gingsul dan gigi kelinci

71 8 1
                                    

Jam dinding berdetak di ruang tamu, sudah hampir tengah malam, tetapi Dion masih sibuk dengan acara menontonnya. Kebiasaannya jika sedang banyak masalah --begadang untuk menenangkan pikiran.

"Kak Dion belum tidur?" tanya sebuah suara dari belakang.

Dion berdehem. Tanpa menoleh pun pemuda itu sudah tau siapa yang bertanya barusan. Berikutnya ia hanya mendengar suara langkah kaki mendekat, Anya mengambil tempat di lantai yang beralaskan karpet.

Anya menoleh kebelakang. "Kak Dion, aku mau minta tolong boleh, nggak?"

Cowok bermata coklat itu tak menjawab, tangannya mengambil remote lalu mematikan televisi di depannya.

Pemuda itu juga turun dari sofa, beralih duduk di lantai seperti Anya. "Apa?"

"Ajari aku apa pun, tapi jangan ajari aku tentang bagaimana hidup tanpa Kakak."

Untuk sesaat pemuda bermata dalam itu terdiam, berusaha mencerna kalimat barusan. Tak lama kemudian gelak tawa dari Dion pecah, ada-ada saja gadis di depannya ini.

"Humor lo kenapa makin receh, sih?" Dion kembali terkekeh. "Gombalan lo gak mempan."

Anya merengut kesal, telinganya memerah menahan malu. Nanti ia akan meminta ganti rugi pada Rafael yang sudah mengajarinya hal ini.

"Siapa yang ajarin lo ngomong kayak tadi?"

"Kak Rafael."

Dion kembali tertawa, sangat terhibur. Ia tak percaya sahabatnya mengajari hal bodoh seperti ini pada gadis polos di depannya. Pemuda itu jadi gemas sendiri.

Cewek berkawat gigi itu terdiam, pertama kali melihat Dion tertawa seperti ini. Tak 'kan ada yang menyangka jika pemuda di depannya bisa berubah seperti monster saat marah.

Bayangkan saja, mata coklatnya sampai menutup, tubuhnya bergetar, rambut hitamnya juga ikut bergoyang, dan gingsul itu ... selama ini bersembunyi di wajah kaku miliknya, sangat menawan.

"Kak Dion, berhenti ketawa!" pekik Anya.

Cowok jakung itu berhenti tertawa, ralat, berusaha menghentikan tawanya. Ia mengusap sudut matanya yang berair lalu menatap Anya lekat.

"Kenapa, hm?" tanyanya lembut.

Anya menjadi gugup. "Berisik."

Dion mengangguk lalu berhenti tertawa, suasana kembali hening dan kaku. Pemuda itu merenung, tak seharusnya ia tertawa seperti tadi, apalagi alasannya karena Anya, gadis yang mati-matian ia singkirkan dari hidupnya. Namun ....

"Kak Dion, ajarin aku mata pelajaran kimia," rengek cewek berkacamata kotak itu tiba-tiba.

Dion mendengus. "Tengah malam gini lo mau belajar?"

Pemuda itu bangkit, pergi menuju kamarnya di lantai atas. Sementara Anya mematung, sepertinya ia sudah mengucapkan kalimat terlarang dan membuat Dion marah.

Pemuda tadi kembali dengan buku-buku tebal di genggamannya. Sementara gadis bersurai hitam itu tak menyangka Dion akan membantunya. Ia juga berlari masuk ke kamarnya untuk mengambil buku.

Berikutnya Anya mulai belajar. Sesekali gadis itu bercerita tentang bagaimana perjalanan pulangnya dengan Rafael.

Dion tersenyum simpul saat mengetahui sahabatnya bersikap baik pada gadis di depannya. Setelah Anya berhasil dekat dengan Rafael, ia akan terbebas dari semua gangguan. Hidupnya akan kembali damai dan tentram seperti dulu.

Pemuda itu kembali fokus, Dion menuliskan beberapa soal lalu memberikannya pada Anya. Tidak seperti biasanya, gadis itu mengerjakan semuanya tanpa mengeluh. Ia belajar dengan sangat giat.

"Selesai!" pekik gadis itu senang.

"Hm." pemuda itu menyentuh pucuk kepala Anya. "Kelinci pintar," katanya sambil menepuk kepala itu perlahan, berikutnya tepukan itu berubah menjadi usapan kecil yang lembut. Manis sekali.

Tangan Dion masih bertahan di kepala gadis itu untuk beberapa detik, seolah sedang menyatakan betapa ia ingin menyingkirkan Anya secara perlahan. Namun, niatnya selalu terkurung dalam pikiran, tubuhnya bahkan menolak untuk melakukannya.

Anya gugup, telinganya kembali memerah. Kenapa juga ia harus tersipu karena cowok ini. Menyebalkan.

"Kalau gitu aku harus dapat hadiah."

Pemuda itu terkejut lalu menarik tangannya cepat. "Apa? Mau gue cium biar kayak di novel?"

Anya menggeleng cepat. "Belikan aku es krim."

Dion mendecih. "Beli sendiri."

"Mana ada orang beli hadiah buat dirinya sendiri." Gadis itu beranjak dari sana sambil membawa buku-bukunya, ngambek.

Berikutnya terdengar suara rintihan, Anya tersandung. Pemuda jakung itu tertawa dibuatnya, puas sekali menertawakan gadis itu. Cewek bergigi kelinci itu merengut kesal, tetapi kemudian ia ikut tertawa bersama Dion.

Merasa cukup Anya melanjutkan langkahnya pergi ke kamar. Pun dengan Dion, ia berjalan dengan tatapan kosong, pikirannya terbang ke beberapa jam sebelumnya.

"Gue bakal rebut dia."

Dalam diam Dion mengepalkan tangannya kuat. Cowok itu tak tahu apa maksud dari perkataan musuhnya tadi sore, tapi satu hal yang pasti. Dion akan menggagalkan rencananya.

Dion [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang