36. Perjalanan Hidup

225 23 1
                                    

Biasakan vote sebelum membaca

1 tahun sudah usia pernikahan Raina dan Fauzan, dan sekarang mereka sedang menunggu jawaban dari Allah untuk kehadiran sang buah cinta mereka.

Banyak yang sudah mereka lalui, susah dan senang sudah mereka rasakan. Sekarang Raina bisa merasakan menjadi seorang istri seperti bundanya, dan suami yang penyayang seperti ayahnya. Raina bersyukur sekali untuk itu.

Sedangkan Dimas, sebulan yang lalu dia menggelar pernikahan dengan adik ipar Raina sendiri. Yaitu Fatimah, sungguh tak disangka-sangka, Fauzan yang sering kali meledek Dimas karna kelamaan jomblo ternyata malah menikah dengan adik satu-satunya. Begitulah cara Allah menyatukan dua insan, jodoh tidak ada yang tahu kecuali Allah SWT.

"Gimana hasilnya Sayang?" Tanya Fauzan tidak sabar, ini kali kedua Raina memakai tes-pack. Yang ia harapkan adalah garis dua.

Tapi Allah belum memberikan amanah itu, Raina kali ini masih belum dikarunia anak. Ia sedih harus mengatakan kepada suaminya kalau hasilnya negatif.

Raina masih diam sembari menunduk, tidak berani menatap mata suaminya yang penuh harap, tapi seakan mengerti kondisi Raina, Fauzan sudah bisa menebak kalau hasilnya sudah pasti negatif.

"Negatif lagi ya?" Tanya Fauzan lembut.

"Ma-maaf mas." Cicit Raina, dan menatap Fauzan dengan mata berkaca-kaca.

"Udah nggak apa-apa, mungkin Allah mau kita lebih sabar lagi. Jangan sedih Sayang, kita usaha terus dan jangan putus asa. Percayalah suatu saat nanti Allah akan menjawab doa kita, kita pasti akan dikaruniai anak. Jadi sekarang senyum dong Sayang." Hibur Fauzan, ia sangat mencintai Raina jadi melihat sang istri bersedih saja rasanya sangat sesak.

"Udah gagal dua kali." Runtuh sudah pertahanan Raina, ia menangis sekarang.

"Sini." Fauzan memeluk Raina penuh kasih sayang. "Nangis aja sepuasnya, keluarin semua apa yang kamu rasakan, tapi nanti jangan nangis lagi ya." Sahut Fauzan lagi, ia menciumi pucuk kepala Raina berkali-kali menyalurkan kekuatan untuk istrinya.

"Lagi-lagi aku buat kamu kecewa mas." Raina menangis dipelukan Fauzan.

"Udah sayang jangan ngomong kayak gitu lagi, ini cuma masalah waktu dan juga kesabaran. Allah memang belum memberi kita kepercayaan soal anak, tapi bukan berarti kamu harus menyalahkan diri kamu sendiri." Fauzan berusaha menenangkan istrinya.

Raina tak mampu berkata-kata lagi, ia hanya menangis didekapan suaminya. Betapa beruntungnya Raina memiliki suami yang sangat mengerti akan dirinya dan juga mempunyai sifat penyayang.

Semoga author punya suami yang kek gitu nanti hehe.. semoga kalian juga ya😇

***

Setelah kegagalan minggu lalu Fauzan ingin mengajak Raina jalan-jalan, untuk membuat Raina bahagia dan sedikit melupakan kesedihan istrinya itu.

"Bangun sayang, udah siang ini." Fauzan membangunkan Raina.

"Nngg.." Lenguhan Raina membuat Fauzan gemas sendiri.

"Ayo sayang bangun abis itu langsung mandi ya, sarapan udah siap dimeja." Fauzan melepas selimut yang melingkar ditubuh istrinya.

"Jam berapa sekarang mas?" Tanya Raina dengan suara khas orang bangun tidur, serak-serak basah gitu.

"Jam delapan sayang."

Pilihan TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang