alasan

140 29 4
                                    

"Jadi..., langkah apa yang bakal Lo ambil"

Ridwan tersenyum kecut, mungkin memang baru setahun belakangan ini dia mencintai Windy.

Gadis pendiam yang dengan mudah mencuri hatinya. Tatkala gadis itu tersenyum, hati Ridwan ikut menghangat. Saat gadis itu diam, Ridwan memandanginya.

Dan ketika Windy marah, Ridwan menikmatinya. Senang rasanya selama setahun ini bisa menggoda gadis introvet yang doyan marah-marah.

Ridwan tak pernah menyesal jatuh cinta pada gadis yang mengendarai sepedanya dengan tenang lalu sesekali bersenandung untuk menghilangkan jenuh yang tetiba datang.

Mungkin sudah puluhan foto yang diambil Ridwan diam-diam setiap ada kesempatan. Bahkan laki-laki itu terheran, sepertinya Windy tengah menyia-nyiakan wajah cantiknya.

Jika saja gadis itu gemar berfoto seperti cewe kebanyakan. Mungkin akan lebih banyak koleksi album mini milik Ridwan.

"Woy, kok lu bengong sih"

Ridwan mengerjap, dia menatap tajam Sean sembari mendengus, hampir saja dia terjungkal tadi.

"Kayaknya gw nyerah aja deh," jawaban dari bibir Ridwan tak membuat Sean kaget.

Setidaknya laki-laki dengan satu tangan disaku dan tubuh yang disenderkan ke dinding itu telah menduga jawaban itu akan ia dengar.

Sean menepuk bahu Ridwan pelan, "Pilihan sih ada ditangan Lo, kalo gw mah, stay ngejar Diva"

Ridwan mendecih, "Diva ga suka sama Lo bloon"

"Lah mana tau bentar lagi Diva demen sama gw, harusnya pas diuji kayak gini tu Lo makin strong. Berjuang coy berjuang!"

"Alay Lo"

Itulah kilas balik sehari yang lalu. Apakah ini cukup menjadi alasan mengapa Ridwan menjadi berbeda?. Mungkinkah Windy merasa kehilangan?.

~~~~

"Jasonnn"

Jason berdeham, laki-laki itu tengah mengacuhkan Caren, sedari tadi gadis yang harus menjadi korban game itu hanya mengaduk jus lemonnya yang kini tinggal setengah.

Caren memutar bola matanya malas ketika Jason masih saja fokus pada gamenya. Oke Caren akan bersikap yang sapa. Tangannya meraih ponsel yang terbaikan selama kurang lebih 30 menit itu kini digenggamannya.

Sesekali Caren tertawa kecil, entah apa yang ia lihat. Keduanya menjadi sibuk satu lain, Jason yang semakin fokus dan Caren yang semakin sering mengeluarkan tawa.

Bel masuk berbunyi, istirahat yang menurut pasangan ini terlalu cepat berlalu. Ketika siswa-siswi mulai bangkit dan masuk kekelasnya.

Mereka masih sibuk dengan ponsel masing-masing, seakan tidak perduli dengan sekitar.

Lima menit berlalu, kantin telah sunyi. Caren duluan bangkit, dia menatap Jason datar.

"Jason, aku ke kelas duluan. Kamu jangan disini terus"

"Hm"

Caren akhirnya berlalu meninggalkan Jason yang sedari tadi hanya berdeham. Bahkan gadis itu mungkin saja sudah frustasi jika tidak membuka ponselnya dan sibuk dengan dunianya sendiri.

Kini tinggal Jason, entah mengapa laki-laki ini tak mengalihkan pandangan sama sekali dari ponselnya. Dia pun tak menyadari, gadis si pengantin lama tengah memperhatikan dari sudut yang lumayan jauh.

Alea tersenyum tipis, sangat tipis, orang yang melihatnya dalam jarak satu meter pun. Bisa saja tidak memprediksi senyuman kelewat tipis itu.

Tiba-tiba ide brilinong muncul di otak mini Alea. Dengan segera, dia merogoh sakunya. Meraih ponsel yang tak sulit untuk dicari.

Jarinya dengan lincah menari diatas keyboard dan twuing.

Ponsel Jason bergetar.

+62156688908123

Jason, balik ke kelas.

Jason tak mengindahkan pesan nomor tak dikenal yang muncul. Kedua ibu jarinya masih aktif bermain game.

+62156688908123

Jason, ini Alea.

Dan dor.

Notifikasi kedua yang muncul mengagetkan Jason, sontak dirinya langsung berdiri tegap.

Jason, what's wrong with you?

_•_

Palepalepale
Part selanjutnya kita ketemu sama bang Sean dan de Diva.

Kalian kapal mana?


TIDAK LAGI UPDATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang