Terhitung sudah satu bulan semenjak Dion ditemani ART baru di rumahnya, selama satu bulan pula ia selalu dibawakan bekal oleh Anya.
Jika kalian pikir Dion akan luluh, maka jawabannya adalah tidak. Bagaimana mungkin makhluk seperti Dion bisa menjadi lembut hanya karena satu kotak makan siang?
"Kak Rafael, I have crush on you. Would you be my boyfriend?" tanya seorang gadis dengan beraninya.
Seluruh penghuni kelas dua belas mendadak sunyi. Apa-apaan gadis itu? Dia pikir dia siapa berani menyatakan perasaan pada salah satu most wanted di sekolah ini?
Rafael tertawa remeh. "Lo serius?" Tatapannya menyorot dari atas sampai bawah.
"Iya," kata gadis itu sembari mengangguk mantap. Senyumnya mengembang sempurna di kedua pipinya. Ia merasa mendapatkan secercah harapan atau-
"Enggak."
Anya ternganga. "A-apa?"
"Lo tuli? Gue gak mau jadi pacar lo!" katanya dengan nada satu oktaf lebih tinggi.
Gadis itu tersenyum kecut. "Kenapa memangnya?" dalam hati ia sangat ingin berjuang untuk ... orang yang disukai.
"Lo sadar diri dong!" Dengan senyum miring, ia menatap gadis bermata coklat gelap itu. "Dekil gini gak usah mimpi jadi pacar gue!" ucapnya nyaring.
"Gitu, ya?" Sekarang Anya menunduk dalam, tiba-tiba ia takut pada penghuni kelas itu.
Gadis berbando merah maju selangkah. "Lo siapa, sih? Lo pikir lo cantik?" Sontak semua tertawa.
Gita menarik paksa temannya, menjauh dari kelas yang katanya berisi manusia tak berhati dan hobi menghina fisik orang lain.
"Apa yang lo pikirin?!" bentak Gita tak tahan, "lo bilang cuma mau nyatain perasaan! Tapi tadi lo nembak Rafael!"
"Mereka cuma nerima orang-orang yang good looking! Penghuni kelas itu," Gita menunjuk kelas tempat Rafael berada. "Mereka gak menyisakan tempat untuk orang kayak kita!"
"Lo ngomong gitu seolah muka lo sama jeleknya dengan gue," sinis Anya. Entah setan mana yang membisikkan kalimat itu padanya. Gita itu cantik, wajahnya bulat, tinggi semampai dengan tubuh ideal. Siapa yang tidak iri?
"Anya!" bentak Gita pada sahabatnya, nyali Anya mendadak ciut.
Teriakan nyaring tadi mengusik gendang telinga cowok yang tengah tertidur malas, Dion. Netra tajamnya menyorot pada pemuda berahang kotak yang baru saja meninggalkan kelas tiga detik yang lalu, Reynand.
Laki-laki yang menduduki peringkat tiga pararel itu keluar kelas menuju taman sekolah di lantai dasar.
"Jangan pernah berurusan dengan player kalau lo gak mau perasaan lo dimainin." Gita menatap tajam pada sahabatnya.
"gue cuma--"
"Buka mata lo lebar-lebar! Sekali player akan tetap jadi player! Ini bukan dunia halu, good looking bakalan tetap jadi prioritas!" Gita berusaha mengembalikan kewarasan gadis di depannya.
"Gue cuma ngerasa kalau gue bisa bantu kak Rafael berubah jadi lebih baik," ucap Anya lirih sebagai pembelaan.
"Hidup lo kebanyakan baca wattpad! Seorang player gak akan pernah berubah!" balas gadis dengan kuncir kuda itu.
Taman sekolah menjadi ramai. Sebagian merekam drama ini, sebagiannya lagi sedang sibuk melakukan siaran langsung atau sekedar mengunggah instastory.
"Gita bener, gue gak akan berubah hanya karena lo," kata seorang cowok yang baru sampai di taman.
"Kenapa, Kak?" tanya Anya terkejut.
"Karena ...." Rafael menjeda kalimatnya, ia berjalan mendekati sepasang sahabat yang sedang beradu argumen itu. "Gue suka sama Gita." ucapnya lugas.
Pengakuan yang mengejutkan dari Rafael, bahkan untuk Dion yang menatap tanpa minat dari lantai dua.
"Shut up!" ucap Gita marah. "Sampai kapan pun gue gak akan mau sama lo!" katanya lalu menarik tangan Anya pergi.
Penonton bergemuruh, dapat dipastikan ucapan Gita barusan akan menjadi trending topic selama satu minggu ke depan.
Seseorang tersenyum miring menatap kejadian tadi, senyum miring yang misterius dan Dion melihat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dion [TAMAT]
Teen Fiction#Pain1 Semesta yang menolak memberi senyum dan kisah yang hanya ingin berakhir dengan kepedihan. - - - - - Dion Revalino Adhitama, cowok dingin yang terbiasa berkata pedas. Namun, tiba-tiba meminta maaf atas ucapannya pada orang asing. Sebegitu besa...