Kantin, destinasi paling ramai saat jam istirahat. Rafael mengambil tempat di pojok juga diikuti ketiga temannya.
"Udah dengar belum? Si cabe berantem."
Seolah belum jera, gerombolan gadis yang kemarin diancam oleh Reynand kembali membahas topik yang seharusnya terlarang.
"Idih. Waktu itu berantem sama Rafael, terus Dion, sekarang Reynand?"
Gadis berambut pirang itu tertawa skeptis. "Dasar cabe."
Ketiganya sudah duduk di satu meja, jauh dari tempat Dion dan teman-temannya, tapi suara mereka sanggup memenuhi seluruh kantin.
Panto mendecak. "Bilang aja lo kalah saing."
Andai mereka bersumbu pendek, pasti perdebatan sudah terdengar sejak tadi. Beruntung gadis populer itu mengacuhkan ucapan Panto.
Gadis berponi mengumpat. "Nanti diputusin nangis."
"Katanya mereka gak pacaran," sanggah temannya.
"Mampus, jadi pelarian."
Keempat pemuda di pojok kantin itu sudah muak. Lelah sekali mendengar omongan para gadis bersuara nyaring itu. Meskipun yang mereka bicarakan adalah fakta.
Rafael mengumpat. "I'm sick of this!"
"Tapi lo semua penasaran, gak sih?" ujar Panto sambil tersenyum miring. Hitung-hitung hiburan gratis.
Dion antusias. "Di mana?"
Abam menatap ke beberapa tempat, lalu berucap, "Paling di taman sekolah, ayo!"
Keempat pemuda itu berjalan cepat mengikuti beberapa murid lain. Dan benar, kerumunan manusia telah terbentuk akibat perdebatan sepasang remaja tanpa status itu.
"Aku marah!"
Reynand ternganga. "Marah?!" pemuda atletis itu menaikkan nada bicaranya.
Taman yang semula ramai, kini semakin menjadi, penonton bergemuruh. Jam istirahat sudah hampir habis, tapi kedua anak manusia itu belum berniat untuk menyudahi adu mulut mereka.
"Iya! Kalau kak Rey masih suka berantem kayak gini, aku bakalan marah!"
Cowok berambut hitam itu tiba-tiba menunduk. "Padahal aku cuma belain kamu," katanya dengan netra sayu. "Kamu tau, 'kan, aku udah nggak punya siapa-siapa lagi?" ia bertanya dengan suara lemah menahan tangis.
Anya jadi merasa bersalah, gadis itu mengangguk ragu.
"Apa salahnya kalau aku belain orang yang kusayang?" kali ini Reynand menyentuh pipi gadis berambut pendek itu dengan lembut.
Ia menangis. "Ma-maaf, Kak. Aku yang salah." Anya terisak sambil memeluk cowok di depannya.
"Dan drama ini berakhir dengan permintaan maaf dari Anya." Panto berbicara di depan banyak orang lalu mengusir mereka satu persatu.
Seseorang tersenyum miring. "Manipulatif seperti biasa."
-o0o-
"Assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam, anak gadis pulang jam segini?! Nggak ingat jalan pulang apa gimana sih?" tanya seorang wanita paruh baya di depan pintu rumah.
Saat ini liburan akhir semester. Namun, Anya dan Ratih tetap bekerja di rumah tuan Tama. Inilah masa yang tepat bagi Reynand untuk menjalin kisah yang lebih manis dengan gadis pujaannya.
Setelah menurunkan Anya tepat di depan pagar rumah, pemuda itu langsung tancap gas dan pergi. Padahal gadis itu sudah memintanya untuk masuk dan menemui ibunya.
Melihat Anya yang mematung, wanita bercelemek itu menggeleng. "Alasan apa lagi kali ini?"
Ratih sudah bosan. Selama hampir dua minggu putrinya pergi keluar dan selalu pulang setelah matahari terbenam. Ibu mana yang tak khawatir?
"Tadi, kak Rey ngajakin ke toko buku," cicit gadis itu takut-takut.
"Mana yang namanya Rey?! Jangan-jangan anak nggak bener, ya?"
Anya menggeleng cepat. "Enggak, Bu. Kak Rey orang baik, kok."
"Baik dari Hongkong! Disuruh minta izin secara langsung aja takut! Kamu sudah terpengaruh!"
"Ibu! Berhenti ngomongin kak Rey!"
Sambil mengangguk Ratih berujar, "Sudah berani bentak Ibu? Sudah besar kamu?!"
Seolah tersadar, gadis itu langsung menunduk. "Maaf, Bu. Kata kak Rey, aku harus keluar dari zona nyaman."
"Keluar dari zona nyaman gimana? Pulang malam gitu?"
"Aku nggak punya pilihan, Bu." Gadis itu mulai terisak. "Kak Rey bakal nyakitin diri sendiri kalau aku gak mau jalan sama dia. Cuma aku yang bisa tenangin kak Rey," jelasnya.
Ratih berbalik masuk ke rumah. "Halah! Otakmu sudah dicuci sama cowok gak jelas itu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dion [TAMAT]
Teen Fiction#Pain1 Semesta yang menolak memberi senyum dan kisah yang hanya ingin berakhir dengan kepedihan. - - - - - Dion Revalino Adhitama, cowok dingin yang terbiasa berkata pedas. Namun, tiba-tiba meminta maaf atas ucapannya pada orang asing. Sebegitu besa...