Dia

135 26 11
                                    

"Divvaaa"

"STOP! MUNDUR 5 METER SEKARANG!"

Sean menggeleng sembari menaik-turunkan alisnya, argh tolong siapapun bulu kuduk Diva berdiri karena merinding sekarang.

Smirk yang dihasilkan Sean benar-benar memberikan vibes penjahat kelamin.

"Bakso mau ga Div?," Tanya Sean sembari meraih tangan Diva.

Diva menghempaskan tangan Sean begitu saja, lalu berlari seraya bergidik ngeri.

"DIVA, TUNGGUIN!"

Sean ikut berlari, dan terjadilah kegaduhan. Seakan slow motion, Diva melompati para gadis yang duduk di lantai depan kelas. Para penggibah itu sontak hampir berteriak, terutama ketika Sean datang menyusul menerpa mereka.

Para gadis langsung berguling menghindar, kejar-kejaran masih berlanjut. Diva berbelok ke taman milik anak kelas 11. Pot-pot yang tidak bersalah menjadi korban injakan dua tuyul ini.

Dan mereka yang merasa telah berkerja keras menyulap hutan mini yang gersang itu menjadi taman yang aesthetic, syok.

Aurelly pun menggelengkan kepalanya heran, dia tengah menampu dagunya di lantai 3. Diva dan Sean itu sama-sama bertingkah random, mood swing pula.

"Ngapain anak asing kesini"

Aurelly menoleh, menatap laki-laki yang tak ia kenal tengah berdiri tegap menatapnya dengan tatapan yang tak bisa Aurelly sendiri jelaskan.

"Ni sekolah bukan nenek moyang Lo yang bangun, gosah banyak bacot," Aurelly kembali fokus menatap keributan dibawah, mencoba pura-pura merasa laki-laki yang tengah memutar bola matanya ini tak ada.

Laki-laki itu mendekat kearah Aurelly, menatapnya dari samping, yang ditatap masih berusaha merasa tidak ada siapapun di didekatnya. Meski akhirnya pun ujung matanya tidak dapat ditahan untuk tak membalas tatapan itu.

"Apaan sih lo," Aurelly menyelipkan rambutnya ke belakang telinga.

Gak ada angin gak ada hujan, matahari pun tenggelam.

Ga nyambung bego.

Ni dua lumba-lumba kenapa jadi tatap-tatapan, mana sepi gini. Kalo khilaf gimana bwang.

"Heh lu ngapain ngeliatin gw?, Terpesona Lo," kelakar Aurelly.

"A en je a ye, najis kali ye. Lo kali naksir gw"

"Wuek, mending si Alex daripada Lo jelok," ejek Aurelly lalu bergegas pergi meninggalkan laki-laki itu sendirian.

"Alex saha dah?," Gumamnya.

~~~~

Caren berlarian di koridor, dia tengah menuju ke belakang sekolah, tempat yang sering ia tongkrongi. Mungkin ciwi-ciwi lain ga bakal berani ke belakang sekolah, karena banyak anak cowo yang bolos lagi ngerokok, dan pastinya ganggu banget.

Mana suka ngeggoda ga jelas.

Mata Caren menyapu sekitar, biasanya dia akan menunggu dibawah pohon dengan mata terpejam, namun mengapa dia tak terlihat sekarang.

"Gw disini"

Caren menoleh, menatap Jevas yang berjalan dengan karisma maksimal membuat pipi nya memanas.

"Udah 3 hari Jev, harus sampe kapan?," Tanya Caren to the point.

Jevas menaikkan satu alisnya, dia duduk di bangku kayu yang berada tepat di bawah pohon, lalu memejamkan matanya, persis seperti yang dideskripsikan tadi.

Caren mengulum bibir, tangannya sibuk meremas rok yang senada dengan seragamnya. Jevas membuka satu matanya melirik Caren, lalu memejamkan nya lagi.

"Empat hari lagi," ucap Jevas santai.

Apa? Selama itu?, Caren mendengus kesal. Dia sudah lelah harus berakting dihadapan Jason dan yang lainnya, tapi demi Jevas, apapun pasti akan ia lakukan. Pastinya.

"Kenapa?, Lo mau nyerah?," Tanya Jevan yang langsung dibalas gelengan oleh Caren.

"Tapi Lo inget janji Lo kan"

Jevas hanya berdeham, sungguh naif. Jason, sepertinya sepupu mu tengah melaksanakan balas dendam dengan memanfaatkan kelemahan Caren.

Perempuan yang kau sukai.

~~~~~

Prangg.

Jason reflek terbangun dari tidurnya, umpatan pun tak akan cukup menahan amarahnya. Rasanya sudah jengah dia mendengar barang-barang pecah karena emosial papanya yang tidak pernah teratur.

Terutama, para ****** sewaan yang selalu dibawa tua bangka itu kerumah. Jika saja dia bukan orang yang membantu dalam adanya Jason di dunia ini, puluhan pukulan pasti sudah Jason layangkan.

Laki-laki itu bangkit, toh buat apa dia dirumah dan mendengar suara dusta yang semakin memperparah emosinya.

Jason mengais jaketnya secepat kilat, menuruni satu persatu tangga. Motor yang awalnya berada di garasi itu Jason keluarkan, tak lupa mengambil kunci yang tak jauh dari letak motornya semula.

Jarum jam menunjukkan pukul 9 malam, jalanan masih terkesan ramai. Angin malam yang menyeruak menerpa tulang seakan bukan halangan. Langit hari ini tidak terlalu sepi, bintang bintang menghiasinya dengan cantik, tak lupa sang bulan yang menjadi primadona diantara semuanya.

Dia terlihat tampil sempurna dengan sabit yang terbentuk indah. Suara perut tiba-tiba terdengar, Jason mendengus. Ia baru ingat kalau perutnya belum mendapatkan jatah yang seharusnya.

Motornya pun berbelok ke kiri, tak lama kemudian tampak banyak jajanan jalan yang masih buka. Bahkan bau sate yang tengah dibakar menusuk Indra penciuman Jason.

Dia rindu bau sedap baksonya mang Ujang. Ujung mata Jason pun menelisik sekitar. Sayang sekali, gerobak bakso mang Ujang tak kunjung Jason temukan. Entah mereka yang memang tidak berjualan atau sudab pindah?. Lagipula itu sudah lama sekali, bahkan Jason lupa berapa tahun dia tak berkunjung ke tempat ini.

Banyak kemungkinan yang bisa dipikirkan. Tatapan Jason tersirat rasa kecewa, baru saja ia ingin mengobati rindu.

"Jason"

_•_

Ay Saha yang manggil bang jason

TIDAK LAGI UPDATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang