Hamun

342 61 26
                                    

Alea turun dari motor Jason, tersenyum tipis mencoba menjaga image-nya didepan sang doi.

"Gw pamit ya, titip salam sama orang tua lu"

Alea mengangguk kecil, "Iya, makasih udah di anter"

Jason tak berbicara lagi, dia melajukan motornya tanpa membalas ucapan Alea.

"Oke gw gapapa," Alea tersenyum kecut sembari berbalik, berjalan dengan santai kerumahnya yang kosong.

Tangan Alea meraih kenop pintu, membukanya dengan santai setelah memutar kunci dilubangnya. Alea merebahkan tubuhnya di sofa, matanya tiba-tiba membulat ketika mengingat buku diary-nya.

Tasnya dibuka, diobrak-abrik hingga Alea bernafas lega ketika menemukan apa yang dicari. Buku bersampul hitam bertulis 'Hamun'.

Mungkin hanya Alea dan Tuhan yang tau isinya, tentang apa saja yang dituangkan kedalam lembaran-lembaran kertas putih. Alea membukanya, menatap dengan bangga buku diary yang telah ia tulis selama kurang lebih dua tahun.

"Kalo sampe ni buku ilang, Hem mampus dah. Apalagi kalo Jason yang Nemu"

Ponsel Alea berdering, sigap, sakunya langsung dirogoh, mencari benda pipih yang berharga lebih mahal dari harga dirinya.

Alea mengerenyit, nomor tak dikenal tengah menelfonnya, dan dia terlalu malas untuk mengangkat telfon yang kemungkinan hanyalah si mbak mbak penawar pinjaman uang.

"Sorry aja ya mbak, gw dah kaya"

~~~~~

Sean menatap ketiga gadis dihadapannya, dua diantara mereka sudah berpenampilan kusut, hanya hembusan nafas yang keluar dari kedua lubang hidungnya yang besar.

"Nape Lo liat-liat? Demen?"

"Wuek," Aurella sungguh berlagak muntah, Sean memang narsis abis, Aurella bersugesti perempuan yang nantinya menjadi istri Sean suatu saat telah mendapat kutukan.

Diva bangkit dari duduknya, lagipula dia malas meladeni si double Rell, terutama Sean yang menyuruh mereka duduk tapi tidak melakukan apapun selama 27 menit.

Membuang waktu saja.

Sean berdeham, "Mau kemana Lo?"

Diva tak menjawab, tungkai kakinya mulai bergerak seraya tangannya sibuk menata rapi rambutnya yang menjadi korban keributan dengan Aurella.

Aurelly memutar bola matanya malas, dia menunjuk ke arah belakang sekolah, mengode Aurella untuk pulang. Sayangnya Aurella tidak mengerti dan hanya diam dengan mulut terbuka.

"Apaan sih? Ngomong"

Aurelly hampir saja meremat wajah kembarannya itu, dengan kasar, Aurelly menarik tangan Aurella menuju ke parkiran.

"Mau kemana sih?"

"Alam baka, sekali lagi ngomong dapet piring cantik," Aurelly sudah kesal, entahlah moodnya berantakan tiba-tiba.

Sementara Sean yang bingung ikutan bangkit, mengekori Diva yang terus saja berjalan keluar dari area sekolah menuju ke gerbang utama.

Diva berhenti tiba-tiba dan itu membuat Sean ikut mengerem, gadis yang sudah menguncir rambutnya dengan rapi menoleh kebelakang.

Sean menyengir lebar hingga deretan gigi rapinya terekspos.

Diva berkacak pinggang, "Ngapain Lo ngikutin gw?"

"Siapa yang ngikutin Lo?, Orang gw mau balik," Sean berjalan melewati Diva dengan santai dengan tangan yang disembunyikan di saku, mencoba sok cool.

Diva berdecak kesal dengan tatapan tidak bersahabat, "Nyebelin banget sih, awas aja besok gw cubit cubit tu ginjal sampe lembek!"

_•_

Nah buat Lo, si silent readers. Gw betot sini.

Pencet bintang ceffat!.

Kleyan tidak follow saia?
Sungguh terllallu.





TIDAK LAGI UPDATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang