drama

56 6 0
                                    

Mari melihat dari sudut pandang seorang Dion Revalino Adhitama. Ia tau ini akan terjadi, Reynand sangat buruk di matanya. Cowok berperawakan tinggi dengan mata coklat gelap itu memang tak sebaik yang dipikirkan orang lain.

Jika mengikuti kilas balik, pemuda itu sangat melarang Anya untuk sekedar mengobrol apa lagi berdekatan dengannya. Dion tentu punya alasan kuat untuk itu.

Pemuda itu sebenarnya tidak terlalu peduli, dari awal ia memang berniat untuk tidak menoleh pada apa yang sedang terjadi. Namun, Reynand tak bisa dianggap enteng. Dia berbeda, terlalu berbahaya dan bengis. Cowok itu manipulatif.

Apa yang membuat Dion berpikir demikian? Karena sulit untuk melihat apa yang Reynand perbuat. Sikapnya, ucapannya, bahkan mimik wajahnya sangat meyakinkan. Itulah yang membuatnya mudah memengaruhi si target.

Anya. Memangnya apa yang membuat Dion mendadak memikirkan Reynand? Tentu saja gadis itu. Dion sama sekali tak peduli dengannya, toh mereka saling membenci, 'kan?

Hanya saja, sepertinya menyenangkan bila melihat Anya hancur secara perlahan. Dion jahat? Tidak. Ini murni kesalahan Anya, tak mau mendengarkan peringatan Dion. Sekarang, tanggung sendiri akibatnya.

Tepat di depan kelas, di jam istirahat, dua orang remaja duduk bersebelahan, menghadap langsung ke arah lapangan. Si laki-laki terlihat memohon, setelahnya ia bangkit kemudian bersimpuh di depan si gadis.

"Maaf, aku cuma nggak suka dia ngomongin kamu."

Lagi-lagi Dion mendecih, tahu bahwa semua yang diucapkan Reynand adalah bohong. Ia tak akan percaya pada cowok itu. Sayangnya hal seperti itu tak berlaku bagi Anya, si gadis polos berhati baik.

"Iya." Gadis itu menghela napas. "Jangan diulang."

Reynand mengangguk lalu merengkuh orang di depannya, lama. Seolah menyalurkan semua yang cowok itu rasakan.

Dion menatap sinis dari jendela kelas.

"Woy! Kalau mau pelukan itu liat tempat, dong!" pekik Panto dari dalam kelas.

Abam tersenyum remeh. "Bucin!"

Sementara Rafael tak bereaksi apa-apa, hanya duduk diam dan menonton.

Reynand naik pitam. Baginya, Dion dan teman-temannya sangat layak untuk dimusnahkan. Cowok itu melepaskan rengkuhannya lalu berjalan cepat, target utamanya adalah pemuda bermulut pedas yang daritadi menatapnya tak suka.

Satu bogeman melayang ke arah Dion. Meleset! Reynand mengumpat kasar, suaranya memenuhi setiap sudut kelas. Cowok itu menyerang Dion secara membabi buta.

Pemuda yang hobi bermain game itu terus menghindar, berjalan mundur tanpa melihat apa yang ada di belakang. Hingga seseorang menyandungnya, membuatnya tersungkur ke belakang dan menghantamkan punggungnya ke meja.

Reynand sudah hampir memukul wajah itu kala melihat Anya berdiri di depannya sambil menangis hebat, ini kedua kalinya ia melihat cowok ramah itu bersikap kasar.

Tebak apa yang terjadi setelahnya. Yap, pemuda itu berenti, emosinya sudah mulai stabil. Perlahan ia mengangkat tangan, mengusap air mata Anya dengan ibu jarinya sendiri, lalu kembali merengkuh tubuh mungil di depannya.

Seseorang yang daritadi diam mendecak. "Drama!" Ia pergi keluar kelas.

Dion merapikan seragamnya lalu pergi menyusul Rafael, diikut kedua temannya dengan senyum miring di wajah mereka.

"Kak Rey kayak monster."

Ucapan Anya masih dapat terdengar di telinga Dion. Dalam hati ia menertawai gadis itu karena sudah termakan bujukan Reynand.

"Sudah terlambat untuk mundur dan menjauh." pelan sekali. Dion yakin tak akan ada yang mendengar ucapannya barusan.

Dion [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang