ngopi," kata si rambut ikal memecah keheningan.
"Basi," balas ketiga temannya membuat Panto merengut.
"Seharusnya lo gak ngomong gitu ke dia." Kali ini Dion yang angkat bicara.
"Anya maksud lo?"
Dion mengangguk membenarkan pertanyaan Rafael barusan. "Dia suka sama lo."
Rafael mengusak rambutnya. "Gue tau itu, tapi perasaan gak bisa diatur, Yon. Gue sukanya sama Gita!"
Yang dikatakan Rafael tadi benar, Dion hanya merasa ... tak tega jika melihat air mata meluncur jatuh dari mata indah milik gadis itu.
Abam menatap Dion penuh selidik. "Lo suka sama Anya?"
"Gak!"
Panto menyahut. "Kalau bukan suka terus apa? Cinta?"
"Bacot!"
Abam dan Panto kompak tertawa. Mereka tak tahu pasti apa yang dirasakan Dion, yang jelas keduanya sangat puas bisa mengerjai si kulkas berjalan ini. Rafael juga ikut terkekeh karena tingkah mereka.
"Mending lo semua belajar dah, hari ini ada ulangan."
Panto melotot. "Tau dari mana?"
Rafael memutar bola matanya. "Palingan dapat bocoran dari anak cewek kelas sebelah."
Abam mengangguk sambil menyugar rambutnya kebelakang. Senyum penuh kemenangan membuat beberapa gadis yang lewat memekik tertahan.
"Yang good looking mah beda," kata Panto lesu.
"Jangan merendah." Dion merangkul temannya. "Siapa tau ada yang diam-diam suka sama lo."
Cowok berkulit coklat eksotis itu berbinar. "Kalau macam tu, jom la kita cari!"
"Kebanyakan nonton BoBoiBoy nih anak," ujar Abam
Panto malah berbicara dengan nada. "Lah bodo amat, bodo amat lah."
"Jom, masuk kelas. Cikgu dah nak sampai tu." Rafael berdiri lalu berjalan duluan.
Dion ikut bangkit. "Jangan bilang lo kena virusnya Panto." Rafael hanya mengangkat bahunya acuh.
Keempat pemuda itu berjalan bersampingan. Dion dengan tatapan tajam, Rafael dengan lesung pipinya, Abam dengan senyuman mautnya, dan Panto dengan semua lelucon garingnya.
Panto kembali berujar, "Kita udah kayak pasukan TAPOPS. Gue jadi BoBoiBoy, Abam jadi Yaya, Rafael jadi Ying, terus Dion jadi Gopal."
ketiganya kompak menoleh pada pemuda ceria itu. "Macam tak betul je budak ni." Setelahnya mereka berlarian meninggalkan Panto di koridor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dion [TAMAT]
Teen Fiction#Pain1 Semesta yang menolak memberi senyum dan kisah yang hanya ingin berakhir dengan kepedihan. - - - - - Dion Revalino Adhitama, cowok dingin yang terbiasa berkata pedas. Namun, tiba-tiba meminta maaf atas ucapannya pada orang asing. Sebegitu besa...