"Lo mau deket sama Rafael, 'kan?"
"Mau"
"Ya udah," kata Dion singkat lalu berlari kecil meninggalkan Anya dalam kebingungan.
Gadis dengan rambut panjang itu menyusul. "Kak Dion, kalau ngomong itu jangan setengah-setengah, dong," katanya sambil merengut kesal.
Dion menoleh. "Cerewet!" umpatnya kasar, "sekarang lo lari, putarin bundaran itu tujuh kali. Terus balik ke sini buat skiping." titah Dion tak mau dibantah.
Anya terdiam, apa-apaan cowok ini. Main suruh seenaknya, memangnya dia pikir dia siapa?
"Buruan!" bentak pemuda jakung itu. Anya terkesiap, ia langsung mengambil langkah seribu, menjauh dari Dion.
Sambil menunggu, Dion mengetikkan beberapa pertanyaan di kolom pencarian. Setelah membaca beberapa artikel, ia mulai tahu langkah apa yang harus ia ambil selanjutnya.
"Aku cape lari-lari, kak Dion malah santai di sini sambil main hp," protes Anya setelah berlari mengelilingi bundaran taman.
"Alay." Cowok itu berdiri lalu memberikan sebuah lompat tali. "Lima puluh kali."
Anya ternganga. "Banyak banget, Kak."
"Cepat!"
"Bentak aja terus! Jadi cowok, kok, kasar," balasnya tak mau kalah, Anya menjauh sambil menggerutu kesal.
Dion menyusul. "Pulang sekolah gue beliin novel, gak usah bawel," tawarnya saat berhasil menyamakan langkah dengan gadis penyuka wattpad tersebut.
Mata gadis itu berbinar. "Beneran, Kak?"
Cowok itu mengangguk.
"Yey." Seperti mendapat pasokan tenaga, ia mulai melompati tali yang berputar.
Mereka pulang terburu-buru saat menyadari jam telah menunjukkan pukul setengah tujuh. Tiga puluh menit sebelum gerbang sekolah ditutup.
Keduanya bersiap secepat kilat, bahkan sarapan pun tak mereka hiraukan. Beruntung Dion sudah mengerjakan tugasnya semalam.
"Kak, tungguin," pinta Anya menatap Dion yang sudah siap di atas motornya.
"Buruan!"
Anya merapikan surai hitamnya yang berantakan karena terkena angin. Gadis itu bahkan tak sempat mengepang rambutnya, dan sekarang ia menyesal.
"Kak Dion, sih. Udah tau hari Senin, masih aja ngajak olahraga." Anya meletakkan dagunya di bahu pemuda itu agar Dion mendengar ucapannya.
"Diam atau gue turunin!" ancamnya dingin. Anya langsung mengatupkan bibirnya sambil melotot kaget.
Dion berhasil melesatkan motornya, hanya selisih beberapa detik sebelum gerbang ditutup. Bahkan penjaga sekolah pun sampai keceplosan mengumpat.
"Maaf, Pak!" kata Anya sembari menoleh ke belakang.
Keduanya berjalan cepat dengan Dion berada di depan. Beruntung mereka berhasil menyelinap ke dalam barisan.
-o0o-
Bel istirahat berbunyi nyaring. Sebagian murid pergi ke kantin, setengahnya lagi memilih tetap di kelas. Dion adalah salah satunya.
Pemuda bermata coklat itu menunggu sesuatu. Barang yang biasanya dia nantikan seperti saat ini. Namun, ada yang aneh. Jam istirahat sudah hampir berakhir, tetapi orang yang seharusnya datang tidak juga sampai.
"Ael, ke gedung kelas sebelas," kata pemuda itu sembari menarik tangan Rafael.
"Ngapain? Gue lagi maen ini, woi!" teriak Rafael tak terima, sayangnya tidak dibalas oleh Dion.
"Mana makan siang gue?" tanyanya saat sampai di kelas Anya.
Ya, pemuda itu sudah terbiasa untuk makan bekal entah sejak kapan. Masakan Ratih terasa sangat pas di lidah, Dion selalu ingin memakannya.
"Ini, Kak." gadis itu menyerahkan kotak bekal pada cowok di depannya.
"Kenapa gak dianter ke kelas?"
"Kakiku sakit."
Dion mengangguk paham.
"Eh, ada Gita," kata Rafael saat menyadari kehadiran Gita yang duduk di sebelah Anya.
Pemuda itu mendekat. "Apa kabar, dek Gita?" tanya Rafael dengan senyum mengembang.
"Jijik!" Gita melengos pergi, tentu saja Rafael mengikutinya.
Anya kembali melanjutkan makannya yang sempat tertunda, tetapi kemudian ia terkejut saat mendapati Dion yang mengambil tempat di sebelahnya.
"Kok duduk di sini?"
"Kelamaan kalau harus balik ke kelas."
Hingga saatnya pulang sekolah Anya masih tersenyum, gadis itu masih membayangkan saat dirinya berhasil glow up dan Rafael mulai menyukainya.
"Kenapa senyum?" tanya Gita heran
"Enggak apa-apa."
"Pasti gegara abis makan siang bareng kak Dion, ya?" tuding gadis bermata almond itu sambil tersenyum menggoda.
"Sok tau! Gue gak bakal senyum cuma karena abis makan siang." elaknya cepat
Anya mengingat sesuatu, Dion akan membelikannya novel hari ini. Gadis itu harus bergegas jika tak mau kehilangan kesempatan emas.
"Aduh!" pekiknya karena kakinya yang kembali keram.
Sambil terseok gadis itu berjalan menuju parkiran, dirinya tersenyum kala mendapati Dion yang masih bergeming di atas motor.
Cowok dengan punggung tegap itu mulai melajukan kendaraannya menuju toko buku terlengkap di kota saat Anya telah berhasil naik ke atas motor.
Setelahnya, Dion hanya duduk menunggu sambil memainkan game di ponselnya sementara Anya terlihat bingung memilih buku.
Gadis bersurai hitam itu nampak senang kala mendapatkan buku incarannya. Ia mengambil tempat di hadapan Dion lalu mulai membaca.
"Potong rambut lo," kata Dion tiba-tiba.
Anya mengernyit bingung. "Kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dion [TAMAT]
Teen Fiction#Pain1 Semesta yang menolak memberi senyum dan kisah yang hanya ingin berakhir dengan kepedihan. - - - - - Dion Revalino Adhitama, cowok dingin yang terbiasa berkata pedas. Namun, tiba-tiba meminta maaf atas ucapannya pada orang asing. Sebegitu besa...